[7] Buah Hati Cahaya Mata

40 6 0
                                    

Sehari setelah kejadian kebakaran kecil di lapangan olahraga, anggota OSIS bersepakat untuk mengulang lomba membuat batik tulis kembali pada pagi harinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sehari setelah kejadian kebakaran kecil di lapangan olahraga, anggota OSIS bersepakat untuk mengulang lomba membuat batik tulis kembali pada pagi harinya. Padahal dari tahun ke tahun, hari kedua adalah hari puncaknya peringatan batik nasional. Hal ini dikarenakan, di hari kedua ini hanya diadakan lomba peragaan busana batik karnaval dan Cak Yuk Nusantara di gedung auditorium yang dimulai jam tiga sore hingga malam.

Bahkan SMA Wamsakarta tidak segan-segan mengundang band yang sedang naik daun dan beberapa desainer terkemuka sebagai juri di final lomba peragaan busana batik karnaval.

Selain itu, di hari kedua ini, akan dipilih pemenang dari para finalis Cak Yuk Nusantara yang telah menjalani seleksi ketat jauh-jauh hari.

Sayangnya di hari kedua ini, Aldo dan Joy menjalani hukuman mereka. Meskipun Joy sudah menjadi pahlawan kesiangan saat insiden kebakaran itu terjadi, tampaknya Ketua WDA tetap tidak bisa memaafkan keputusan sepihaknya.

Joy jadi merasa tidak enak hati dengan Aldo yang juga ikut menjalani hukuman dengannya. Padahal ini semua murni berasal dari keputusan Joy dan Aldo hanyalah pengikutnya.

Hukuman mereka sebenarnya tidak terlalu berat. Mereka cuma tidak diperbolehkan menjadi anggota WDA selama dua minggu penuh, yang dimulai hari ini. Jadi, kini Joy lebih memilih duduk di salah satu tribun—yang berseberangan langsung dengan panggung auditorium—bersama Anin. Sementara Aldo, cowok itu malah menjadi MC di acara malam puncak ini bersama Pandita Munawwir.

Melihat mereka berdua, Joy jadi ingat. Semenjak Aldo menjadi pasangan peragaan busana batik bersama Pandita Munawwir, mereka menjadi topik perbincangan teratas SMA Wamsakarta. Banyak yang menggadang-gadang mereka menjadi pasangan visual di SMA Wamsakarta.

Namun sayangnya, tidak ada pembelaan atau pengakuan dari kedua belah pihak. Mereka sama-sama diam membisu. Joy bahkan melihat Aldo tetap bersikap seperti dirinya yang biasa. Penuh canda dan berlagak casanova.

"Joy, Om Genta gak datang ke sini?"

Joy menolehkan kepalanya ke Anin seraya tersenyum masam. "Gak. Papa tadi bilang kalau dia harus lembur karena banyak kerjaan."

Mulut Anin membulat. Dia kemudian menambahkan, "sayang banget."

"Apa?"

Anin mengerucutkan bibirnya seraya memandang ke depan dengan tatapan tanpa minat. "Gue berharap Om Genta ada di sini."

"Gue juga."

∆∆∆

Pukul delapan malam, acara malam puncak peringatan hari batik nasional telah berakhir dengan cukup mengesankan dan membekas di hati para penonton. Pemenang dari masing-masing lomba telah diumumkan dan diberikan piagam serta piala sebagai bentuk apresiasi terhadap etos kerja mereka.

Ribuan taburan confetti menyertai kebahagian para pemenang. Lalu di luar gedung auditorium, kembang api diluncurkan dan meletup warna-warni di langit malam penuh bintang.

Tidak seperti kebanyakan orang yang terkesima akan kembang api itu, Joy dan Anin justru mengembuskan napas lemas berulang kali. Bibir mereka juga sama-sama tertekuk ke bawah. Jika boleh berterus terang, sejak tadi mereka berdua masih mengharapkan kedatangan Genta pada malam ini.

Tanpa diduga-duga, Genta memeluk tulang selangka Joy dari belakang. Joy langsung tersenyum lebar dan mati-matian menahan diri agar tidak meneriakkan panggilan kesayangannya pada Genta kala melihat wajah Genta muncul di hadapannya.

Anin yang di sebelah Joy tampak begitu terkejut saat melihat kehadiran Genta di sini. Ia bahkan sempat mencubit pipinya demi mengecek apakah ia sedang bermimpi atau tidak. Alangkah bahagianya Anin saat menyadari bahwa ini semua benar-benar nyata. Kehadiran Genta di sini adalah bentuk konret dari harapannya.

"Kok Papa ke sini?" tanya Joy.

"Aku kan cuma mau liat anakku. Gak boleh?"

"Katanya banyak kerjaan di rumah."

"Yah, kamu tahu? Kalau sejak dulu aku cuma memikirkan tentang kesibukanku, aku tidak akan bisa meluangkan waktu untuk kamu, Joy."

Genta lalu melepaskan dekapannya. Ia menoleh ke samping dan mendapati Anin yang masih dengan mulut menganganya.

"Wah, ada Anindira juga. Kalau begitu kurang satu. Di mana Aldo?"

Anin tertawa hambar menanggapinya. "Gausah dicariin tuh anak, Om. Pamali."

Mendengar hal itu, Genta terkekeh hingga kedua matanya terlihat seperti garis sejajar.

Tapi perkataan Anin memang benar adanya. Baru saja dibicarakan, Aldo mendadak muncul di hadapan mereka dengan setelan jas hitam dan tatapan tajamnya.

"Bapak barusan nyampe?" Adalah kata pertama yang disampaikan Also kepada Genta.

Genta menggaruk tengkuknya. "Ah, iya. Tumben kamu pakai setelan necis kayak gini? Biasanya kan kamu cuma pakai kaus lengan pendek sama celana jeans."

Sudut bibir Aldo terangkat ke atas. "Biasa, Pak. Orang penting."

"Dia jadi MC acara malam ini, Om," sahut Anin dengan senyuman lebarnya.

Genta langsung menghampiri Aldo dan menepuk pundaknya. "Wah, ternyata kamu beneran orang penting, ya."

Dari perbincangan Aldo dan Genta, entah kenapa Joy malah merasakan aura sengit yang kentara di antara keduanya. Seperti ada dua ekor harimau yang saling beradu tatapan tajam dan senyuman sinis mereka.

Akhirnya Joy memilih menarik mereka berdua dari pertengkaran abstrak  mereka yang tiada ujung penyelesaiannya. "Pa, yuk pulang. Berhubung acaranya sudah selesai dan Papa masih ada banyak kerjaan di rumah."

Tanpa penolakan, Genta menyetujui saran Joy dalam satu tarikan napas. Dia lalu melepaskan tangannya pada pundak Aldo dan berpamitan kepada Anin dan Aldo untuk segera pulang, meninggalkan dua insan yang juga sering bersitegang dalam keadaan canggung.

Anin memasang wajah garangnya ke Aldo yang sedari tadi menatapnya. "Apa lo liat-liat?!"

"Gue mau ngomong sesuatu ke lo."

Tubuh Anin tiba-tiba bergidik ngeri. Jantungnya berdetak dengan tempo cepat dan tak terkendali. Pasalnya, ini merupakan pengalaman pertama kalinya bagi Anin untuk melihat Aldo yang memasang tampang serius.

"Apa?"

Aldo tidak menjawab langsung pertanyaan Anin. Cowok itu justru semakin merapatkan jarak di antara mereka. Dia lalu semakin menundukkan wajahnya ke wajah Anin. Melihat hal tersebut, tubuh Anin membeku seperti patung es dengan mata membelalak.

Entah kenapa, kali ini tubuh Anin seakan menolak untuk melakukan perlawanan kepada Aldo. Bahkan saat cowok itu semakin menghapus jarak di antara wajah mereka.

 Bahkan saat cowok itu semakin menghapus jarak di antara wajah mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
1001 Bualan Pencakar LangitWhere stories live. Discover now