Bagian 3

1.2K 189 4
                                    

Bagian 3

(Topeng ku sudah cukup untuk membantuku bermain peran)


Senyuman sang ibu menyambut Changkyun yang sore ini sangat ingin berkunjung kemari. Ia sudah mengirim pesan pada Jooheon meskipun tidak ada yang pernah dibalas. Mengabarkan bahwa makan malam sudah siap, serta ia berpamitan untuk pergi ke rumah orang tuanya.

Tujuan pertama ia masuk ke dalam rumah adalah kamar orang tuanya. Mengintip sedikit dengan pergerakan paling pelan agar istirahat ayahnya tidak terganggu. Ayahnya sedang tidur. Changkyun berinisiatif masuk. Menarik selimut untuk membingkai tubuh ayahnya dengan hangat.

"Bagaimana keadaan ayah, bu?" Changkyun mengusap tangan ayahnya yang tergeletak bebas disisian tubuh.

"Ayahmu baru saja minum obat. Besok waktunya kontrol dan dokter menyarankan operasi pemasangan ring di jantung"

"Kenapa tidak dijadwalkan segera?" Changkyun memandang ibunya yang terlihat bersedih.

"Ayah takut menyusahkanmu lagi, nak" kedua tangan nyonya Im digenggam oleh putranya. Changkyun berkali-kali meminta orang tuanya untuk tidak memikirkan dirinya. Ia hanya ingin orang tuanya tahu tentang hal indah tanpa memikirkan ketakutan yang macam-macam.

"Bu, aku punya segalanya. Suami yang tampan, baik, kaya, dan menyayangiku. Aku punya mertua yang menyayangiku melebihi anaknya sendiri. Aku bisa membeli apapun yang aku mau. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang aku. Dunia, sudah menjadi milik anakmu ini" Changkyun tertawa seolah menyetujui kebohongan yang baru saja diucapkan, kecuali pada bagian mertua yang menyayanginya.

Nyonya Im membelai rambut putra tunggalnya yang terlihat kurus dan kurang tidur. Kantung matanya tampak mengerikan meski Changkyun sudah memoles sedikit make up. Rambutnya yang sedikit kusam dan kasar. Berbeda jauh dari penampilannya dulu yang lebih segar. Ciri-ciri orang tidak bahagia ada dalam diri Changkyun sekarang. Tapi jika Changkyun sudah berkata seperti itu, tidak ada alasan lagi untuknya menyangkal. Sebab anaknya tidak pernah membuat kebohongan.

"Ibu bawa ayah ke rumah sakit dan jadwalkan operasi pemasangan ring. Jangan ragu menggunakan uang tunjanganku, bu. Milikku adalah milik kalian juga"

"Bagaimana hubungan mu dengan Jooheon? Kapan kalian bisa berkunjung bersama?" hati Changkyun mencelos mendengar pertanyaan ibunya. Ia pun tidak tahu, dan tidak berani menjamin banyak. Kecuali mengucapkan kebohongan lagi yang terasa membosankan.

"Ada penyaringan bakat baru. Sebagai COO, Joo hyung memiliki andil sangat penting. Ibu tahu kan? Seperti ayah dulu saat sedang jaya, jadi jarang pulang ke rumah. Aku janji akan membawanya kemari jika ia sedang cuti"

"Ah iya, dia pasti sangat lelah" Changkyun tidak memberi tanggapan apa-apa selain senyuman untuk meyakinkan ibunya.

0oo0

"Dari mana saja kau!?" baru selangkah kaki Changkyun menginjak ruang keluarga. Suara sinis Jooheon terdengar menggema dalam satu penjuru apartemen.

"Aku yakin kau sudah membaca pesan yang ku kirim Jooheon-ssi" Changkyun membawa langkahnya menuju ke kamar.

"Besok ayah ulang tahun. Kau diminta datang. Kau ingat kan kita harus berperan sebagai apa" Changkyun mendengarkan itu semua, tapi tidak ada sedikitpun niat untuk menoleh atau menyahuti ucapan Jooheon.

Peran yang sungguh membuat muak. Dimana ia harus dipaksa untuk harmonis dengan Changkyun. Entah sampai kapan ia menjalani hidup seperti ini. Yang pasti Jooheon tidak ingin menceraikan terlebih dahulu sebelum Changkyun sendiri yang meminta.

Jooheon menggulir layar ponselnya untuk membaca ulang pesan yang Changkyun kirimkan sore tadi. Isinya seperti biasa, hanya ijin dan makan yang sudah disiapkan. Memang sejak menikah Jooheon jarang sekali makan di luar. Jika ada meeting, ia hanya memesan kudapan ringan atau kopi. Memikirkan Changkyun ia seolah terbelah menjadi dua sosok. Satu sisi hatinya berkata ia harusnya berdamai saja dengan keadaan. Tapi disatu sisi terkuat, hati Jooheon meminta untuk menyudahi semua.

Ia bahkan tidak menyangka bahwa konflik dengan Changkyun bisa sampai pada angka satu tahun. Perkiraan tercepat satu bulan Changkyun akan mengajukan gugatan cerai. Jooheon bukan tipe main-main untuk urusan mempermainkan seseorang. Tapi ia akui bahwa Changkyun adalah sosok kuat yang mampu melawannya tanpa rasa gentar sedikitpun.

Jooheon melihat Changkyun melamun di tepian ranjang. Tangan kirinya digunakan untuk memijat pergelangan tangan kanannya. Itu semua tidak disengaja karena Jooheon berniat untuk kembali ke kamarnya yang otomatis harus melewati kamar Changkyun.

"Ya! Im Changkyun!" Changkyun menoleh. Mengumpat dalam hati karena lupa menutup pintu kamar.

"Apa lagi?"

"C-cepat ganti selimutku dengan selimut baru" Jooheon berkacak pinggang di depan pintu kamar Changkyun yang terbuka.

"Itu baru ku ganti tadi pagi! Jangan membuat masalah, aku sedang tidak ingin bertengkar! Sana pergi!" Changkyun membanting pintu tepat di depan wajah Jooheon.

Jooheon juga tidak tahu apa maksud permintaannya itu. Ia bahkan belum masuk kamar. Tapi selimut dijadikan alasan untuk pertanyaan yang ingin diajukan Jooheon. Pertanyaan tentang ada perlu apa Changkyun ke rumah orang tuanya.

"Changkyun-ah pikirkan kado untuk ayah besok!" teriak Jooheon sebelum pergi dari depan kamar Changkyun. Bocah itu terlihat murung, bukan seperti biasa yang selalu antusias melawan Jooheon.

-tbc-

HEALING (JooKyun)Where stories live. Discover now