b a g i a n 17

4.2K 460 59
                                    

Zion melempar tasnya ke sembarang arah, dasi, seragam ia letakkan begitu saja di lantai kamarnya. Zion menatap lemari kecil khusus bingkai foto di kamarnya. Di sana, semua fotonya dan Vina dulu, sudah ia ganti dengan fotonya bersama Flavia dan teman-temannya.

Foto mereka berdua pertama kali, saat merayakan ulang tahun Flavia di gudang belakang. Flavia tersenyum sangat lebar dengan tangan kanan yang melingkar di pinggang Zion dan tangan kiri memeluk bucket bunga. Dan Zion sendiri, tersenyum kecil dengan krim kue di hidungnya, tangan kanannya memegang kue yang bentukannya sudah hancur.

"Kalian baik-baik aja?"

Laura masuk mengejutkan Zion, dengan cepat Zion kembali menaruh bingkai foto itu di tempatnya. Laura tersenyum tipis, masuk ke dalam  kamar Zion, mengambil seragam Zion yang berserakan di lantai.

"Biar aku aja Kak," ujar Zion, ingin mengambil alih seragamnya.

Laura tersenyum kecil. "Biar Kakak aja," Laura memeluk seragam Zion.

Zion tersenyum tipis. "Beruntung banget Bang Rayyan dapetin Kakak."

Laura tersenyum, mengusap punggung Zion lalu mengecup pipi Zion sebelum keluar dari sana, kembali meninggalkan Zion dengan semua keheningan. Jika sudah begini, Zion jadi rindu Flavia-nya.

Zion keluar dari kamar, saat melewati ruang kerja Abangnya, langkah Zion berhenti, ia memasuki ruangan itu. Pertama kali yang ia lihat adalah foto keluarga dengan bingkai besar tergantung di tembok, di meja kerjanya, ada foto anaknya yang terlihat sangat menggemaskan.

Karna bosan ingin melakukan apa, Zion membuka lap top Rayyan, hendak bermain game di sana, tapi ada yang membuatnya lebih tertarik. Struktur perusahaan Rayyan. Bukan hanya itu, ada satu nama yang membuat senyum miring tercetak di bibir Zion.

Buru-buru Zion keluar dari ruangan itu, berlari menuruni tangga dan melajukan motornya menuju suatu tempat.

Motor Zion berhenti di parkiran gedung besar itu, Zion tersenyum tipis saat ada beberapa orang yang menyapanya. Zion memasuki kantor Abangnya tanpa mengetuk pintu lebih dulu.

"Knock, please," ujar Rayyan tanpa mengalihkan pandangannya dari map yang berada di tangannya.

"Nggak ada waktu."

Suara Zion membuat Rayyan mengernyit dan mengalihkan pandangannya dari map ke adiknya. Rayyan tersenyum simpul, menatap Zion yang sedang mengatur nafasnya. "Tumben nyamperin gue?" tanya Rayyan membuat Zion menghela nafasnya berat.

"Bang gue bisa minta tolong nggak?"

"Lo adek yang dateng pas butuh doang tau nggak?"

Zion berdecak kesal. "Bang, gue serius."

Rayyan tertawa lebar membuat Zion menatapnya tidak suka. Adiknya ini memang tidak bisa diajak bercanda. "Oke, kenapa?"

Zion tersenyum kecil, membuat Rayyan yang jarang melihat senyum hadir di wajah Zion bingung. Pasti ada yang direncanakan oleh adik kecilnya ini.

• • •

Zion mengikuti langkah kaki Flavia yang terlihat sangat lambat. Dari belakang sini, Zion bisa melihat Flavia berkali-kali mendonggak menatap langit lalu kembali menunduk. Zion sangat merindukan tawa lepas dari sosok Flavia. Lalu langkah Zion berhenti, takut Flavia menyadari kehadirannya.


Zion membulatkan matanya saat melihat Gladys keluar dari perpustakaan, pisau kecil di tangan kanannya. Sebelum Gladys sempat menarik tangan Flavia, Zion lebih dulu menarik lengan perempuan itu, membawanya masuk ke perpustakaan.

-ZDove le storie prendono vita. Scoprilo ora