empat

253 45 0
                                    

Tawa Kevin tidak berhenti sewaktu melihat wajah Raya yang memerah. Dengan tangan yang sibuk mengipasi dirinya karena merasa panas, Raya cuma mendelik tajam pada Kevin. Kakak sepupunya itu seperti tidak ada tanda-tanda ingin menghentikan tawanya.

Dengan punggung tangannya, Raya mencoba menghapus air mata yang masih keluar. Tangannya menerima es teh yang disodorkan oleh Januar dan meminumnya cepat.

"Kak Kevin jangan gitu." tegur Anna dan Kevin berusaha menghentikan tawanya, meskipun ia gagal total.

"Makanya jangan sok. Cabe dua aja udah kepedesan." ejek Kevin.

Raya mengerucutkan bibirnya kesal. Ia ingin sekali membalas ejekan Kevin, tapi mengingat dirinya sedang tidak dalam kondisi memungkinkan, Raya cuma melotot dan meringis di saat yang bersamaan.

"Lo pesen minum lagi sana."

Raya menoleh pada Januar yang saat ini sedang menatapnya prihatin. "Hah?"

"Lo pesen minum lagi, gue yang bayarin."

"Beneran, ya?"

"Iya."

Raya segera memesan minuman lagi. Begitu ia kembali duduk, Kevin malah sibuk membicarakan Raya yang meminta bantuannya beberapa hari yang lalu.

"Ah, elah, ngapain cerita sih?" Raya mengerucutkan bibirnya, sementara Kevin kini menatap Raya cukup tajam.

"Lo beneran masih naksir dia?" Kevin menggelengkan kepala. Matanya teralih pada Januar yang saat ini memperhatikan Raya. Tangannya bergerak untuk menepuk bahu Januar pelan. "Sabar, ya."

Kontan Januar melirik Kevin cepat. "Apaan?"

Kevin tersenyum simpul. "Nggak apa-apa."

Januar ikut tersenyum, matanya teralih pada Raya yang kali ini mulai berujar ragu, "Kayaknya?"

Dahi Kevin berkerut. "Kenapa kayaknya?"

"Aduh, nggak tau?" Raya berdecak. "Lo paham nggak sih, kayak merasa udah biasa aja, tapi kalau inget dia, liat dia, mendadak gugup lagi? Paham nggak?"

Kepala Kevin cuma mengangguk-angguk. Pandangannya saat ini beralih pada Raya yang sekarang bercerita pada Anna di sebelahnya. Raya mendadak heboh sewaktu notifikasi ponselnya menyala.

Sekarang, Raya bertanya pada Anna apa yang harus dibalasnya, mengingat notifikasi itu berasal dari Kirino.

"Mana coba gue liat?" Kevin meminta ponsel Raya yang langsung ditolak oleh pemiliknya.

"Nggak, nanti lo ledekin mulu."

Kevin menahan tawanya melihat wajah adik sepupunya yang masih memerah akibat ayam geprek dan chat dari Kirino. Satu hal yang tidak disadari Kevin selama ini adalah bahwa Raya ternyata memiliki rasa sebesar itu pada salah satu temannya.

Kevin menghela napas panjang. Pandangannya teralih pada Januar yang saat ini terdiam memandangi Raya. Senyum tipis diam-diam terselip di bibir Kevin.

Ia masih mengingatnya ketika Raya tiba-tiba bertanya soal Kirino ketika mereka bertiga sedang berkumpul di rumah Raya, membantu Raya mengerjakan tugas masa orientasi siswa.

"Kenapa nanya?" Kevin yang tadinya sedang menggunting kertas jadi menghentikan aktivitasnya. Dahinya berkerut melihat Raya yang cuma mengangkat sebelah alisnya.

"Nggak apa-apa?" sahut Raya. "Cuma... penasaran?"

"Jangan naksir dia," Kevin tiba-tiba berucap, membuat Raya membuka mulutnya.

"Hah?"

"Kenapa nggak boleh?" Januar mewakili pertanyaan Raya, sementara Raya mengangguk cepat.

"Nggak boleh aja?" Kevin mengangkat bahunya sekilas, kemudian melanjutkan aktivitas mengguntingnya. "Anaknya sok iya. Sok pinter, sok cakep, sok asik."

"Tapi emang dia pinter?" ucapan Januar membuat Raya tertawa keras.

"Tau tuh," sahut Raya. "Lagian alasan apa itu?"

"Sumpah, Ya, nggak usah naksir dia." Kevin berujar tak kalah cepat.

Raya bingung, tapi saat itu dia cuma mengangguk. Ia tidak begitu peduli dengan obrolan Kevin dan Januar yang malah membahas Kirino.

Kevin lupa akan satu hal kalau perasaan seseorang itu tidak akan pernah ada yang bisa menebaknya. Pun perasaan Raya. Ia tidak pernah menyangka jika sepupunya itu masih menyukai teman sekolahnya dulu, sampai sekarang.

Lost and FoundUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum