Chapter 11

1.2K 153 35
                                    

Tony meracik kopi untuknya pagi hari ini. Ia sengaja tak ingin membuatkan Steve juga ia hanya tak mau terlihat perhatian padanya semenjak Steve sudah bertemu dengan Peggy, Tony kini membatasi apapun tindakan yang sebelumnya ia lakukan untuk Steve termasuk perhatian kecil.

Saat sedang menyuap omlet dan bacon pangganya pintu rumah berbunyi seperti ada seseorang yang ingin masuk. Tony memeriksa pelan-pelan ia takut akan ada seseorang yang mau menjahatinya. Tony memeriksa dan mengambil tongkat  baseball untuk jaga-jaga. Begitu ia menoreh ternyata Steve yang baru saja masuk dengan baju yang sudah agak berkeringat basah.

"Steve?" dahinya berkerut dan pasang wajah aneh

"Hai Tony. Morning!" sapanya dengan baju sudah berkeringat.

"Kau dari mana?"

"berolah raga!" jawabnya tak lama menghampiri Tony. "Kau mencariku ya?" ledeknya.

"Yang benar saja. Tingkat percaya dirimu sudah mencapai level akut!" balasnya dan meninggalkan Steve ke dapur meskipun didalam dirinya ia memuja tubuh Steve yang begitu altetis dengan baju yang sedikit basah, is mengikuti Tony sampai dan Steve tertawa ringan.

"Aku tak pernah melihatmu berolah raga sejak aku ada disini." sambung Steve saat menuangkan air minum ke gelasnya.

"Aku berolah raga. Kau tak tau saja, hanya aku lebih dulu bangun darimu!" elaknya.

"Mau coba besok sebelum kau pergi kerja, kita coba dari jam 5." Steve berdiri menantang sambil memegang gelas minumnya dan betolak pinggang sebelah.

"Aku bisa melakukannya sendiri!" setelah Tony memasang wajah sedikit kebingungan.

Steve tertawa meledek "Terlihat sekarang. Kau memang tidak pernah berolah raga!" Tony hanya menyeleneh agak kesal.

"Kau... Kapan pulang?" Tony memotong. agak sarkas, namun sebenarnya Tony juga tak ingin membicarakan ini akan tetapi ia sadar moment nya sekarang.

"Terdengar seperti ingin mengusir!" balas Steve ringan mengangkat kedua bahunya.

"Bukankah memang ini sebuah kesepakatan?" Tony menimpa. "Kau sudah bertemu dengan keluargamu, lalu apa lagi? Tidak mungkin tiba-tiba kau malah ingin tinggal disini selamanya, bukan?" sambung Tony. Steve mengkulum bibinya sendiri dan menaruh gelas di meja kemudian ia menghampiri Tony lebih dekat.

"Aku... Aku hanya tak tau aku berada pada keputusan apa sekarang—" putusnya. "Tony.. Aku merasa sudah mulai takut..." (handphone Tony berdering)

Potts is calling....

'Hallo Potts'
'Hai Tony... Maaf aku mungkin akan lebih mundur datang kerumah mu. Ibuku meminta aku menjemput sepupuku di bandara. Jadi aku harus kesana dan tak bisa langsung pagi ini atau siang kerumahmu. Bisakah kalau jam 6 sore ini?'
'Oh ya ok. Tidak masalah aku ada dirumah datanglah hari ini sesuai waktumu. Aku akan tunggu! (Tony tersenyum dibalik sambungan telepon. Steve seperti merasa Potts telah mengganggunya dengan menelepon Tony.
'ya... Kau tak usah khawatir aku pasti datang.'
'aku disini kau bisa menganggap ini tempatmu juga!'
'Thanks Tony..'
'see you later!'
'see you'

Tony berbalik badan sambil tersenyum menatap ponselnya. Steve hanya tersenyum simpul melihat prilaku Tony saat memutuskan teleponnya ia tahu ini aneh tapi mengapa Steve tak ingin senyumnya itu diberikan oleh Tony pada orang lain selain dirinya.

"Potts?" Steve meyakinkan.

"Yes!"

"Kenapa? Tak jadi datang?"

"No. Hanya telat saja." Steve tak membalas hanya berwajah datar. "Steve.. Kau yakin mau mencari orang-orang itu?"

"Sedikit kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang baik, tapi aku harus melakukannya." tegas Steve.

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang