D E L A P A N

11.3K 643 11
                                    

"Bun, Om nya baik."

Dynara tidak menimpali ucapan puteranya. Sekarang yang ia inginkan hanya sehat. Demi anak semata wayangnya itu.

Setelah berbincang cukup lama. Hafidz tertidur. Dyn mengusap kepala anak lelakinya itu. Sudut matanya basah membayangkan Hafidz sendirian.

Tadi ia pikir akan mati. Pusing mendera, keringat bercucuran, panas menjalar dari ujung kaki sampai kepala. Belum lagi ia merasa gemetar seluruh badan. Andai Ismi tidak datang mungkin Hafidz akan menemukannya dalam keadaan tidak bernyawa.

Sesak. Itulah yang Dynara rasakan. Memikirkan Hafidz akan hidup tanpa kedua orangtua.

"Aku harus sehat." Dyn mengecup kening Hafidz.

Suara ketukan pintu. Dynara buru-buru menghapus air matanya. Ismi dan Dimas masuk.

"Dyn, untuk malam ini biar Hafidz tidur di rumah aku ya. Nggak mungkin biarin dia tidur di rumah sakit apalagi di rumah sendirian," saran Ismi.

Dimas duduk di sofa samping ranjang. Ia diam mendengarkan tidak ingin ikut campur dalam pembicaraan para wanita.

Dynara diam. Benar yang dikatakan Ismi. Jauh dari keluarga dan keadaan yang sakit membuatnya tidak bisa menolak. Dyn mengangguk lemah menyetujui ucapan Ismi.

Setelah Isya Dimas mengajak Hafidz untuk ikut ke rumahnya. Mulanya Hafidz menolak. Namun, Dimas memberi penjelasan. Akhirnya Hafidz pun mengiyakan ajakan Dimas.

Besok anak lelaki kelas enam itu masih harus sekolah. Jadi, Dimas mengantarkanya dulu ke rumah. Mengambil seragam dan perlengkapan sekolah.

Hafidz masih tidak banyak bicara. Ia memilih melihat keluar jendela.

"Ada yang Hafidz mau?" tanya Dimas ketika melewati banyak tempat makan pinggir jalan.

Hafidz menoleh lalu menggelengkan kepala.

Dimas menghela napas. Diusapnya kepala Hafidz. "Kalau ada yang Hafidz mau. Jangan sungkan bilang sama Om, ya."

"Iya, Om."

Mobil memasuki perumahan kelas menengah. Dimas turun membuka pintu gerbang, masuk ke dalam mobil lagi untuk memarkirkan mobil.

"Ayuk, turun," ujar Dimas.

Hafidz turun.

Dimas membawa tas Hafidz. Merangkul anak itu untuk masuk ke dalam.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam," jawab Sekar dan Arum bersamaan menghampiri Sang Ayah.

Dimas memperkenalkan anak-anaknya dengan Hafidz. Mereka berdua terlihat senang. Keduanya mengajak Hafidz untuk makan malam bersama.

Ya, Ismi telah menjelaskan tentang Hafidz pada kedua putrinya. Mereka pun menyetujui untuk membantu menjaga dan merawat Hafidz selama Ibundanya di rumah sakit.

"Hafidz, besok sekolah?"

"Iya, Kak."

"Ada PR, nggak?"

Hafidz membuka mulut ia lupa mengerjakannya.

Sekar menangkap ekspresi Hafidz. "Ya, sudah. Setelah makan kita ngerjain PR, ya. Nanti Kakak bantu."

Hafidz tersenyum lalu mengangguk.

Dimas hanya mengamati saat kedua anaknya membantu Hafidz mengerjakan PR. Selesai mengerjakan pekerjaan rumah itu mereka berbincang ringan. Hafidz terlihat jauh lebih santai dari saat pertama datang.

Jam menunjukan pukul sepuluh kurang lima belas menit. Buku-buku sudah dirapikan. Sekar dan Arum pamit tidur setelah mengecup pipi Sang Ayah. Hafidz memperhatikan lalu mengalihkan pandangan.

Yang Kedua (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang