sequel 1/2

4.4K 305 6
                                    

“fi!” aku merasakan seseorang menepuk bahuku. Saat berbalik, ku lihat ryan dengan gita tersenyum. Aku membalas senyuman mereka sambil melanjutkan perjalanan ke dalam kampus.

Hari ini adalah hari pertama kami memasuki kehidupan kampus. Sebagai pengenalan, kami di berikan masa orientasi yang si sebut ospek. Berhubung baru hari pertama, kami masih dalam keadaan normal. Kabarnya, selama ospek berlangsung kami para mahasiswa baru akan berdandan layaknya orang gila.

“kau sudah menemukan kostan?” ryan bertanya begitu kami memasuki aula tempat mahasiswa baru di kumpulkan. Aku mengangguk.

“jangan-jangan kau malah satu kostan dengan abangmu” gita mencibir mengingat aku sudah mempunyai dekingan di kampus ini. Abangku seorang mahasiswa tingkat akhir yang teman sekamarnya sudah wisuda. Jadi, aku menggantikannya.

“kalau kau yan? git?” aku memandang mereka yang menunjukkan eskpresi berbeda

“aku sudah. Aku ngontrak bareng anak-anak dari SMA kita” jawab ryan.

“aku masih numpang di kostan fani. Aku belom menemukan kostan. Huffftt” gita menghela nafas.

“di sebelah kostanku ada kostan perempuan. Aku rasa disitu masih ada yang kosong. Kau mau ngekost disitu?” gita mengangguk sambil tersenyum cerah. Ryan menoyor kepala gita.

“ngak boleh. Kau jadi berdekatan dengan alfi” wajah cerah gita seketika berubah menjadi cemberut. Ah! Aku melupakan sesuatu. Mereka sudah jadian sejak seminggu insiden penusukan tama itu. Jika dihitung-hitung, mereka telah bersama selama 7 bulan. Lalu Bagaimana denganku? Ck! Jangan tanyakan kisahku.

Aku langsung pindah dari rumah begitu mendengar pengakuan fandi. Aku benar-benar bingung serta jijik dengan pengakuannya. Bagaimana bisa dia mengatakan dia menyukaiku?  Tidak apa-apa jika kami pernah berciuman. Tapi tidak dengan pengakuan itu. Aku benar-benar tidak habis fikir dengannya.

Ketika itu, aku yang baru seminggu keluar dari rumah sakit meminta izin ngekost ke orang tuaku. Bundaku mengamuk, mengingat kondisiku yang belum pulih. Ayahku tidak memberikan izin atau menolakku. Tanpa sepengetahuan bunda, aku packing barang-barang dan memindahkannya sendiri.

Bunda marah besar dan tidak memberiku uang saku. Bahkan tidak menatapku ketika aku pamit mengambil barang terakhir.
Seminggu kemudian, bunda malah mengantariku makanan dan terus berlanjut ke minggu-minggu berikutnya. Beberapa kali fandi datang ke kostanku, aku diam di dalam kamar dan menyuruh teman sebelah kamar mengatakan kalau aku tidak sedang di kost.

Terkadang aku merindukannya dan menyesali perbuatanku yang menolak bertemu dengannya. Tapi, dia benar-benar tidak pernah datang lagi. Terakhir ku lihat dia sedang menemani pacarnya membeli buku di gramedia. Aku segera pulang begitu melihatnya. 7 bulan sudah aku tidak melihat wajah menyebalkannya serta yang kurindukan itu.

“kepada mahasiswa baru, diharapkan memasuki aula. Karena acara akan kita mulai” aku segera mengajak gita dan ryan bergabung dengan yang lain. Saat memasuki ruang tengah aula, disana sudah ada kursi bersusun berdasarkan jurusan. Aku yang mengambil jurusan berbeda dengan ryan dan gita terpaksa berpisah dengan mereka.

“hmm.. kau jurusan teknologi juga?” seseorang menyenggol lenganku. Dia wanita yang sangat cantik dan anggun. Bibir tipis dan meronanya terlihat indah bersamaan dengan hidung mancungnya. Badan mungil yang sangat terlihat pas dijadikan anak sma kelas 1. Tapi, dia sekarang memakai seragam hitam putih menandakan dia seumuran denganku.

“iya” aku mengangguk mengiyakan setelah tersadar dari keterpesonaanku. Dia benar-benar cantik dan imut dalam waktu bersamaan. Naluri laki-lakiku langsung bangkit melihatnya.

“kenalin aku rasya” dia mengulurkan tangannya kepadaku. Aku segera menyambut uluran tangannya yang mungil.

“alfi” dia tersenyum malu ketika mencoba melepaskan tangannya dari genggamanku.  Aku tersenyum kikuk melihat tingkahnya. Ku perhatikan ke sekeliling, semua mahasiswa baru sudah menempati kursinya masing-masing. Pembimbing ospek memasuki ruangan bersamaan dengan senior-senior yang menjadi pembina ospek.

Setelah memberikan pengarahan selama 2 jam untuk kegiatan kami hari ini serta dua hari kedepan, kami pun di bubarkan.

Setelah di beri instruksi untuk pulang, para mahasiswa baru mulai meninggalkan kampus. Ryan dan gita meminta izin pulang duluan kepadaku untuk mencarikan kostan gita. Aku memutuskan berkeliling kampus karena malas sendirian di kost.

Aku menaiki tangga fakultasku menuju atap. Lima lantai yang dimiliki gedung ini membuatku kecapekan menaiki tangganya. Aku terlalu malas menggunakan lift karena sesak. Aku yakin, banyak mahasiswa yang mengantri menggunakan lift.

Aku menghirup nafas dalam begitu mencapai atap. Sembari mengatur nafas, aku mengedarkan pandangan ke setiap sisi atap ini. Kampus modern ini ternyata telah di fasilitasi taman atap. Beberapa bunga dan pohon tumbuh di berbagai tempat. Di sudut kiri sana terdapat pohon pinus yang telah tumbuh lumayan besar kira-kira setinggi 3 meter. Di bawahnya terdapat beberapa bangku untuk duduk. Aku melangkahkan kaki menuju kesana.

Langkahku terhenti ketika dari lift, keluar sepasang kesasih yang menuju tempat itu juga. Pintu lift ke tempat itu memang lumayan dekat dibandingkan tangga darurat yang aku naiki. Aku berdecak melihat kelakuan mereka yang langsung main sosor tanpa melihat keadaan. Aku menatap mereka dari jarak 15 meter sambil menggelengkan kepala.

Semakin ku perhatikan, sosok pria yang sedang mencumbu gadis itu semakin ku kenal. Aku memicingkan mata untuk mempertajam penglihatan dan ingatan akan pria itu. Aku tetap mematung di tempat berusaha mengingat sosok itu. Sosok yang ku perhatikan tak sengaja menatapku dari kejauhan. Dia menepuk punggung sang gadis untuk menghentikan aksi mereka. Setelah melepaskan wajahnya dari pagutan wajah gadis itu, sosok itu berdiri dari kursi. Aku terbelalak kaget begitu mengenali sosok itu.

“fandi” lirihku. Aku segera membalikkan badan menuju tangga darurat yang aku naiki tadi. Ku dengar langkah kakinya mendekat mengejarku. Aku segera mempercepat langkahku menuruni tangga dengan sedikit berlari. Namun, aku kalah cepat dengannya. Di lantai keempat dia berhasil meraih bahuku dan melempar tubuhku ke dinding.

“kau!! Kemana saja hah?” fandi menatapku garang. Aku mengalihkan pandangan ke arah lain. Dia mencengkram daguku untuk menatapnya. Aku kukuh untuk tidak menatapnya. Aku yang semula hanya menganggap dia menyebalkan sekarang jadi membencinya setelah melihat adegan barusan. Aku membencinya.

“alfi! Jawab aku” aku merasakan darahku mendidih di dada. Rasa sesak saat melihat dia bercumbu dengan gadis itu serta rasa marah begitu melihatnya lagi dalam keadaan yang sangat menjijikkan bercampur dengan rasa rinduku. Hati kecilku masih berteriak rindu kepadanya. Bagaimana tidak? Dia adalah sahabatku dari kecil. Sahabatku dari masa kami mandi berdua tanpa menggunakan apa-apa, sahabat dari masa aku dan dia berebut mainan hingga akhirnya dia mengalah.

Sahabat yang melindungiku ketika di kejar anjing. Sahabat yang meniup lukaku ketika jatuh dari sepeda. Dan sahabat yang mengecewakanku ketika dia mengatakan akan ke amerika. Serta sahabat yang aku cium dan menciumku balik ketika aku dengan bodohnya mencoba hal yang sangat ku sesali. Mataku berair mendengar dia menghela nafas pasrah. Hatiku benar-benar berkecamuk sekarang.

“katakanlah sesuatu. Aku hanya merindukanmu fi. Kau menolak bertemu denganku setelah insiden itu. Segitu jijiknya kau denganku? Segitu jijiknya kau dengan perasaanku?” aku menjatuhkan air mata mendengar kata-kata putus asanya. Dia menghela nafas panjang kemudian menyenderkan kepalanya di bahuku. Aku menengadahkan kepala agar air mataku yang memalukan ini tidak dia sadari jatuh semakin banyak.

“aku minta maaf. Jika itu membuatmu jijik” dia menegakkan kepala lalu mengusap air mataku. Aku yang masih enggan menatapnya mencoba untuk sekedar melirik. Dia tersenyum, kemudian pergi menuruni tangga.

Aku merosot jatuh ke lantai. Kutegakkan lututku untuk dijadikan sandaran kepalaku. Aku menangis dalam diam. Hati dan perasaanku benar-benar berkecamuk sekarang. Dia yang kurindukan akhirnya kutemukan. Tapi, dalam insiden yang sangat menjijikkan.

Isakkan pelanku membuat dadaku semakin sesak. Aku memutuskan untuk menangis, toh tidak akan ada yang akan mengetahui aku sedang menangis di sini. Aku benar-benar menyesal membencinya dulu, aku benar-benar menyesal mengabaikannya dulu, aku benar-benar menyesal menciumnya dulu. Aku benar-benar, hiks!  Aku benar-benar menyesal mempunyai rasa untuknya!.

~~~~

Jan lupa tinggalin jejak, reader

Baby Heart ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang