7

4.7K 1K 132
                                    

Info niy gaes, aku ga punya simpanan bab cerita ini lagi jadi yang pengen banget baca lanjutannya silakan kirim komen penyemangat biar aku termotivasi nulis lagi 🤗 ingat loh, komen penyemangat bukan yang 'next' ato 'lanjut Thor', unless you ngasih angpao ke bebeklucu 🤪

Aku harusnya pasang tampang cool saat masuk ruang kramat, tapi otak recehku malah menyentil bibir melepaskan kikikan. Bos nomor satu mendelik mendengar suara konyolku dan bergegas aku berdehem, lalu berjalan cepat menuju meja kerjanya. Aga menyandarkan punggung dan menatapku datar. Kata Tata, datar adalah hak cowok ganteng jadi jangan digugat. Bagiku, datar itu pertanda ada masalah di otak miringnya.

"Pagi, Pak. Tadi Mas Izhar bilang saya dipanggil Pak Aga. Ada apa ya?" Di belakang, boleh aku ikut-ikutan menghujat keajaiban bos. Di depan, wajib pasang tampang apalah-saya-kecuali-babu-anda. Rules numero uno, jangan melangkahi aura bossy atasan.

Aga menghela napas pendek sebelum berkata, "Saya punya masalah menyesuaikan jadwal kerja di sini dan waktu tidur saya..."

Maksud kisanak disorientasi? Terus masalah buat gue? Calm, Cer, jangan mikir aneh.

"Kemarin saya..." Aga berdecak dan menggosok kepala menyebabkan rambutnya berantakan, "intinya gini deh, gue bahas ini sama Izhar. Gue nggak bisa kerja pagi, itu ganggu periode adaptasi gue. Dia kasih gue saran untuk kerja di rumah dan di jam yang gue bisa. Selama gue butuh sesuatu dari kantor, lo akan siap buat bantuin gue. Either ambil berkas or catat meeting. I'll make it up to you. You can be my personal assistant or we can put you into operational department, say executive administration."

"Heh? Gimana itu? Apa maksudnya?" Fungsi kerja neuron dalam batok kepalaku mendadak lumpuh. Bos miring ini bicara apa? Dia membahas aku?

Aga memutar bola matanya dengan tampang songong, dilanjut melipat tangan depan dada dan menyipitkan mata seolah berkata 'lo tinggal otak lo dimana?'. Alien ini yang patut dipertanyakan kemampuan komunikasinya terhadap jongos (read: aku). Dia pikir semua orang bisa paham ocehan panjangnya sekali dengar.

"Lo bantu gue kerja," ulang Aga malas-malasan, "anggap aja lo jadi personal assistant selama gue di sini."

"Personal assistant siapa, Pak?" Aku perlu meyakinkan kondisi apa yang akan aku jalani di masa depan.

"Gue," jawab Aga sengak.

"Selama Bapak di sini itu maksudnya berapa lama?" Tanya lebih detail agar tak sesat di jalan. Betul sekali. Aku nggak bisa asal terima posisi tanpa paham apa jobdesk yang aku dapat dari posisi baru ini, terutama benefit posisi ini dibanding posisi lamaku.

"Ya, selama gue di sini."

"Berapa lama, Pak?"

"Kok lo kepo banget? Gue bebas stay di Jakarta selama yang gue mau. Gue WNI, kalo lo lupa." Bos maha benar mulai emosi. Jangan bikin masalah. Tahan diri. Aku masih bisa bertanya detail kerjaku ke Mas Izhar.

"Maaf, Pak," pasang senyum tulus, Cer, "saya nantinya mengerjakan apa saja?"

"Duh, lo nggak paham juga? Lo jadi asisten gue. Lo..." Aga mengibas sebelah tangannya waktu ponselnya berdering. "Lo tanya Izhar detailnya gimana. Lo boleh pergi."

Aku mengangguk, lalu keluar ruangan cepat-cepat. Langkahku terhenti depan kubikel Mas Izhar. Kali ini aku menepikan urusan hierarki bahwa aku ini bawahannya Mas Izhar. Kalau bersinggungan bos nomor satu maha benar yang nggak jelas itu, aku butuh penjelasan lahir bathin.

Aku mengetuk dinding kubikel Mas Izhar. "Meeting bentar sama gue, please," pintaku sok serius.

"Gue lagi sibuk, Cer," tolaknya yang aku balas delikan.

How Could I Possibly Go Wrong?Where stories live. Discover now