BAB 12 || KEPUTUSAN YANG TERBAIK

Start from the beginning
                                    

"Zam, lo kerasukan apa kok jadi keras gini bawaannya?" tanya Fauzia.

Azzam tidak menggubris pertanyaan Fauzia. Ia lebih tertarik bicara kepada Nawra. "Kenapa masih di situ. Cepat antarkan pesanan pelanggan kalo kamu juga mau cepat istirahat," ujarnya tegas membuat semua orang yang ada di dapur memandang tidak percaya.

Dengan wajah gondok Nawra memutar badannya, berjalan menuju meja tempat menyimpan masakan yang telah jadi dengan masing-masing kertas bertuliskan nomor meja pelanggan, mengambil salah satunya, kemudian membawa dengan nampan yang sedari tadi dia pegang. Sebelum benar-benar keluar dari dapur Nawra sempat berbalik untuk memandang punggung Azzam yang kembali sibuk pada penggorengan di depannya.

Nawra mengumpat dalam hati dan meneriakkan segala sumpah serapah, mengabaikan dosa apa yang akan ia dapat jika menyumpahi orang yang lebih tua darinya.

"Perlu di rukiah kali tuh orang, tiba-tiba aneh. Jangan-jangan kerasukan dedemit," gumannya kemudian benar-benar meninggalkan dapur.

Fauzia yang sempat memperhatikan gerakan mulut Nawra hanya bisa menggeleng kemudian kembali menatap ke arah Azzam yang sejak tadi pagi sikapnya memang terasa berbeda.

"Lo lagi ada masalah?" tanya Fauzia saat di dapur hanya tersisa mereka berdua. Masakan Fauzia sudah selesai, sehingga dia memfokuskan pandangannya kepada Azzam. "Lo marah-marah kayak cewek PMS tahu gak," kekeh Fauzia.

Di sampingnya, Azzam sama sekali tidak bergeming. Dia juga tidak tahu kenapa bisa bersikap demikian kepada Nawra. Entah ada hubungannya atau tidak, rasanya setiap kali Azzam melihat Nawra bawaannya dia ingin memaki gadis itu. Merasa tidak terima jika ternyata Nawra mendukung hubungan Raesha dengan Althaf. Perempuan yang dicintainya sejak mereka dipertemukan kembali hingga ditakdirkan menjadi partner kerja.

"Sebaiknya lo lanjutin pekerjaan aja, Zia," ujar Azzam tanpa sedikitpun membalikkan badannya.

Fauzia tersenyum miring, dia semakin yakin jika saat ini Azzam tengah mengalami suatu masalah. "Pekerjaan gue sekarang adalah istirahat karna masakan gue udah selesai," ucap Fauzia berniat keluar dapur menuju ruang istirahat di sebelah.

Sebelum benar-benar keluar, perempuan yang hanya lebih muda beberapa bulan dengan Azzam itu berbalik mengucapkan kalimat yang berhasil membuat pria tersebut merenung.

"Masalah gak bakal selesai dengan amarah, berdoalah. Minta petunjuk sama Allah dan terima apapun yang sudah ditakdirkan untukmu."

🖤 🖤 🖤


Jam tiga sore, kondisi cafe berangsur sepi. Tidak benar-benar kosong karena masih ada beberapa kursi yang terisi.

Nawra baru saja selesai membersihkan meja yang ditinggalkan pengunjung kemudian masuk ke dapur.

Setelah mengisi energi dengan segelas air, gadis itu pamit kepada Fauzia untuk menemui Raesha. Sejak tadi Raesha tidak terlihat batang hidungnya, entah perempuan itu sudah makan atau belum karena tidak pernah meninggalkan ruang kerja.

Sudah menjadi kebiasaan seorang Nawra yang masuk ke ruangan Raesha tanpa mengetuk pintu. Membuat sang pemilik ruangan kadang tergelonjak kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba.

Hanya saja kali ini jangankan terkejut, menyadari kehadiran Nawra saja sepertinya tidak. Nawra berjalan dengan langkah pelan ke arah meja kerja Raesha. Dilihatnya perempuan itu terbengong sambil menatap layar laptop yang menyala, tapi hanya menampilkan beranda.

Sampai Nawra benar-benar duduk di kursi hadapan meja, Raesha juga tidak memperlihatkan pergerakan berarti. Nawra memandang Raesha lekat, merasa aneh karena hampir tidak pernah mendapati perempuan yang sudah dianggapnya kakak itu melamun.

PERANTARA MENUJU SURGA (COMPLETED)Where stories live. Discover now