Chapter 7

6.7K 1.1K 96
                                    

Cahaya lampu yang berada di langit-langit berhasil membuat dahi Taehyung berkerut tak nyaman. Matanya masih berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan pandangannya ketika kembali terjaga dengan kesadaran penuh.

Taehyung melirik ke sana kemari dengan sedikit kebingungan ketika menyadari bahwa saat ia tengah berbaring di rumah sakit. Tidak ada yang bisa ia lihat selain tirai yang menghalangi pandangannya di kedua sisi.

“Astaga. Kau tidak boleh bangun dulu!”

Kepala Taehyung seketika terangkat dan menemukan Minji yang tengah setengah berlari ke arahnya. Gadis itu buru-buru menahan tubuh Taehyung agar tetap berbaring.

“Minji, kenapa aku ada di sini?”

“Harusnya aku yang bertanya padamu!” Minji membalas ketus. “Apa yang kau lakukan sampai seluruh tubuhmu penuh luka seperti itu? Kau bisa mati, Kim Taehyung!”

“Aku baik-baik saja.” ucap Taehyung lirih sembari meringis ketika merasakan sudut bibirnya kembali berdenyut.

“Minji,” panggil Taehyung. “bagaimana aku bisa ada di sini?”

Sejenak Minji terlihat kebingungan dengan mulut yang bergerak tanpa suara. Ia kemudian merogoh saku mantelnya dan memberikan sebuah kartu nama pada Taehyung.

“Seseorang meneleponku dan memberitahu bahwa kau berada di rumah sakit. Aku tidak mendapati siapa pun yang menemanimu. Ketika aku pergi untuk membayarkan tagihan rumah sakit, mereka bilang seseorang yang mengaku sebagai walimu sudah melunasinya dan dia menitipkan ini untukmu.”

Taehyung hanya terdiam menatap kartu nama berwarna hitam yang saat ini berada di dalam genggamannya. Sementara Minji masih memperhatikan ekspresi Taehyung yang hampir tak terbaca.

“Kau mengenalnya?”

Taehyung buru-buru menggelengkan kepalanya dan menyembunyikan kartu tersebut dalam kepalan tangannya. “Akan kutemui dia nanti dan akan kucari tahu apa yang ia inginkan dariku.”

...

Suara ketukan dibalik pintu kayu berwarna cokelat tua itu berhasil sedikit mengalihkan perhatian seorang Jeon Jungkook yang tengah sibuk dengan berkas-berkas yang menumpuk di mejanya.

Pintu terbuka secara perlahan bersamaan dengan kemunculan sekretarisnya yang baru saja bekerja satu minggu dengannya. Gadis berkacamata itu menghentikan langkahnya di ambang pintu sembari membungkuk sopan.

“Tuan Jeon, ada seseorang yang ingin menemuimu.”

Jungkook yang saat ini sudah kembali menundukkan kepala dengan kedua tangan yang membolak-balikkan setiap lembaran kertas dalam genggamannya tampak tak begitu tertarik dengan ucapan sekretarisnya tersebut. “Bukankah sudah kubilang bahwa hari ini aku tidak ingin menerima tamu? Kuharap kau tidak melupakannya, Yoora.”

“Ah, tentu saja tidak.” Yoora meremat kesepuluh jarinya yang saling bertautan dengan gelisah. “Hanya saja pria bernama Kim Taehyung itu bilang kalau anda yang mengundangnya datang.”

Kepala Jungkook terangkat tegak dalam hitungan detik. Perempatan tak kasat mata yang sedari tadi tercetak jelas di dahinya menghilang dalam sekejap. “Bisa kau ulangi siapa nama tamuku?”

“Kim Taehyung, Tuan.”

Perlahan sudut bibir Jungkook terangkat membentuk senyum kemenangan bersamaan dengan satu alisnya yang terangkat. “Katakan padanya untuk menungguku. Aku akan menemuinya.”

...

“Senang melihatmu di sini, Kim!”

Seruan pria dengan setelan formal yang tengah berdiri di belakang meja kerjanya tampak membuat Taehyung sedikit tidak nyaman. Ia sedikit keheranan ketika mendapati sikap seorang Jeon Jungkook—yang tentunya tidak ia kenal sebelumnya—terlihat berusaha bersikap akrab padanya.

Taehyung menyambut uluran tangan Jungkook sembari menempatkan diri di kursi yang Jungkook persilakan. Sementara Jungkook yang kembali duduk di kursi pribadinya masih tersenyum ramah menatap Taehyung. “Bagaimana keadaanmu? Sepertinya luka-luka di wajahmu sudah membaik.”

“Maaf baru bisa menemuimu.” Taehyung menyahut kalem.

Jungkook tertawa rendah. Mengamati setelan Taehyung yang terlihat kasual dengan hoodie hitam dan celana jeans kusam miliknya. “Tidak masalah. Seseorang yang sekarat dan nyaris mati karena korban penganiayaan sepertimu pasti membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk memulihkan diri. Benar, kan?”

“Bisakah kita langsung berbicara pada intinya saja?” ucap Taehyung tanpa berbasa-basi. “Apa maumu?”

Jungkook memiringkan kepalanya terlihat berpikir. “Mauku?”

“Aku tidak tahu alasan kau menyelamatkanku dan melunasi semua hutang-hutang yang kumiliki. Aku tidak percaya kau melakukan hal itu secara cuma-cuma. Setidaknya aku yakin ada sesuatu yang kau inginkan dariku, entah apa itu.”

“Wah, kau cukup cerdas rupanya.” Jungkook berdecak kagum dengan wajah sumringah. “Aku tersentuh untuk ukuran orang sepertimu bahkan cukup tahu diri untuk membalas budi.”

“Jadi, apa maumu?” Taehyung kembali bertanya tak sabaran.

Jungkook menarik sudut bibirnya tersenyum pongah. Tubuhnya bergerak maju dengan kedua tangan di atas meja. “Aku memiliki sebuah pekerjaan untukmu. Jika kau berhasil melakukannya, kuanggap kita impas. Tidak ada lagi balas budi di antara kita.”

Taehyung mengerutkan keningnya kebingungan. “Apa itu?”

“Pekerjaan yang mudah. Semua pria pasti menyukainya.” lagi-lagi Jungkook masih mempertahankan senyum pongahnya sebelum akhirnya berbisik rendah. “Meniduri seorang gadis.” []

FOUL PLAYWhere stories live. Discover now