part 1

22.9K 923 35
                                    

Hujan yang dari siang tadi turun belum juga reda. Jam dinding yang terpaku di atas papan tulis itu telah menunjukkan pukul 5 sore.

Dentumannya menggema keseluruh kelas. Aku rasa suaranya sangat tak berguna untuk menggangguku yang hanya sendirian. Haruskah jam itu berbunyi sekeras itu sedangkan dia tau kalau aku hanya sendirian dikelas ini?. Ah tidak! Aku sendirian di sekolah ini. Kembali ku lirik keluar jendela untuk melihat air langit yang masih turun itu. Berharap jumlahnya sedikit berkurang. Tapi naas, jumlahnya malah bertambah.

Berbagai fikiran negatif mulai bermunculan dibenakku. Apakah aku aman pulang sendirian nanti malam jika hujan ini tak kunjung reda?. Apa aku aman di sekolah ini sendirian?
Aishh! Kenapa aku tidak menerima payung yang disuguhkan bunda tadi?. Yang lebih bodohnya aku malah tidak menerima uang pemberian papa. Seandainya salah satu ku terima pasti sekarang aku sudah berbaring nyaman di kasurku sambil menikmati secangkir teh atau coklat panas.
Hpku berdering. Terlihat nama orang yang sangat ku benci muncul disana. Dengan enggan aku menyentuh ikon hijau lalu membesarkan volumenya.

“yak!! Kau dimana anak manja?” kan, dia orang yang sangat menyebalkan serta tak tau sopan santun.

“aku di rumah” dia mendesis kemudian menghela nafas berat. Aku tidak mau memikirkan maksud tindakannya. Terlalu malas serta terlalu, yah intinya malas dengan orang itu.

“aku di kamarmu fi. Kau tau, bundamu dari tadi menelfonku untuk mencarimu. Dasar anak manja menyusahkan”

“jangan mencariku jika itu membuatmu malas” aku benar-benar merasa kesal sekarang. Tak bisakah pria itu bersikap baik kepadaku? Kata-katanya terlalu kasar untuk ukuran sahabat kecil.

“aku berniat begitu. Tapi bundamu menangis mengingat anak manjanya tak membawa payung maupun uang. ‘Oh alfi anakku, dia pasti kelaparan dan kedinginan sekarang’. Kau fikir aku tega melihat bundamu mengatakan itu?” kan, dia meninggikan suaranya lagi. Tak sadarkah dia bahwa aku muak mendengarnya? Ish! Menyebalkan

“katakan kepada wanita itu. Aku di sekokah dan aku tidak kedinginan. Aku berteduh dikelasku” kemudian kututup sambungan telepon itu secara sepihak. Hujan mulai reda. Aku bergegas mengemasi bukuku dan berjalan meninggalkan kelas.

Ternyata fikiran negatif tadi tidak berlaku untuk saat ini. Ah~ syukurlah. Aku jadi bisa pulang dan bisa makan sesampainya di rumah.

~

Jalanan komplek ini masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Yang berbeda, sekarang semakin sepi. Dengan langit yang sudah gelap seluruhnya, memberikan kesan menakutkan kepada siapapun yang lewat. Untung aku tidak penakut. Aku tetap berjalan santai sambil mendengarkan musik dari earphoneku. Apa kata dunia jika seorang alfi, pria tampan jago wushu ini penakut? Malu sama sabuk hitam kalau memang seperti itu.

Aish! Tiba-tiba perutku sakit. Kenapa harus sakit sekarang? Sementara jarak rumah sudah dekat. Tapi, aku tidak bisa menyalahkan perutku. Toh nyatanya aku memang belum mengisinya dari kemaren sore. Jika orang tuaku tau, mereka pasti mengira aku berniat bunuh diri secara perlahan. Tapi aku tidak sebodoh itu. Aku malas makan karena ada pria itu di rumahku dari kemaren sore. Aku membencinya.

Tinnn tinn!!. Aku segera menepikan langkahku agar tidak mengambat sepeda motor yang barusan membunyikan klasonnya. Tapi, kenapa sepeda motor itu tidak mendahuluiku? Seharusnya setelah membunyikan klason, dia pergi mendahuluiku. Sungguh menyebalkan! Sepeda motor itu malah mengekori langkahku. Aku benar-benar kesal lalu membalikkan badan untuk pelihat si pengendara

“hi alfi!” cengiran memuakkan ditunjukkan oleh makhluk menyebalkan yang mengekori langkahku tadi.

Aku menghela nafas malas dan melanjutkan langkahku menuju rumah. “yak! Setidaknya balas sapaanku. Kau membuatku membuang-buang waktu kesekolah tadi. Kau bilang kau di kelas. Tapi aku tidak menemukan siapa-siapa di kelas. Waktuku yang berharga hatus terbuang selama 4 jam mencarimu anak manja!”

“aku tidak menyuruhmu! Dan jangan jadikan bundaku sebagai alasanmu. Aku tau kau bisa menolaknya” dia yg hendak menyanggahku menghela nafas. Lalu tersenyum. Aku hanya melirik sebentar dan kembali melihat ke arah rumahku yang sudah tak jauh

“ya ya ya. Kau selalu menebaknya dengan benar. Tapi, apakah aku harus berdiam diri di rumah sementara sahabatku belom pulang?” lihatlah. Dia mencoba mendramatisir keadaan. Aishh. Menyebalkan.

“jangan berlagak peduli. Sekarang masuklah kerumahmu. Aku ingin istirahat” aku membukakan pintu gerbang rumahnya. Dia masih menatapku meski tetap mengikuti perintahku.

“kau jangan lupa makan. Ku dengar kau tak makan seharian” teriaknya saat aku telah melangkahkan kakiku untuk meninggalkan rumahnya.

“aku tidak akan mati jika tidak makan seharian. Aku pria tangguh fan! Kau tau kan aku pemenang medali emas dua tahun yang lalu?” tanpa meliriknya, aku memasuki rumahku.

“ya! Aku tau! Tapi kau masih anak manja bagi kami!” teriaknya. Aku tersenyum mendengar kata-katanya. Sesaat kemudian menggeleng. Aishh! Dia masih saja menyebalkan.

~

Musik yang mengalun keras dari speaker jumbo tetangga balkonku benar-benar mengganggu konsentrasi belajarku. Kulirik kearah kamarnya. Disana aku melihat siluet dirinya menari gaje dari balik tirai putih transparannya. Aku tersenyum melihat tingkah kekanakkannya. Oh tuhan, kapan pria yang lebih tua setahun dariku itu dewasa? Padahal umurnya sudah 18 tahun. Dia yang asik menari dikasur tiba-tiba jatuh aku mendengar dengan jelas teriakan kesakitannya.

Tanpa pikir panjang aku berlari keluar kamar melalui ruang tamu menuju rumahnya. Ah tidak tepatnya berlari menuju kamarnya. Ku buka paksa pintu kamarnya dan dia telah duduk di tepi ranjang sambil memijit-mijit pergelangan kaki kirinya

“yak bodoh! Kenapa kau terjatuh?” aku menghampirinya dan menggantikan tangannya untuk memijit kakinya. Sesekali ku putar dan kutarik kencang hingga menghasilnya bunyi krek.

“kau melihatku?” dia bertanya sambil mencoba berdiri sendiri

“bagaimana tidak? Kau seperti monyet dikasurmu. Aku tidak bisa berkonsentrasi pada soal-soalku” dia berjalan perlahan kemudian mempercepat jalannnya. Dia tersenyum

“yak! Kau benar-benar jago mengatasi keseleo. Apakah semua atlit wushu seperti ini?” dia menaiki kasurnya kemudia kembali melompat-lompat di kasur king size itu.

“berhentilah seperti anak-anak fandi!” dia nyengir kemudian duduk di tepi ranjang. Aku menghela nafas berat dan pergi dari kamarnya.

“sudah mau pergi? Setidaknya temani aku malam ini. Kau tidak rindu temanmu ini?” aku mencoba untuk tidak peduli tapi dia sudah berdiri disampingku dan merangkul pundakku. Mau tidak mau aku terseret langkahnya kekasur. Dia mendudukkan tubuh kami.

Buuggh!!. Aiiishhh sial. Aku segera melompat kekasur mengambil bantal yang lain kemudian mengejarnya untuk membalas pukulannya tadi. Dia berlari mengelak sambil menertawakan aku yang tidak bisa menjangkaunya.

“makanya jangan pendek!. Kau itu tidak tumbuh atau memang malas tumbuh?” dia kembali menyerangku dengan bantalnya. Meski tidak sakit sama sekali, tapi itu membuatku marah. Ah~ kata marah aku rasa kurang cocok, Aku hanya kesal.

“fandi! Aku 176 cm. Dan aku tinggi” dia menahan bantalku kemudian dia menunduk mendekatkan wajahnya ke wajahku.

“itu pendek bego!” ujarnya tepat di depan wajahku kemudian berlari menaiki kasurnya sambil menertawakanku

“sialan kau!” aku berniat membalasnya. Tapi, pertarungan kami terhenti ketika mama fandi membuka pintu kamar.

“astaga. Kalian sudah dewasa tapi masih juga seperti anak kecil. Ck ck ck. Alfi, fandi ayo makan” kami pun mengehela nafas dan mengikuti langkah mama fandi menuju ruang makan. Sesekali dia mencubit pinggangku. Aku menatapnya garang, tapi dia menoleh kearah lain sambil bersiul. Dia sangat menyebalkan. Kenapa dia harus pulang setelah lima tahun di amerika?. Aishhh! Ini sangat membuat dadaku sesak.

Baby Heart ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang