Part 21

686 39 8
                                    

Central Park, tiga hari setelah pernikahan Razi dan Tami

Bunyi tuts keyboard terdengar nyaring dan beruntun seperti mitralyur dalam perang Vietnam, diiringi dengan suara halus printer yang menelurkan berlembar-lembar laporan dan dokumen penting yang dikirim dari kantor pusat.

Marvish berkonsentrasi penuh menyelesaikan pekerjaan di dalam kantornya yang sejuk dan berukuran cukup besar. Lima menit berikutnya, diakhiri dengan menekan tombol enter kuat-kuat, selesai juga laporan tahunan yang sudah dari dua minggu lalu dia kerjakan. Dia meregangkan tangan dan mengusap wajah, lalu menyeruput kopinya yang sudah dingin.

Tanpa sengaja dia melihat kalender bulan itu, ada hari yang sudah dia tandai dengan spidol biru, dengan nama Razi di bawahnya. Tersentak seperti ingat sesuatu, dia membuka salah satu marketplace di internet dan mencari beberapa akesoris dan buku,

Mierda!"

Marvish mengumpat pelan, laporan tahunan dari kantor pusat benar-benar membuatnya lupa dengan hari ulang tahun seseorang yang sudah menyelamatkan hidupnya beberapa kali...

London, tiga tahun lalu

Salju turun perlahan membasahi Fordham Park yang sunyi senyap. Pohon Maple tanpa daun bergoyang ditiup angin malam, membuat butiran salju yang menempel di rantingnya berguguran. Tak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali, warga sekitar mengurung diri di flat mereka, menikmati secangkir coklat panas atau semangkuk scotch broth panas dengan irisan roti.

Tak ada yang mempedulikan atau bahkan melihat sesosok tubuh bersimbah darah di bawah pohon dekat taman bermain. sosok itu sesekali berusaha bangkit namun kemudian ambruk. Dia mengerang, berbicara parau dalam bahasa catalan, berharap detik itu ada mukjizat turun ke bumi. Namun sepertinya hampir mustahil, tak ada seorangpun yang akan berjalan melewati terowongan pendek ini.

Tangan dan telinganya sudah terasa sangat sakit karena udara dingin, ditambah dengan luka memar di beberapa titik. Kesadarannya sudah diujung tanduk manakala sayup-sayup dia melihat sepasang kaki dengan sepatu kets tebal berlari mendekat,

Lalu dia pun pingsan..

                          *****

Razi agak menyesali hostel pilihannya yang kurang memuaskan, kalimat halus dari kata jelek. Koh Ahong sudah memesan kamar untuknya di The Westbury Mayfair, tetapi entah bagaimana caranya, koh Ahong salah memilih tanggal yang membuat Razi baru bisa menempati kamarnya besok, padahal Razi baru mendarat di London jam tujuh malam dengan suhu minus lima belas derajat.

Segera saja dia mencari penginapan murah karena hanya semalam, pilihan jatuh ke hostel kecil di New Cross Road yang berjarak kurang lebih enam kilometer dari pusat kota. Sebenarnya Hostel itu cukup nyaman, andai saja tidak ada rombongan True Blues yang mengobrol keras tertawa-tawa, membuat Razi tak bisa tidur.

Dia memutuskan untuk keluar menghirup udara segar. Angin musim dingin menampar wajahnya ketika Razi baru saja membuka pintu. Dia merapatkan jaket dan melilitkan syal dua kali, setelah sebelumnya memasang sarung tangan kulit.

Razi berjalan menyusuri Clifton Rise, melewati Roses Kitchen yang terlihat sepi, lalu belok kiri ke Childeric Road. Di ujung jalan sebelum Sanford Street, Razi berubah pikiran, dia memotong jalan menembus pepohonan ke Fordham Park. Bulu kuduknya meremang tatkala melewati taman bermain yang sangat sepi, ah cuma dingin, gumam Razi, mencari alasan logis.

„...."

Suara parau dan berat itu membuat Razi terlonjak kaget. Dia berdiri mematung dekat pagar tali pembatas pasir untuk bermain, walaupun hampir tersamarkan oleh bayangan pohon, Razi bisa melihat ada sosok pria terkulai tak sadarkan diri, setelah sebelumnya sempat melambaikan tangan seperti mencari pertolongan.

Love of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang