01

19K 970 29
                                    

Just for information, cerita ini sudah di cetak dan sudah di revisi. Kalian bisa beli di shopee iyagimedia. Thank you.

***

"Dada!" Edgar mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menatap ke arah sumber suara, disana sudah ada Elvano yang sudah berdiri sambil memegang pagar keranjang tidur bayi, Edgar menatap ke samping tempat tidurnya, wanita yang ia cari sudah tidak ada namun Edgar yakin wanita itu sedang sibuk memasak di lantai bawah karena harum aroma ayam serundeng sudah bisa Edgar endus dari sini.

Edgar mengambil celananya yang tergeletak di sofa lalu memakai jubah mandinya. "Sini sama Dada." Kata Edgar sambil menggendong anaknya tersebut. Anak yang sudah berumur dua tahun ini membuat Edgar semakin gemas saja, Edgar sendiri seperti sudah mendapat mainan baru, ia mencium rambut Elvano yang sudah mandi itu. "Aduh, anak Dada wangi melon ya." Ucap Edgar sambil turun dari tangga.

Edgar tersenyum saat melihat istrinya sudah sibuk memasak ayam serundeng itu, "eh udah pada bangun ternyata." Kata Ara sambil tersenyum manis kearah suami dan anaknya itu. Edgar mendudukan Elvano di kursi bayi di dekat meja makan lalu berjalan mendekat ke istrinya yang sedang memasak. Ia mulai merangkul pinggang istrinya dari belakang lalu menumpukan dagunya di ubun-ubun istrinya itu.

"Mas, aku lagi masak." Kata Ara yang masih sibuk dengan penggorengannya. "Kamu wangi banget Ra." Kata Edgar sambil memberi jurus seribu kecupan di ubun-ubun Ara. "Mas.."

"Maaf ya, habisnya kamu cantik terus jadinya aku jahil terus." Kata Edgar sambil merapikan rambut istrinya menggunakan jari-jari tangannya. "Elvano mau mamam?" Tanya Ara sambil menyiapkan pisang untuk Elvano. "Mau." Kata Elvano sambil menepuk tangannya.

Ara mulai mengeruk pisang dengan sendok lalu menyuapi Elvano yang lahap itu, Ara yakin ia dan Edgar bisa mendidik Elvano dengan baik dan benar hingga Elvano tumbuh dewasa. Walaupun sejak Edgar membuka cabang bengkel dan dealer mobil baru menjadi sangat sibuk.

Ara mengerti jika Edgar sibuk karena Ara tahu dulu sebelum suaminya bekerja menjadi manajer, Edgar pernah hampir gulung tikar karena terlalu santai menjalankan perusahaannya, namun ayahnya pernah bilang kalau dealer dan bengkelnya masih bisa diselamatkan. Sejak saat itu mungkin Edgar tidak mau seperti dulu jadi ia akan sekuat tenaga mengembangkan bisnis miliknya.

Edgar sudah berusaha keras untuk keluarganya, ia sudah menyimpan uang untuk sekolah Elvano dan mungkin adik-adiknya hingga nanti kuliah. Jujur Ara merasa sangat bahagia bertemu pria ini, pria yang bisa membuatnya seperti didambakan dan seperti selalu di rindukan olehnya.

"Mas mandi dulu aja, aku belum bikin plecing kangkungnya." Kata Ara sambil menyuapi Elvano. Edgar meminum susu hingga gelasnya kosong lagi lalu berjalan kearah Ara."Ya udah aku mandi dulu." Kata Edgar sambil mengecup pipi Ara sekilas lalu berlari ke lantai atas. Ara merasakan pipinya dingin dan sedikit basah karena sisa susu yang ada di bibir Edgar. Ara menatap kearah kulkas dan benar saja dugaan Ara, Edgar tidak menutup kulkasnya kembali, ia sudah mengingatkan Edgar namun tetap saja pria itu suka pelupa.

*

Ara menatap jam, sekarang baru saja jam tujuh kurang, ia sudah siap ke kantor, Elvano sudah bersama pengasuh yang Ara sudah percaya karena pengasuh tersebut adalah pengasuh yang sama dengan pengasuh anak A Gio -Kakak Ara--. Ara mulai menyiapkan baju kemeja, jas, lapel, Cufflink, Tie Pin dan dasi yang akan di pakai Edgar nanti untuk ke kantornya.

Ara memilih kemeja biru tua V-neck, jas dan celana bewarna hitam juga. Ara berjalan ke arah lemari yang dikhususkan untuk aksesoris jas, kemeja atau dasi. Ara mengambil satu kotak Cufflink lalu memgambil satu kotak Tie Pin yang cocok untuk pakaian Edgar. Ara mengambil dasi bewarna hitam bermotif polkadot lalu menyimpannya di kasur menemani barang-barang yang sebelumnya Ara kumpulkan. "Kemeja, jas, celana, dasi, dalaman, Tie pin, Cufflink, lapel." Ara terdiam sejenak. "Oh iya sabuk belum." Ara mengambil sabuk di laci lemari, namun tak lama Ara merasakan ciuman di pipinya.

Welcome Home!Where stories live. Discover now