Sebuah Keputusan

6K 516 5
                                    

Author POV

Pagi-pagi buta Loisa sudah siap bekerja. Dia di jadwalkan subuh jam 5. Chiko masih segan mendekatinya.

"Chiko." Panggilnya.

Chiko hanya menoleh dan memasang kuda-kudanya untuk menyerang. Loisa menghela napas.

"Maaf ya kemarin ga sengaja nginjak kakimu."

Chiko seolah mengerti sehingga badannya terlihat relaks tapi tetap menjaga jarak. Loisa mendekatinya pelan-pelan.

'Grrrrr'

Chiko bersiaga. Loisa hanya merentangkan tangannya sambil tersenyum.

"Sini sayang." Bujuknya.

Chiko mengendus dengan jarak yang lama-lama mendekati Loisa. Loisa hanya tersenyum lalu Chiko menyodorkan pucuk kepalanya ke perut Loisa.

'Uungg'

Sepertinya anjing itu meminta maaf sehingga membuat Loisa tidak tahan dan langsung memeluknya.

"Uhh kamu lucu banget sihh."

Anjing dan tuan saling minta maaf di apartement Loisa. Sementara itu, di rumah Alice. Dia baru bangun dan hendak mandi.

Kemudian dia teringat kejadian kemarin dimana Loisa menangis sambil mencium dirinya lalu sebuah kertas dan bubur kacang ijo.

"Loisa beneran ke sini?" Pikir Alice. "Tahu dari mana?"

Segera dia berlari ke kamar mandi setelah itu dia bersiap-siap bekerja. Bi Ratna menyiapkan sarapannya di meja makan.

Alice turun ke lantai bawah dan menemukan bi Ratna merapikan meja dan kursi.

"Pagi bi Ratna."

Bi Ratna menoleh lalu menyahutinya. Alice sekarang sudah duduk di kursinya sambil memakan sarapannya.

"Bi, kemarin ada yang datang ke kamarku?" Tanya-nya.

Bi Ratna menoleh lalu menghentikan kegiatannya kemudian mengangguk.

"Dia cewek cantik, mas." Bi Ratna diam sebentar. "Dia tidak berani masuk kamarnya mas Al. Katanya mas Al pingsan dengan telanjang dada dan kedua tangan mas berdarah."

Alice mendengar dengan seksama sembari mengangguk pelan. "Lalu?"

"Nona itu turun ke dapur minta bantuan bibi supaya membersihkan kamar mas dan diri mas." Lanjut bi Ratna. "Lalu dia memasak bubur kacang ijo dan membawanya ke kamar mas. Itu saja."

Kemudian bi Ratna ngomel. "Tapi dia buru-buru pergi sambil bilang, 'nanti suruh Al makan buatanku ya, bi. Aku Loisa tapi jangan beritahu dia.' Gitu katanya."

Alice terdiam lalu menghela napas. "Jangan biarkan dia masuk rumah ini lagi, bi. Beritahu ke semua pegawai."

"Kenapa mas?" Bi Ratna tampak terkejut.

"Aku hampir membunuhnya dan membuat papa dulu menyuruhku seperti ini." Alice diam sebentar. "Dia amnesia gara-gara aku."

Bi Ratna menghentikan kegiatannya lalu tersenyum hangat. Dia mengelus kepala Alice seperti anaknya.

"Bibi tidak tahu kejadian masa lalu tuan Leonhart dan mas. Bibi hanya ingin kalau mas Al tidak menghindar dari rasa bersalahnya, mas." Ucap bi Ratna lembut.

"Maksudnya?"

"Hadapi dan perbaiki. Bibi ingin mas memperbaiki hubungan mas Al dengan nona yang kemarin."

Alice diam dan mencerna nasihat bi Ratna yang sudah seperti ibu sendiri.

Loisa POV

Aku memutuskan untuk menjauhi dan kunjungan ke rumahnya kemarin cukup sekali itu saja.

Mukaku mendadak panas ketika kuingat kejadian kemarin. Alice memiliki dada sebidang itu dan perutnya yang.. sixpack.

Aku menutup wajahku sendiri karena tidak bisa menghentikan ingatan itu.

"Apa benar dia perempuan?" Pikirku. "Tapi bodynya sama sekali tidak perempuan. Terlihat seperti cowok macho."

Jantung ini mengajak berantem kemarin. Untung saja aku masih mengingat ada orang di rumahnya.

Ku layangkan mataku ke biodata Alice sewaktu magang di hotel ini. Alamat rumahnya aku dapat dari biodata itu.

"Nama keluarganya Leonhart dan anak dari Frankie Leonhart dan Brandish Smith."

Aku membaca sampai habis.

"Tapi kenapa dia yatim piatu." Gumamku. "Sejak kapan?"

Kuletakkan kertas itu ke fileku. Aku memejamkan mataku sebentar.

"Frankie Leonhart." Aku membuka mataku. "Daddy bilang kalau dia dulu punya teman dekat tapi hubungan mereka diputus sepihak dari temannya."

Aku tatap hp di sebelahku. "Apa aku telpon daddy saja?"

Sebaiknya aku sms saja dia. Aku mengambil hpku dan segera sms.

Hi dad, boleh aku tanya sesuatu? Bagaimana keadaan temen ayah sekarang?

Send

Kuletakkan hpku lalu membaca email tentang pekerjaanku yang menumpuk gara-gara minggu depan akan ada event.

Tring!

Segera kuambil hpku dan tertera nama Dad di layar hpku. Segera ku buka.

Hi little girl, tumben sekali kamu menanyakan temen ayah? Ada apa? Apa ada yang mengganggumu?

.

Tidak dad. Hanya saja itu sedikit membuatku berpikir. Ku harap temen daddy baik-baik saja. Karena daddy dan mommy bilang kalau temen daddy itu orang yang baik.

Send

Aku menghela napas setelah mengirim pesan itu. Tiba-tiba daddy menelepon.

"Hallo dad?"

"Hi little girl. Kenapa itu mengganggu pikiranmu?"

"Tidak.. hanya saja.."

"Temen daddy sudah meninggal. Dia dan istrinya."

Segera kulayangkan pandanganku ke file milik Alice.

"Nama temen daddy?"

"Whats wrong baby? Apa hal ini benar-benar mengganggumu?"

Aku menghela napas pelan.

"Apa namanya Frankie Leonhart?"

Di sana hening lalu terdengar suara mendehem di sana.

"Apa kau bertemu dengan anaknya?"

Aku terdiam sementara jantungku seperti ingin lepas dari tempatnya.

"Daddy harap tidak."

Napasku tercekat mendengar suara daddy. Apa yang terjadi? Kenapa dengan keluarga mereka dan daddy?

"Ke.. kenapa dad?"

Jawaban daddy kali ini membuatku diam.

"Dia hampir membunuhmu dan kau amnesia."

What? Separah itukah?

"Listen honey. Frankie ingin anaknya tidak pernah menyentuhmu lagi. Jadi tolong⚊"

Kuputuskan omongannya.

"Aku sudah bertemu dengannya. Alice Leonhart kan? Apa gara-gara permintaan ayahnya yang membuatnya menjauh dariku?"

Daddy terdiam di seberang sana.

"Daddy harap kamu bisa menjaga dirimu. Jangan kejadian itu terulang lagi."

Telepon diputuskan secara sepihak.

Hampir saja aku melempar hpku ke dinding. Sekarang tekadku sudah bulat.

Aku harus menemuinya.

***

Black Coffee (GXG) {FIN}حيث تعيش القصص. اكتشف الآن