1

520 34 17
                                    

Derap langkah kaki terdengar jelas bergema di antara lorong kantor Kepolisian Poongsan.  Langkah kaki itu terdengar keras dan cepat, seolah mewakili perasaan sang pemiliknya. Kwonjoo baru saja keluar dari ruang rapat. Ekspresi wajah terlihat kesal, sementara sebagian dari hatinya ingin menangis.

Sejenak ia menghentikan langkahnya untuk sekadar menahan gemuruh dalam dadanya. Emosinya begitu menggebu-gebu setelah mendengar keputusan akhir akan kasus yang paling menguras tenaganya beberapa minggu terakhir ini. Kwonjoo tidak bisa menerima keputusan para ketua direksi kantor Kepolisian Poongsan yang menurutnya sangat tidak adil. Ia tidak bisa, dan tidak akan pernah bisa menerima keputusan itu.

Entah mengapa, ia merasakan seolah waktu kembali berputar ke beberapa tahun lalu, tepatnya saat istri dari detektif Moo Jinhyuk ditemukan tewas. Kala itu, tidak ada yang mau mempercayai kesaksiannya bahwa ada orang lain di tempat kejadian perkara, yang menjadi tersangka atas kematian dari istri detektif Moo Jinhyuk, dan juga tentunya kematian sang ayah.

Dan kini, hal itu kembali terulang. Tidak ada lagi yang mempercayai kesaksiannya. Para Direksi itu tidak ada yang berani mengakui bahwa, dia adalah korban yang harus mendapatkan keadilan atas segala hal yang terjadi.

"Centerjangnim" panggil agent Park Eunsoo. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir.

Dengan susah payah, Kwonjoo berusaha mengukir segaris senyum pada wajahnya, berusaha sebisa mungkin untuk tidak membuat khawatir orang-orang di sekitarnya.

"Aku dengar rapatnya sudah selesai. Bagaimana hasilnya?" tanya Park Eunsoo.

Kwonjoo terdiam dan memberikan jeda sebelum menjawab pertanyaan itu. Ia mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawabnya.

"Golden Time Team juga sepertinya benar-benar akan dihapuskan" ucap Kwonjoo. "Dan untuk hal itu, seperti yang sudah aku duga, ini akan sulit." raut wajah Kwonjoo membeku. Kata terakhir yang diucapkannya seolah menamparnya pada kenyataan bahwa perjalanannya untuk menuntut keadilan akan sangat panjang.

"Centerjangnim, aku harap kau tetap kuat" ujar Park Eunsoo meraih bahu Kwonjoo dengan tatapan khawatir. "Aku percaya pada centerjangnim" lanjutnya. Park Eunsoo tahu bahwa apa yang dilakukan Kwonjoo mungkin akan menjadi sebuah pertarungan tunggal antara dirinya dan lembaga Kepolisian.

"Gomawo" ucap Kwonjoo dengan suara lembutnya setelah berusaha mengendalikan emosinya kembali stabil.

***

Kwonjoo melangkah dengan kaki jenjangnya menuju sebuah kedai soju tidak jauh dari kantornya. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba ingin meninggalkan sejenak kewarasannya dengan beberapa botol soju. Kwonjoo duduk sendiri pada sebuah kursi paling pojok, tanpa bersuara. Hanya suara dentingan botol soju dan gelasnya yang sesekali beradu terdengar di antara beberapa suara pengunjung kedai yang saling berbicara.

Satu, dua, tiga. Beberapa gelas soju sudah dihabiskannya dalam hitungan cepat. Ia berhenti menuangkan botol sojunya saat ia merasakan air mata yang mulai memenuhi pelupuk matanya. Kwonjoo menghapus titik-titik air mata yang mulai berkumpul di ujung matanya itu. Namun semakin ia menghapusnya, semakin penuh titik-titik air mata itu hingga hampir menutupi pengelihatannya. Kwonjoo akhirnya menyerah. Ia tidak bisa menahannya lagi. Ia tidak bisa terus berpura-pura meskipun dalam kesendiriannya.

Kwonjoo membenamkan wajahnya dalam telapak tangannya. Menangis atas rasa kehilangan yang tersisa di dalam dirinya, sendirian. Tepat sebulan berlalu sejak insiden penembakkan itu. Kwonjoo melihat langsung bagaimana Dia berusaha melindungi dirinya yang terluka namun berakhir dengan sebuah peluru yang bersarang di kepalanya. Masih terasa sakit dalam benak Kwonjoo saat mengingat kejadian itu. Bagaimana dirinya yang selama ini terkenal tenang, menangisi kepergian sosok pria yang selalu membuatnya khawatir itu dengan begitu histeris.

SEEKINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang