Jeda 2

22.5K 5.1K 652
                                    

Haloooo, sory dory dodolan mery, aku baru nongol. Kemarin repot banget, dan moga suka ma part ini. Part paling lama ku tulis, coz ketik hapus muluk mulai dari kemarin.

Happy reading

🐊🐊🐊

Rino mengurai lipatan tangan di dada saat Ze menutup pintu kamar hotel yang di bookingnya. Rino maju selangkah dari pintu kamarnya yang ia gunakan bersandar. "Gimana dia?" tanya Rino cemas.

Ze tersenyum tulus melihat kekhawatiran Rino. "Sudah baikan, Pak," sahut Ze menenangkan. "Mungkin Mika tidak pernah melakukan perjalanan jauh, jadi mabuk dia," imbuhnya.

Pria itu mengangguk. Ada kelegaan luar biasa yang dia rasakan mendengar penuturan Ze. Rino begitu cemas melihat kondisi Mika. Wajah pucat dan mual-mual dalam pesawat, membuat Rino kasihan. Selama di pesawat, Mika lebih banyak tidur karena efek obat anti mual. Wanita itu bahkan takut memasukan makanan dalam porsi besar, sebab semua makanan itu akan dikeluarkan lagi oleh perutnya.

Rino pun sampai harus meminta minuman hangat beberapa kali kepada pramugari untuk menenangkan perut Mika yang bergolak. Rino khawatir dan beruntungnya, Ze yang pengertian, menyarankan untuk bertukar kursi dengan Rino, sehingga Rino dengan mudah mengurus Mika. Meskipun tidak bisa berbuat banyak, setidaknya Rino berada didekat wanita itu. Dia tak bisa abai begitu saja kepada Mika walau kemarahan masih bercokol kuat dalam hati Rino. Andai dia tahu keadaan Mika akan semengenaskan seperti itu, mungkin dia akan memaksa memakai jet pribadinya, dan Mika bisa beristirahat dengan lebih nyaman.

"Ya, sudah. Sepertinya dia tidak bisa ikut presentasi, kamu saja yang gantikan dia," perintah Rino diangguki oleh Ze. "Ze...." Rino menjeda sebelum masuk ke kamarnya. "Tolong jaga dan rawat dia. Kalau ada apa-apa, segera panggil saya," pinta Rino.

"Baik, Pak."

Rino nengangguk seraya tersenyum kecil sebelum benar-benar menutup pintu kamar. "Setelah sarapan, kita langsung ke tempat presentasi."

"Baik, Pak."

"Kamu istirahatlah, besok saya beritahu kapan turun," perintah Rino lagi.

Ze mengangguk. "Baik, Pak." Ze kemudian masuk, sedangkan Rino mematung memandangi pintu yang tertutup.

Kaki Rino rasanya sudah tak bisa ia tahan untuk tidak masuk ke kamar Mika, dan memeluk wanita itu, namun keadaan tidak memungkinkan. Bukan hanya karena keberadaan Ze, tetapi amarah masih menyelimuti mereka karena pertengkaran minggu lalu.

🐊🐊🐊

Mika menggeliat pelan dalam tidurnya karena alarm tidur dalam kepalanya berbunyi. Pupil Mika mengerjap menyesuaikan bias cahaya  yang menembus. Sedikit bingung dengan keberadaannya, ini bukan kamarnya. Mika bergeming, sekelebat ingatan perjalanan ke New York berputar jelas di kepala.

Ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Menurunkan kaki dan melangkah ke sofa dengan kepala yang masih berat. Membuka tas ransel, meraih ponselnya dan menggerang melihat jarum jam menunjukkan pukul dua belas siang waktu setempat.

Mika menghempaskan tubuhnya di sofa, menghela napas juga menutupi wajahnya dengan satu tangan. Rasa sesal berkembang dalam hati, sebab ia merepotkan Ze dalam mempresentasikan produk mereka di depan pemilik departement store. Tetapi, jika ia memaksa ikut juga tidak lebih baik.

Menyingkirkan rasa sesal untuk Ze, Mika memilih membersihkan diri. Ia butuh mandi agar tubuhnya kembali bugar. Di udara selama 24 jam membuatnya tak berdaya. Selama ini Mika bepergian sebatas wilayah  Indonesia dan negara tetangga saja tidak sejauh ini. Oleh sebab itu, tubuhnya yang kurang fit, protes dan menyebabkan mabuk perjalanan.

Affair with the Boss (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now