Maju satu langkah!

569 173 18
                                    


Mengabaikan beberapa pelanggan yang mencoba melakukan pesanan, Sooyoung terus membuat kakinya berjalan memutari sebuah meja tanpa berniat berhenti. Seperti orang linglung, kini ia mengutuk dirinya sendiri mengingat peristiwa yang telah terjadi.

Awan mendung mengeliling kepala Sooyoung tiap kali membayangkan bagaimana lelaki yang telah ia bawa lari dompetnya menanggapi sikap diluar nalarnya. Berkali-kali, ah tidak. Sudah ribuan kali Sooyoung menyesali hal yang telah ia perbuat. Seperti kayu yang berubah menjadi abu, mustahil untuk kembali pada waktu itu dan mengambil sikap yang tepat atas tindakan bodohnya.

"Kau baik-baik saja? Mau kau apakan botol-botol itu?" Seok Jin tak tahan melihat keponakannya terus mondar mandir menyebabkan penglihatannya dan para pengunjung tercemar memilih datang menegur. Menunjuk ke arah pantry dekat penggorengan yang berbatas kaca, ada beberapa botol wine berjejer disana.

"Aku pikir akan mengirimnya pada ibu. Saat kau berkunjung ke rumah tolong bawakan untukku. Okay?" pinta Sooyoung yang sudah mulai frustasi tanpa berniat menceritakan kekacauan yang ia sebabkan demi membawa botol-botol wine itu pulang.

Seok Jin tak dapat membantah. Meskipun sebenarnya ia sangat ingin menolak, namun air wajah Sooyoung yang terlihat kusut seperti kain pel membuatnya mengangguk pasrah. Mendorong gadis itu untuk duduk dan menagih kisah tragis yang menjadikan keponakannya tersebut seperti kreditor dengan setumpuk beban kehidupan.

"Kau gagal mendapatkan lelaki kaya?" tanya Seok Jin terang-terangan. Ia tahu karena wajah Sooyoung mengatakan demikian.

"Mungkin. Tapi tidak sepenuhnya begitu." Sedikit mendesah lelah, Sooyoung lalu mengeluarkan sebuah dompet kulit dari kantong bajunya.

"Ini bahkan lebih buruk dari kata gagal." lanjutnya kemudian mendesis pelan. Benar-benar tak ada gairah menjalani hari untuk sementara waktu, Sooyoung merasa sangat buruk saat ini.

"Hanya ada dua kata yang kutahu. Gagal dan berhasil, kau bilang lebih dari gagal... Berarti kau melakukannya dengan baik? Tak heran memang--" Seok Jin menggantung kalimatnya, mengusap janggut yang licin sembari memperhatikan setiap tampilan dari gadis didepannya bak seorang kritikus model profesional.

"...Kau mewarisi pesonaku. Hanya dalam semalam kau sudah melangkah sangat jauh melampaui batas. Sejak bertemu denganmu pasti pria itu akan sangat kerepotan. " tambah Seok Jin dengan tatapan bangga.

Wajah paman Sooyoung itu semakin sumringah saat keponakan yang ia percaya mengeluarkan sebuah dompet kulit milik pria dari kantong bajunya. Gembira bukan main, Seok Jin benar-benar merasa bakat Sooyoung dalam menarik pria sangatlah patut mendapat acungan jempol. Apalagi melihat dompet yang dipegang Sooyoung seperti barang dengan produksi terbatas. Matanya hampir berair karena terharu mendapati keberhasilan sang bocah perempuan itu.

"Aku mencopetnya."

Mong.

Suasana siang itu mendadak menjadi sunyi. Iringan bunyi katak turut meramaikan berasal dari music system di ujung ruangan. Sulit menjelaskan, tapi begitulah kenyataan yang ada.

Seok Jin jadi termangu dengan mulut yang sedikit terbuka. Anggap saja itu adalah cara ia mengekspresikan keterkejutan yang tak terungkapkan. Bahkan saat ini, dalam sekejap ia telah dapat merubah raut wajahnya melebihi tampilan Sooyoung yang sudah teramat menyedihkan.

"Apa kau kurang puas dengan gaji yang kuberikan?" Seok Jin melempar tatapan tak percaya. Dan dengan perlahan berubah menjadi mata berapi-api seperti tengah bersiap membakar sesuatu di hadapannya.

"Bukan begitu, paman. Aku... Aku tidak sengaja melakukannya." ungkap Sooyoung bersalah. Ia tak ingin membuat situasi semakin rumit dengan sebuah penjelasan. Yang akan ia lakukan hanya akan mengelak dan bertahan.

Hurry Up to Heart!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang