34 # Senja Saga

53 17 0
                                    

Cahaya kuning saga yang bersinar dari matahari senja, seakan jatuh dalam gelombang-gelombang kecil dari langit. Ditiup oleh angin yang pelan berhembus, cahaya itu dan bayang-bayang panjang yang ditimbulkan oleh benda-benda seakan bergoyang samar di tepi-tepi jalan yang penuh dengan pagar-pagar tanaman.

Jo merentangkan tangannya di atas boncengan sepeda Hasnah, menatap keluasan langit di atas kepalanya dan menghirup nafas dalam-dalam. Angin menerbangkan anak-anak poni di dahinya dan rambut lurus Hasnah yang beraroma strawberi.

Betapa indahnya lagit sore ini... dan besok pagi mereka akan mengarunginya bersama.

Jo memejamkan matanya, membayangkan gelungan-gelungan kapas putih kekuningan yang bertebaran di langit, dan betapa luasnya cakrawala akan tampak dari udara. Ia seperti sedang terbang sendirian diterpa angin. Tak menyadari telah beberapa kali Hasnah berpaling memandanginya.

"Kau sedang apa?"

Jo terkaget, dan kembali duduk seperti yang seharusnya.

"Sedang membayangkan terbang ya? Aku juga bisa..." tiba-tiba saja Hasnah melepaskan kedua stang sepedanya dan merentangkan kedua tangannya, mendongak menatap lagit seperti Jo. Kontan saja anak laki-laki itu panik. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan ketika kemudian stang sepeda itu mulai kehilangan kendali dan berbelok sendiri. Jo tidak bisa menahan teriakannya.

"Hei! Jangan lepaskan stangnya!"

Hasnah tertawa, memegang kembali stang kemudi itu dan memutar pedal di kakinya lebih cepat.

"Kenapa? Kau belum pernah jatuh dari sepeda, ya?"

"Yaa... aku kan belum pernah naik sepeda.... Bagaimanapun jatuh itu sakit, tahu?!"

Hasnah terkikik. Jo selalu kelihatan agak malu-malu kalau kesal.

"Ini namanya Candik Ayu, Jo."

"Apa?"

"Sinar matahari yang kuning ini. Orang Jawa bilang, kalau pemuda atau pemudi keluar saat Candik Ayu datang, mereka bisa bertambah cantik atau tampan. Aku sih nggak percaya. Menurutku itu karena sinarnya saja yang membuat kita kelihatan lebih cantik."

Jo mendengarkan sambil memandangi wajah Hasnah dari belakang bahunya.

"Aku percaya...." ia berkata, sambil menghirup wangi strawberi dari rambut Hasnah.

"Apa? Candik Ayu itu?"

"Iya... kau memang jadi lebih cantik."

***

Jo tidak akan tahu bahwa ia baru saja mengungkapkan rayuan pertama dalam hidupnya. Ia tidak tahu hal semacam itu akan membuat Hasnah malu. Ia hanya melihat Hasnah berpaling sedikit ke arahnya, dan wajah gadis itu bersemu dadu. Membuat ia jadi salah tingkah.

Sebentar lagi mereka akan sampai di perbatasan Kampung Manggis dan Kampung Nanas. Di sudut jalan sanalah mereka akan membeli jagung bakar yang manis.

Belum lagi hilang rasa malunya, Hasnah sudah melihat Jo merentangkan tangan dan menengadah sambil memejamkan mata lagi.

Anak ini sepertinya tidak begitu peduli pada apa yang baru saja dikatakannya. Mungkin memang bagi Jo hal itu tidak terlalu penting. Mungkin ia hanya kegeeran saja. Hasnah membatin. Tapi.... betapa besarnya rasa penasarannya kini untuk mengetahui apakah Jo juga merasakan hal yang sama seperti dirinya atau tidak. Ia sangat ingin mencari tahu.

Ah... seandainya Kampung Nanas masih melewati dua atau tiga kampung lagi... Kampung Rambutan, Kampung Cicak, Kampung Monster, apa saja yang membuat mereka tidak harus berhenti begitu cepat.

Go... Thunderfly...!! Lintasilah langit...!! (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang