tujuh

209 40 3
                                    

"Kenapa lo nggak bisa besok?"

Juanda bertanya sesaat setelah ia melirik ponsel Kirino yang menampilkan chat-nya dengan Raya. Tangan Kirino bergerak membalikkan ponselnya di atas meja sampai yang terlihat oleh Juanda cuma case ponsel bergambar kucing.

"Nggak sopan jadi manusia."

Juanda menyengir, tidak berniat meminta maaf karena kini menurutnya, yang ada di pikirannya lebih penting untuk diucapkan.

"Biar gue tebak,"

"Apa?"

"Lo udah ada janji sama Dania."

Kirino mengerjap. Matanya cuma memperhatikan Juanda yang kini mengerutkan dahinya. Di dahinya jelas tercetak kata lelah yang hanya bisa dibaca oleh Kirino. Helaan napas keluar dari Kirino, tapi makian Juanda lebih terdengar di telinganya.

"Lo jangan jadi cowok berengsek!" seru Juanda, cukup keras sampai Kirino membulatkan mata.

"Kenapa gue?!"

Juanda mengetukkan sebelah jarinya, sementara jari yang lainnya menunjuk dada Kirino sampai-sampai Kirino menepis jari Juanda dengan cepat.

"Jangan grepe-grepe, anjing. Tempat umum ini."

"Anjing," Juanda balas memaki, tentu dengan pelan. Ia menghela napas panjang seraya menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Nggak perlu mulai yang baru," katanya, "Kalau di hati lo aja masih ada orang yang lama." Dagu Juanda terangkat dengan mata yang terarah tajam pada dada Kirino.

"Anjing nggak usah liat-liat dada gue mulu."

"Anjing," Juanda memijat pelan pelipisnya. Tubuhnya bergerak lebih dekat pada Kirino. "Gue lagi nggak bercanda, sialan."

Kirino tersenyum dengan kepala yang mengangguk-angguk. Tangannya bergerak mendorong kepala Juanda cukup keras. "Gue tau."

"Ya udah," sahut Juanda seraya menyandarkan tubuhnya di kursi. Juanda cukup kesal dengan Kirino yang mendorong kepalanya. Tapi kalau ia kembali memaki temannya itu, yang ada ia capek sendiri.

"Gue yakin lo pinter." kata Juanda pelan.

"Emang."

Mendengar nada suara Kirino yang percaya diri, Juanda rasanya ingin memaki lagi, tapi tidak jadi mengingat temannya itu memang pintar dalam hal akademik. Tapi nggak tau kalau urusan cinta, tambahnya dalam hati.

-

Mari kita kembali pada masa semester satu, ketika Kirino dan Dania menjadi lebih dekat karena sama-sama sering mengeluhkan teman-teman satu kelasnya. Entah memang mereka berdua yang tidak nyaman, atau memang jiwa julid mereka sudah ada sejak semester satu. Juanda sampai heran jika kedua temannya itu memiliki keluhan yang sama, hampir setiap hari. Keduanya heboh sendiri kalau sudah bergosip, seolah-olah Juanda tidak ada.

Singkat cerita, Kirino dan Dania menjadi teman yang lain, bukan cuma teman julid soal teman satu kelas mereka. Kirino dan Dania perlahan-lahan menjadi teman antar-jemput, teman makan, teman curhat, teman menonton film dan teman lainnya.

Juanda bahkan yakin orang asing pun bakal paham kalau mereka berdua berbeda, bukan cuma teman seperti yang dikatakan Kirino dan Dania.

"Gimana rasanya, No?" Juanda tiba-tiba bertanya di siang hari yang panas, saat keduanya duduk di selasar kampus.

"Apaan?"

"Gimana rasanya denial sama perasaan sendiri?"

"Anjing."

Juanda tertawa, cukup untuk Kirino melotot dan memukul pundak temannya itu. "Gue nggak ada apa-apa."

"Loh, emang gue bilang siapa orangnya?" Juanda tersenyum, merasa menang karena melihat Kirino yang terdiam.

"Capek ya, No?"

Juanda menatap temannya yang masih terdiam, suasana mendadak hening sampai akhirnya Kirino memecahkan keheningan itu.

"Iya."

"Hah?"

"Gue capek." Kirino berkata pelan dengan senyum yang terlihat sangat bukan Kirino bagi Juanda. Kali ini malah ganti Juanda yang terdiam, bingung ingin merespons apa.

"Gue pernah iseng nggak iseng ngirim link lagu ke dia," Kirino tiba-tiba bercerita, membuat Juanda mengerutkan dahi dan memasang kedua telinganya lebar-lebar.

"Maksudnya?" Juanda gagal paham dengan cerita mendadak ini, terlebih melihat wajah Kirino yang sendu yang lagi-lagi menurutnya, sangat bukan Kirino.

"Gue iseng karena mau tau respons dia apa, tapi gue juga nggak iseng karena itu salah satu tujuan gue," jelas Kirino.

"Lo ngirim lagu apaan?" Juanda bertanya pelan. Mulutnya sedikit terbuka sewaktu Kirino menjawabnya dengan pelan pula.

"I don't want to be your friend, I want to kiss your neck?" Juanda bertanya hati-hati, memastikan, dan malah mendapat pukulan lagi di pundaknya.

"Sakit, woy!"

Sekarang, ganti Juanda yang memukul Kirino sampai yang punya pundak berseru keras, "Nggak perlu diperjelas!"

"Gue nggak tau harus komentar apa..."

Kirino menghela napasnya. "Nggak usah komentar, nggak guna juga komentar lo."

"Sialan."

Tawa pelan keluar dari mulut Kirino, "Ya udah biarin aja, Ju, nanti juga bakal biasa lagi. Anggap aja gue lagi ngelindur."

Waktu itu, Juanda cuma mengangguk-angguk, tidak ingin mencampuri urusan kedua temannya itu. Tapi berbanding terbalik dengan apa yang diucapkannya sendiri, malah Kirino yang tidak biasa lagi.

Setiap ada Dania, Kirino tidak selepas biasanya. Juanda tahu itu, bahkan Dania pun tahu. Sampai akhirnya Kirino benar-benar ingin melepaskan segala perasaan aneh dan tidak nyaman itu—menurutnya—ketika mendengar Dania sedang dekat dengan orang lain.

"Gue tetep boleh jadi temen lo, kan?"

Dania mengangguk dengan senyum di wajahnya. "Boleh gue minta satu hal, No? Sebagai teman lo."

Kirino cuma mengangguk.

Dania menghela napas sebelum akhirnya memasang lagi senyumnya. "Jangan menyiksa diri sendiri, No."

"You deserve someone better than me." tambah Dania kemudian.

Mendengarnya, Kirino tertawa. "Gue tau bakal ditolak tapi tetep aja ya rasanya sakit."

"No—"

"Nggak apa-apa," Kirino memotong cepat. "Abis ini gue bakal lupain semuanya. Lo santai aja."

-

A/N:

Hai, iya, sudah kubilang cerita ini akan sedih... Menurutku sih sedih...

Dan iya, beberapa tokoh pakai visualisasi anak 98line, termasuk temen Kirino yang buat dia baper hehe

Please spread love, not hate 🥰

Please spread love, not hate 🥰

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Dania

Lost and FoundWo Geschichten leben. Entdecke jetzt