BAB 1

1K 111 213
                                    


"Hidup itu penuh dengan kejutan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi satu detik kemudian. Mendapat rumah seharga 25 miliar, misalnya."

***

Udara dingin AC di ruangan itu tidak berhasil membuat pelipis kedua perempuan yang sedang duduk dengan tegang itu kering dari keringat. Mereka sangat gugup, terasa keringat kecemasan mengalir di punggung keduanya.

"Tahu, kenapa saya memanggil kalian?" tanya pria paruh baya di hadapan mereka, pria maskulin kaya raya yang meciptakan beberapa perusahaan sukses di negeri ini. Garis wajahnya yang keras membuat kedua perempuan itu semakin menegang.

Trisa dan Syila, dua sahabat yang sama-sama bekerja di salah satu perusahaan properti yang dipegang oleh Pak Bagas di Jakarta.

Trisa menelan ludah, pikirannya hanya mengingat apa yang dia lakukan sepanjang hari, mencari kesalahan yang mungkin saja membuat bos mereka marah besar.

"Sepertinya kami membuat kesalahan. Mohon maaf, Pak." Syila menundukkan kepalanya setelah berkata seperti itu, padahal dirinya tidak mengingat sama sekali bahwa mereka melakukan kesalahan.

Dalam hitungan detik, Trisa dan Syila tersentak. Bagaimana tidak? Bos mereka yang tadinya terlihat menyeramkan itu tiba-tiba tertawa sangat keras, hingga menggema di ruangan itu.

"Ha ha ha ... apakah harus melakukan kesalahan dulu baru bisa saya panggil? Tidak semudah itu, Ferguso ...." Ternyata, bos mereka bisa melawak juga.

"Jadi, kenapa kami dipanggil, Pak?" Trisa memberanikan diri bertanya.

Pak Bagas memainkan jenggotnya yang sedikit itu, lalu badannya menegak, "Jadi, maksud saya memanggil kalian berdua adalah," ia diam sejenak, "kalian berhak mendapatkan hadiah berupa rumah seharga 25 miliar! Yeay!"

Bukannya girang, Trisa dan Syila kompak mengedipkan mata berkali-kali.

Syila menghela napas, "Pak, jangan main prank-prankan dong. Nggak seru ih."

"Iya, masa bapak main penipuan sih," tambah Trisa sambil tertawa.

Perempuan yang sama-sama cantik itu tidak mempercayai bos mereka sama sekali.

Pak Bagas melebarkan bola matanya, raut wajahnya kembali serius kemudian, "Saya memang suka bercanda, tapi kali ini saya tidak bercanda, ini sertifikat rumahnya," katanya sambil menyodorkan selembar amplop berisi sertifikat.

Kali ini gantian bola mata kedua perempuan itu yang melebar, mimpi apa mereka kemarin hingga bisa mendapat hadiah yang luar biasa tersebut. Oh! Sepertinya malam ini kedua perempuan itu tidak akan bisa tidur nyenyak.

Syila membenarkan kunciran kuda rambutnya yang panjang.

"Tidak usah sungkan, alasan kalian mendapatkan hadiah ini karena selama delapan tahun bergabung di perusahaan saya, kalian tidak pernah mengecewakan, walau hanya bagian marketing, kerja kalian sangat bagus dan bertanggung jawab. Bahkan pelanggan dari mana saja mengakui cara kerja kalian yang bagus. Ini kuncinya." Pak Bagas menyodorkan sebuah kunci rumah.

"Trisa, please bilang ke gue ini bukan mimpi," Syila menatap sertifikat rumah dan kunci itu dengan tatapan kosong.

Trisa menatap bos mereka, ia menyibakkan rambutnya yang sebahu itu, "Pak, saya kayaknya udah gila deh. Baru aja banget nih pak saya ngayal bapak ngasih kita rumah seharga 25 miliar, Pak! Wah. Habis ini belikan saya obat anti halusinasi ya, Pak!"

Pak Bagas menghela napas keras-keras. "Capek ya saya ngomong sama kalian lama-lama. Ini bukan mimpi Syila ... dan Trisa kamu belum gila kok, nggak tahu kalau besok," dia nyengir membayangkan kalau Trisa benar-benar gila esok hari.

Sahabat 25 Miliar [END]Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα