Don't call me Xing-xing again

35 0 0
                                    

“Papa mengirimi Mama pesan seperti itu?” Liwei tidak percaya.

“Setiap hari. Dia selalu mengganggu Mama. Saat itu Mama merasa bahwa dia sudah tahu nomer Mama dan mengganggu Mama setiap hari untuk balas dendam. Tapi ternyata saat itu, Papa kalian belum tahu kalau itu nomer Mama dan mengira Mama benar-benar seorang malaikat.” Jawabku jujur.

“Dan Mama tidak membalas pesan Papa? Jahat sekali…”

“Mama memang jahat, tapi itu dulu. Sekarang Mama sudah berubah menjadi putri yang baik hati. Iya ‘kan nak?” aku menoleh menghadap kanan dan kiri, memandangi wajah mereka.

Mereka memutar bola mata bersamaan. “Terserah Mama,”

=

_Hei_

_Malaikat?_

_Aku sudah tahu sekarang. Kau seorang senior dari kelas senior Yueyan ‘kan?_

“Eh? Bagaimana dia bisa tahu?!” aku memekik kaget. Aku bahkan tidak perduli dengan pengunjung kedai yang melihatiku dengan tatapan yang mengganggu. Tapi untuk ini, aku perduli: Yixing terlihat tidak suka.

“Tidak bisakah kau benar-benar bersamaku? Sepertinya pikiranmu sedang berada di tempat antah berantah.” Yixing mendecakkan mulutnya.

“Ah, Xing-xing… maaf.” Aku menunduk, memandangi mi lobak milikku yang tinggal separuh. Merasa bersalah. Jelas saja, baru sebulan lalu kami berbaikan dan aku lagi yang membuatnya marah.

“Siapa sih, yang mengirimimu pesan dari tadi?” tanyanya kesal. Oh, ini tidak bagus. Ini sangat tidak bagus. Ini bencana!

“Aku ‘kan sudah pernah bilang, dia orang yang mengirimiku pesan tidak jelas.” Jelasku. Wajah Yixing menjelaskan ekspresi kesal dan marah. Aku semakin menunduk. Takut Yixing seperti saat itu, menjauhiku.

“Kau tahu, perasaan ini membuatku tersiksa.” Cerocos Yixing. “Sini, kemarikan ponselmu.”

*Tingtong

*Tingtong

Sial! Kenapa disaat-saat seperti ini ponselku malah berbunyi?! Aku memandangi wajah Yixing, lalu ponselku, lalu Yixing lagi berkali-kali. Apa yang akan dia lakukan pada ponselku? Apa dia akan membalas pesan Luhan dengan marah-marah? Atau lebih parah lagi, dia membaca pesan-pesanku sampai atas? Tuhan… bagaimana ini?

*Tingtong

“Aku kekasihmu ‘kan, Wan Qiaotian?”

*Tingtong

“Ponselmu, Qiao.”

*Tingtong

“Kau tidak mempercayaiku? Kau takut padaku? Kau berselingkuh?”

“Tidak, Xing! Aku tidak melakukannya.” Ucapku sambil menyodorkan ponselku pelan-pelan. Dia menyahutnya kasar, lalu mengutak-atik ponselku. Aku hanya pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

 “Senior Wan, iya ‘kan?”

“Senior, aku minta maaf.”

“Aku sangat minta maaf.”

“Kau masih marah padaku ya?”

“Jangan marah ya?””

Yixing menoleh kearahku setelah membacakan pesan singkat dari Luhan. “Siapa dia? Kenapa kau menamai kontaknya kacung korea? Kau punya musuh?” tanya Yixing. Aku menggeleng. Sangat keras sampai leherku sendiri sakit.

“Dia adik kelas,” jawabku singkat.

“Adik kelas ya?” Yixing tersenyum. Tapi aku tidak merasakan kehangatan dibalik senyumannya. Senyumannya kali ini sangat dingin. “Jadi itu kesibukanmu saat aku selalu memikirkanmu? Mengencani adik kelas?”

“Aku tidak mengencaninya, Yixing!” jawabku tegas.

“Qiao,” Yixing memanggilku lirih. “Apa aku sudah bilang tadi kalau perasaan ini menyiksaku?” tanyanya. Aku memandanginya dengan perasaan campur aduk. Mungkin jika ini kartun, akan muncul sebuah tanda tanya besar diatas kepalaku. Aku benar-benar tidak tahu apa yang dimaksud Yixing.

“Tahukah kau bahwa aku sedang mengalami masalah?” tanyanya lagi. “Ayah dan ibuku mengenalkanku pada seorang gadis korea sebulan lalu. Mereka bilang, dialah calon istriku. Maka dari itu, aku kembali padamu. Aku tak ingin kehilangan dirimu.” Yixing mengembalikan ponselku. Lalu ia memalingkan muka. “Tapi sepertinya aku harus melepasmu.”

Tapi sepertinya aku harus melepasmu…

Sepertinya aku harus melepasmu…

Aku harus melepasmu…

Melepasmu…

 

“Xing, jangan marah padaku. Aku tahu itu hanya cerita karanganmu. Iya ‘kan?” tanyaku memastikan. Dia menggeleng lemah.

“Apa aku pernah mengarang cerita sepahit ini? Aku tidak pandai bersastra, Qiao. Kau tahu itu.” Yixing menatap mataku. “Qiao, ak-”

“Xing-xing, kita bisa menyelesaikannya bersama.” Aku merasakan airmataku sebentar lagi mengalir. Perih.

“Tolong jangan panggil aku Xing-xing lagi.” Ucapnya. “Lagi pula kau sudah punya penggantiku.”

“Xing-Xing…”

“Kita berteman saja ya?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mom Told MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang