Part 3

1.1K 54 0
                                    

Pak Michael sedang duduk di teras dan membuka lembaran koran pagi yang baru saja di antar oleh loper koran. Dahinya sedikit berkerut ketika membaca bagian IHSG dan valuta asing. Dalam diam, otaknya bekerja mengolah beberapa strategi penting yang akan dia bawa pada rapat esok hari.

"Ayah, sarapan dulu."

Pak Michael menghela napas agak panjang, sebenarnya dia tipe orang yang tidak suka diganggu jika sedang berpikir, namun dalam rangka profesionalitas, saat ini posisi dia adalah sebagai kepala keluarga Halim, bukan CEO PT. Manova Futures tempat dia bekerja. Dia beranjak dari duduknya dan melangkah ke meja makan, dimana sudah terhidang ketupat sayur dan bubur kacang hijau.

"Tami sama Razi mana, Bu?," dia menyendok ketupat dari mangkuk besar dan menaburinya dengan bawang goreng,

"Ah Ayah ini kayak gak pernah jadi penganten aja." Sikut Bu Rahmi, bertepatan dengan Razi keluar dari kamar diikuti istrinya, mereka sudah memakai baju santai dan terlihat segar.

"Eehh panjang umur penganten baru, yuk makan temenin Ayah." Pak Michael menarik kursi di sebelah,

"Udah makan Om tadi," jawab Razi,

"Jewer juga nih masih manggil Om," ketus Pak Michael, "Yang bagusan dikit gitu, Ayah, Abah."

"Eh.. i,iya Ayah, udah makan tadi." jawab Razi nyengir,

"Udaahh makan lagi, temenin sini, kamu juga Tami makan lagi ya." seakan tak peduli anak dan menantunya sudah sarapan, dia menuangkan ketupat sayur ke mangkuk kedua untuk Razi. Yang disuruh makan hanya bisa manut, selain itu, sebenarnya dia masih lapar, bukan Razi namanya jika belum makan dua porsi.

Sarapan pagi itu berlangsung hangat. Baru kali ini Razi bisa berbincang banyak dengan mertuanya, karena sebelumnya mereka baru dua kali bertemu, ketika Razi datang sendiri untuk mengkhitbah Tami dan kedatangan kedua untuk memperkenalkan keluarganya, itu pun tak lebih dari satu jam. Di perbincangan pagi itu, Razi lebih banyak mendengar obrolan dari Pak Michael.

Bu Rahmi yang lulusan psikologi segera sadar bahwa Razi memiliki bakat persuasif yang kuat. Dia jelas bukan broker, namun bisa nyambung membahas perkembangan IHSG dengan cara menarik Pak Michael mengajarkan teori-teori transaksi saham tanpa sadar, bahkan Bu Rahmi pun sempat terbawa menjelaskan beberapa poin penting dalam psikologi perusahaan.

Pantes aja anak gue kesengsem, pikir Bu Rahmi. Sementara orang tuanya terkagum-kagum dengan menantu baru mereka, Tami merasa jatuh cinta untuk kesekian kalinya, dari semenjak Razi menginjakkan kaki di rumah ini dan menyatakan keinginan membangun rumah tangga dengan Tami di depan kedua orang tuanya.

*****

"Raz, soriii banget ganggu, tapi ini ada sedikit masalah sama klien dari Surabaya, dia dateng langsung tadi pagi dan sekarang ngotot pingin ketemu lo."

Suara Alex terdengar panik di telepon, Razi yang sedang membantu istrinya cuci piring sempat terdiam sambil menyeka busa di tangan,

"Yah lo gimana sih, kan gue udah bilang gak bisa diganggu nyampe Senin minggu depan, ini minggu cooyy, lagian kan ada si Olaf yang bisa handle" Razi menggerutu tertahan sambil berjalan keluar ke taman samping rumah, dia tidak mau hari-hari pertama pernikahannya harus terkontaminasi dengan urusan kantor.

"Olaf sakit dari tiga hari lalu, emang dia gak cerita? tuh anak songong makan rujak pake cabe sepuluh biji, sekarang mencret-mencret dah nyampe lecet, iyaaa bentar napa!" terdengar seseorang mengetuk pintu ruangan Alex keras, "Pokoknya gue tunggu solusi dari lo setengah jam dari sekarang"

Telepon ditutup, Razi mulai bimbang, hari ini rencananya mereka berdua akan berangkat bulan madu ke Pattaya, tetapi jika klien kantor dibiarkan, dia tidak yakin Alex bisa menangani sendirian,

"Kenapa Mas?," tanya Tami sambil menghampiri Razi di luar,

"Kantor nelepon, katanya ada urusan mendadak sama klien, gimana ya?" hati-hati Razi menjelaskan keadaan,

"Lama gak? kalau cuma ketemuan mungkin bisa bentar, kamu minta anter Mang Ajat aja" saran Tami,

"Gapapa nih?" tanya Razi,

"Daripada kelamaan mikir, mending kamu siap-siap sekarang, gapapa kok, asal bisa beres sebelum jam dua belas, aku bisa siapin semuanya sendiri."

"Tapi, masak udah jauhan aja sih..." Razi bergumam lirih,

"Kenapa?"

"Eh nggak, yaudah aku siap-siap dulu ya" Razi berlari ke kamar, hanya butuh waktu tiga menit bagi dia untuk berganti pakaian dengan kemeja dan celana jeans casual plus sepatu kets, tak lupa juga tas selempang Fossil kesayangannya.

Setelah meminta izin kepada mertuanya dan mengecup kening Tami sebelum berangkat, mobil Harrier XU60 yang disopiri Mang Ajat menggelinding keluar dari parkiran rumah bergaya spanyol nomor 27 dengan Razi yang duduk di bangku belakang.

Kantor real estate milik Razi ada di daerah Kota Kasablanka. Ketika mobil memasuki tol Jakarta-Tangerang, rasa cemas yang agak aneh menyelimuti pikiran Razi, Tami lagi apa ya, kok kepikiran dia, batinnya,

Ada rasa khawatir menyelinap, yang membuatnya tanpa sadar menekan tombol dial di nomor istrinya,

"Assalamualaikum halo mas, halo?" jawab istrinya di telepon,

"Waalaikumsalam, maap kepencet hehe"

"Oohh, yaudah hati-hati di jalan ya"

Tami menutup telepon, rasa cemas di dada Razi sedikit reda, tapi masih belum membuatnya tenang,

"Halo mas? ooh kepencet lagi, oke bye" jawab Tami sepuluh menit kemudian,

"Halo kenapa? aku? nggak kok gapapa, oke dadaah" jawab Tami setelah Razi tiga kali menanyakan kabar,

"Halo mas, kepencet lagi? iih hape nya kenapa deh? oke daahh"

"Halo mas, kok dari tadi kepencet melulu sih, ada apa, Mas?"

"Mmm sebenernya... cuma pingin denger suara kamu aja sih." Jawab Razi kikuk, "aku... kangen."

Bersambung























Love of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang