Tujuh Belas.

3K 507 49
                                    

Hari pertama di rumah Om Bokuto, seperti hari biasanya, hanya yang kurang nggak ada Daddy. Cuma gue agak ngeri juga, Om Bokuto senang banget teriak.

Entah itu ketika beliau membangunkam Rei, terus nyanyi-nyanyi nggak jelas sambil buat kopi, dan debat kecil sama Rei di meja makan, semuanya pakai teriakan.

Tau gini, mending dirumah Om Kenma aja, hening.

Kaya gini contohnya, sekarang Om Bokuto lagi rebutan sama Rei masalah daging ayam. Keduanya rebutan buat makan paha ayam yang tinggal satu. Bukan ayam kampus y.

Padahal daging yang lain masih ada, udah kaya upin-ipin.



"HEY! HEY! HEY! HARUSNYA KAMU NGALAH BUAT PAPAH!"

"Harusnya Papah yang ngalah dong, kan Rei yang anak nya!"

"HEY! KAMU DONG! YANG ANAK SIAPA?"

"Aku! Yang Papah siapa?"

"YA PAPAH LAH!"

"So, Papah harus ngalah sama aku dong?"

"KAMU TAHU KAN ADA KISAH ANAK DURHAKA?"

"Lah kisah Papah durhaka juga ada kok!"

"MANA HEY MANA? GAK PERNAH ADA TUH!"

"Ada! Papah aja yang nggak pernah liat!"

"DIMANA?"

"Disini nih!" Rei menjawab sambil menarik bawah matanya, meledek Om Bokuto.

Gue daritadi cuma bisa mingkem aja malas menanggapi, untung Daddy nggak suka teriak-teriak macam Om Bokuto kalau suka udah pasti gue budeg.

Rei ketawa pas Om Bokuto menggelitik badannya, Om Bokuto sama Rei duduk bersebelahan sedangkan gue duduk di sebrang mereka sendirian.

Setelah beres makan gue langsung berdiri, ternyata pergerakan gue membuat Rei dan Om Bokuto menoleh.

"Udah beres?"

"Udah Om,"

"Cepet banget,"

"Ya karena nggak banyak omong,"

Rei cuma ketawa nanggepin ucapan gue, "Yaudah gue juga udah beres," Rei ikut berdiri dan langsung meraih tasnya.

Om Bokuto mengernyit melihat Rei, "Lah udah? Terus ayam nya?"

"Papah aja yang makan,"

"Tumben,"

"Kasihan princess nungguin,"

Gue diam-diam tersipu, sialan pagi-pagi gini udah ngegombal. Emang anak burhan.

Om Bokuto cuma mengangguk, "Hati-hati jangan bawa kebut, kamu bukan Rosi ya!"

"Lah aku kan Marques Pah!"

"Enak aja! Papah yang Marques!"

"Yaudah aku Lorenzo aja!"

Gue menggeleng, nggak ngerti sama mereka berdua. Emang anak sama Papah sama aja, sama-sama absurd.

"Aku berangkat dulu ya," Rei menyalami Om Bokuto dan setelah itu berjalan keluar.

Gue pun ikut menyalami Om Bokuto, "Aku berangkat juga ya Om!"

Om Bokuto senyum lebar banget, "Hati-hati ya! Belajar yang bener!"

Gue mengangguk terus ikut Rei jalan keluar meninggalkan Om Bokuto yang balik sibuk makan paha ayam yang menjadi rebutan.
















"Nih,"

Rei menyodorkan helm yang langsung gue pakai sedangkan Rei sedang sibuk memanaskan motor.


"Lah?"

Ucapan gue membuat Rei menoleh, "Kenapa?"

"Ini kok susah di kait?" Tanya gue yang masih sibuk mengaitkan tali pengaman helm.

Yaelah ini gue yang deso apa helm nya yang rusak?

"Sini," Rei narik gue mendekat dan langsung mengambil tali pengaman helm yang bisa terpasang dengan mudah.

"Tuh bisa kok,"

Gue cuma tertegun aja, kenapa pas gue yang coba nggak bisa? Dasar helm pilih kasih!

Rei yang melihat raut muka gue cuma ketawa aja, "Maklum helmnya cewek, jadi cuma cowok ganteng yang bisa makeinnya,"

Gue mendelik terus mukul lengan Rei pelan, "Dih nyebelin!"

Rei ketawa lagi terus ngulurin tangan buat membantu gue naik motor, "Ayo,"

Gue langsung aja meraih tangan Rei dan naik keatas motor, "Udah!"

Rei noleh sebentar ke belakang memastikan gue udah duduk dengan benar apa enggak.

"Jangan lupa peluk gue ya!"

"Apaan dih!"

"Hahahahahaha! Berangkat!"














Lemah hatiku:(

******


Daddy! | Kuroo Tetsurou.Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu