Jaebum mulai senyum-senyum iseng. "Cewek baru lo kemarin ya, Nyet."

Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar cukup kencang sampai membuat ketiga manusia mendengarkan telepon dengan loudspeaker itu terlonjak berbarengan. 

"Cuy, mati beneran kagak si Jaewon?" sahut Dongho dengan mulut sembarangannya.

"Cabut dulu, gue nyetir."

Kemudian panggilan diputus begitu saja. Setidaknya ketiganya bernafas lega karena Jaewon baik-baik saja.

Namun kini ia tidak tahu harus bicara apa dengan Kiara. Apa harus ia ceritakan kejadian kemarin saat Jaewon pergi meninggalkan ketiganya bersama seorang perempuan asing yang tidak pernah mereka temui?

"Kak?"

Dongho terbangun dari lamunan sesaatnya. Gadis itu memandangnya dengan penuh cemas, membuatnya tidak sampai hati ingin mengatakan semuanya. 

"Bolos, males ikutan praktikum kecambah," bohong Dongho. Bisa ia lihat dari raut wajah Kiara, gadis itu mengangguk-angguk seakan percaya. Polosnya. "Lo gak balik?"

"Ini mau balik. Makasih, Kak," kata terakhir gadis itu sebelum akhirnya berbalik untuk ke parkiran. Pulang membawa sepedanya seperti biasa.

"Hati-hati, Ki," ujar Dongho yang tak sampai terdengar gadis itu saking lirihnya.

Kiara menulis pesan untuk Jaewon.

"Jangan males masuk cuma gara-gara praktikum, dong! Gak boleh!"

Sejak 5 jam yang lalu belum juga ada balasan dari pesannya. Gadis itu masih saja menunggu sembari duduk di sofa dan juga siaran televisi yang diputar itu sebenarnya hanyalah tipu daya.

"Tumben, Kak?" 

Kiara melirik adiknya, Aden, yang sedang minum air putih di samping televisi. Ia menatap adiknya terus menerus berharap si adik ketakutan dan memilih masuk ke dalam kamar tapi rupanya nyali bocah itu sedang luar biasa malam itu.

"Ecie, galau."

Kiara menarik nafas kemudian perlahan menghembuskannya, tidak ingin meluapkan emosinya dengan memukuli pantat adik dengan sapu lidi. 

"Bu, Aden masukin pantat lagi aja napa!!!" teriak Kiara kencang namun tak direspon oleh sang ibu. "Ibu kemana, 'sih?"

"Ada apa ama si abang?" tanya si Aden yang Kiara anggap sebagai basa-basi sebelum olok-olok akan terlontar dari mulut cabe level 50-nya, sehingga ia memilih untuk diam masih dengan menatap layar televisi yang sebenarnya tak ditontonnya.

"Eh, lo itu ngabisin listrik, Kakak Bego," sulut Aden meletakkan gelas di atas meja makan. "Teve 'tuh ditonton bukan ditengok."

"Lo ngomong lagi gue ulek jadi seblak mulut lo." Emosi Kiara mulai memuncak. Aden dapat merasakannya.

"Seblak direbus bukan diulek. Mana ada seblak diulek, ente pikir sambel rica-rica?"

Kiara bangkit dari duduknya sambil mengangkat sapu lidi di sisi sofa. Ia mulai mengejar Aden yang berlari ke kanan dan ke kiri berusaha menghindari amukan sang kakak. Ia senang membuat kakaknya marah, tapi jujur ia tidak mau kakaknya marah. Apa hanya dia adik yang begini pada kakaknya sendiri?

"Sini lo, Tapir!"

Kiara dan Aden berlarian saling mengejar dan menghindar mengelilingi meja makan panjang itu. Sang kakak mulai tak kuat menahan gemuruh kesal di dalam dada. Kalau bisa ia mohon pada Tuhan, ia ingin Aden dilahirkan menjadi introvert atau anak culun saja. Itu akan jauh lebih baik dari pada anak ini terus mengoceh seperti SPG produk pemutih kulit di jalanan.

"Et, jangan ngamuk, dong! Kalo ngamuk serem kaya nenek lam—" Kalimat Aden terpotong saat sebuah bantal sofa 40x40 telah menghantamnya tepat di muka.

Kiara berhasil membungkam si calon SPG.

Skor 1-0 untuk saat ini.


Angin berhembus kencang, malam itu Jaewon menatap pemandangan kota dengan perasaan gundah. Dirasanya mendengarkan suara angin saat itu dapat menenangkan hatinya yang entah sedang berada dimana. Pemandangan gemerlap kota bak bintang di angkasa, namun sayangnya ia tidak menikmatinya. Dirinya berdiri di sisi taman atap itu, namun jatinya hilang.

"Hei!"

Laki-laki itu menghela nafas ketika menyadari gadis berambut panjang dengan gaun putih yang nampak anggun berada di tubuhnya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali Jaewon bertemu dengannya. Kini gadis mungil dan cengeng itu sudah beranjak dewasa.

"Dari tadi gue lihat lo ngelamun disini aja?" tanya gadis itu dengan senyuman kecil di bibir

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Dari tadi gue lihat lo ngelamun disini aja?" tanya gadis itu dengan senyuman kecil di bibir. "Lo gak suka di Bali?"

Jaewon hanya tertawa miris mendengarnya. Halo, semua orang juga suka pergi ke Bali, begitu pula dengan Jaewon. Malam itu Bali nampak begitu indah dilihat dari atas Hotel Kalibali tersebut. Semua nampak abu-abu untuk Jaewon, seperti matanya sedang dibutakan.

"Gue suka," jawabnya. Terdengar jelas kebohongan dari cara bicaranya.

"Don't lie," ujar gadis itu. "How's Jennie?"

"Udah lama gue gak kontakan sama dia. Kayanya dia juga sibuk di Jerman." 

"Do you miss her?"

Jaewon tersenyum simpul beralih pada gadis itu yang kini telah menatapnya balik dengan senyuman pula. "Iya, gue kangen dia."

"How about me?" tanyanya lagi dengan senggolan kecil di tangan.

Dengan masih menyimpan senyum di bibirnya, lagi-lagi ingatannya jatuh kembali pada masa 10 tahun yang lalu kala gadis itu masih bermain petak umpet dan bersepeda bersamanya di taman bunga dekat rumah mulai jam 12 siang sampai jam 4 sore. Binar dalam mata si gadislah yang telah menariknya ke dalam nostalgia. Sial, semuanya tiba-tiba terputar begitu saja seperti sedang menonton film.

"Of course." Jaewon mengangguk tanpa ragu. "I miss you."


HALO SEMUANYAAA

i'm so sorry buat keterlambatan update yang sangat amatlah kampret ini ya, aku berharap semoga buku ini bisa diselesaikan segera. Oh iya alasan aku telat update adalah kegiatan pribadi aku yang sangat sedang padat ya ges omaigat im so sorry egen. 

dan buat kalian yang kepo siapa itu cewe hayohayohayo.

ya tzuyu (uda ada gambarnya pan).

yaa pokonyaa ikutin terus yaa karena ini bakal ada kaitannya sama buku pertama yaaa. JADI BUAT YANG BELUM BACA BUKU PERTAMANYA (THE ONE) BISA LANGSUNG KLIK BIO AK DAN LANGSUNG BACA AJA GENK YANG THE ONE OK THANKS.

See you darling,

Leggeo

Another One [Jung Jaewon FF]Where stories live. Discover now