Chapter 9 - Arti Sebuah Nama?

108K 3.5K 77
                                    

Suara tangisan yang bersahutan membuatku sontak kembali terjaga. Tanpa kusadari ternyata aku sudah tidur sepanjang malam. Aku menemukannya masih dalam keadaan terlelap. Suhu di dahi dan juga tangannya membuktikan kalau keadaannya sudah semakin membaik sekarang.

Tangisan itu semakin lama semakin samar. Suara itu hampir hilang sepenuhnya saat aku membuka tirai yang menutupi tempat kami berada. Jam dinding menunjukkan pukul enam pagi dan pemandangan di sekelilingku menunjukkan kalau bukan hanya aku yang terganggu atas suara tangisan sebelumnya. Orang-orang tampak mulai sadar dari tidur dan mulai berlalu lalang.

Saat aku kembali mengarahkan pandanganku ke tempat tidur, ia perlahan membuka matanya dan kemudian berusaha bangkit dari posisi tidurnya.

Aku bergegas menghampiri dan membantunya memindahkan bantal yang sebelumnya menjadi sandaran kepala ke punggungnya. Ia sempat menatapku heran namun setelah melihat ke sekeliling ruangan, ia tampak mulai menyadari situasi yang ada.

Tatapannya kembali tertuju padaku.

"Ini dimana?"

"Rumah sakit Pondok Indah"

"Sudah berapa lama aku di sini?"

"Sejak semalam."

Perhatiannya beralih ke arah selang infus yang terpasang di punggung tangannya. Kemudian ia hanya diam menatap lurus ke arah televisi yang ada di tengah ruangan.

Kesunyian di antara kami berakhir saat seorang suster menghampiri kami.

"Akhirnya bangun juga. Bagaimana perasaannya, Pak?" Tanyanya sambil mulai mengeluarkan termometer dan beberapa jarum suntik.

"Sebentar, Sus." Kemudian ia kembali mengarahkan pandangannya ke arahku.

"Aku yakin kamu pasti banyak urusan. Kamu bisa pergi sekarang."

Mendengar apa yang baru saja ia katakan, aku baru tersadar kalau keberadaanku sekarang memang sulit untuk dijelaskan. Aku memang tidak semestinya berada di sini.

Kuraih tas backpackku yang tergantung di kursi tempatku duduk. Kemudian aku mulai melangkah meninggalkan ruangan itu.

Sempat kudengar ia kembali berbicara dengan suster yang ada sebelum akhirnya suara mereka akhirnya tidak terdengar lagi.

**

Kehadiranku disambut dengan tatapan berkaca-kaca milik Ibu. Ia tengah duduk di ruang tengah tampak berusaha keras menyembunyikan kegelisahannya.

"Sebenarnya mau kamu apa, Yu? Ibu harus bagaimana lagi?"

Ada getaran dalam suaranya.
Belum sempat aku menjawab, terdengar suara pintu depan yang dibuka dengan asal.

Wajah si Brengsek itu nyatanya cukup membuatku merasakan mual mendadak di perutku. Tanpa bisa kukendalikan, tubuhku reflek melangkah mundur mendapati kehadirannya.

Alam bawah sadarku sepertinya masih trauma dengan apa yang terjadi pada pertemuan dengannya.

Ia secara bergantian menatap ibu sampai akhirnya terhenti padaku. Ibu bergegas berdiri berusaha menghampirinya. memisahkan jarak antara diriku dan si Brengsek.

"Mau makan apa, Mas? Aku siapin secepatnya."

Tidak terdengar jawaban dari si Brengsek itu.

Muak aku melihat interaksi seorang istri yang cinta setengah mati sampai kehilangan akal sehat seperti ibuku.

Aku berbalik dan berniat segera menuju kamarku. Aku tidak tahan jika harus menghabiskan lebih banyak waktu lagi di bawah satu atap dengan si Brengsek itu.

Sleep With Me Tonight [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang