- VII -

285 36 4
                                        

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

.
.
.

.
.

.

[♡]

"Bangunlah!"

Junhoe menutupi sebelah telinganya mendengar teriakan kencang ditelinganya.

Junhoe bangkit dari tidurnya dan melihat kaki berbulu putih dihadapannya.

Pandangan Junhoe naik ke atas dan melihat pakaian Hanfu terindah yang pernah Junhoe lihat. Bentuknya kuno namun masih memiliki kesan elegan yang mewah.

Hanfu itu bewarna putih dengan hiasan bewarna ungu pastel dan merah berbentuk kelopak bunga.

Orang itu menunduk dan menatap nyalang ke arah Junhoe.

Matanya orange yang cerah. Gigi tajamnya mengkilat dibalik mulutnya. Ada dua telinga rubah berdiri tegak dikepalanya.

Junhoe menutup matanya ketakutan.
'Tidak mugkin.. kau masih pingsan Junhoe. Kau masih pingsan.'

"Kau ingin ku cabut jantung mu manusia sialan?!"

Junhoe buru-buru membuka matanya dan melihat orang itu lagi.
Orang? Dia lebih mirip dengan siluman.

Junhoe memandang wajah siluman itu lebih seksama. Rahangnya tegas, hidungnya indah, kedua matanya segaris tajam ada sedikit eye-shadow bewarna merah dikelopak matanya membuat matanya semakin elok untuk dilihat.
Bibirnya kemerahan dan terlihat lembut.

Siluman itu menarik Junhoe untuk duduk dilantai. Siluman itu menatap kamar Junhoe dengan seksama.

"Ini tidak seperti kuil. Dimana kita ?" Tanya siluman itu.

"G-guest house."

"Gu- apa?!"

Junhoe menelan salivanya dengan takut. Siluman itu sebenarnya cukup tampan. Manis lebih tepatnya, telinga rubahnya bergerak-gerak saat mendengar hembusan angin diluar jendela.

Junhoe merasakan dadanya terasa nyeri dan nafasnya tercekat.

Siluman itu menyadari tingkah Junhoe yang aneh. Ia menatap dada Junhoe dan mendekat ke arahnya.

Junhoe membulatkan matanya saat rubah itu menempelkan telinganya didada kiri Junhoe. Siluman itu nampak bergumam.

Junhoe merasakan wajahnya memanas merasakan hangatnya si rubah itu.

Saat rubah itu menjauh, dada Junhoe terasa lebih ringan. Rasa sesaknya menghilang dan ia bernafas dengan normal.

Ia menatap sang rubah dengan takjub. Sempat terbesit dipikiran Junhoe jika rubah itu akan mencabut jantungnya saat Junhoe lengah.  Tapi rubah itu tidak sejahat yang ia pikirkan.

Rubah itu duduk didepan Junhoe. Ia mengepalkan tangannya, kemudian membukanya pelan-pelan.

Ada sebuah bola putih melayang diatas telapak tangannya. Cahayanya sangat terang hingga membuat mata Junhoe sakit.

"Aku akan memberikan sedikit obat, kau tidak akan lagi merasa sakit dengan jantungmu." Rubah itu mengarahkan bola api itu ke dada Junhoe.

Api itu masuk ke dalam Junhoe dan tubuh Junhoe merasa lebih hangat. Sangat hangat dan nyaman.

"Tapi jantung mu sudah sangat sakit. Kau hanya akan bertahan selama sepuluh hari saja." Ucap sang Rubah lagi.

Junhoe mematung untuk sesaat. Jadi perkataan dokter disana itu benar. Waktunya tidak lama lagi.

"Semoga dikehidupan selanjutnya kau tetap sehat Junhoe." Sang Rubah tersenyum kepada Junhoe.

Junhoe hanya terdiam menatap senyuman itu.

"Apa yang kau cari disana ?" Tanya sang Rubah. Ia memainkan ekor putihnya, mengusapnya dengan lembut. "Aku melihat mu di air terjun."

Junhoe membalas senyuman sang siluman dengan kikuk. Sampai ia sadar sang siluman mengetahui namanya. "Darimana kau tahu nama ku?"

"Aku mendengarnya." Ucap sang rubah.

"Darimana ? Belum ada yang memanggilku sejak aku disini."

Sang rubah berfikir sejenak. "Dari detak jantung mu."

"Ohh.. begitu.." Junhoe kemudian mengangguk mengerti. Yah, dia siluman. Junhoe bisa apa.

"Apa yang kau cari di air terjun?" Tanya sang rubah lagi.

"Aku membuat puisi. Dan air terjun memberikan ku inspirasi." Jawab  Junhoe dengan cepat.

"Oh puisi ? Aku ingin mendengarnya.. apa kau bisa membuat puisi tentang Huli jing?"

"Huli jing?"

"Nama ku Huli Jing, sang siluman rubah."

"Nama mu sedikit sulit."

"Kau boleh memberiku nama panggilan lain. Manusia yang menyembahku memberi nama khusus. Aku memiliki banyak nama sebenarnya."

"Bagaimana dengan, Bobby?"

"Apa itu nama dewa?"

"Umm tidak. Hanya saja. Itu lebih mudah untukku."

"Baiklah. Silahkan saja."

Junhoe tersenyum mendengar persetujuan sang rubah dan segera menulis puisi tentang perasaannya ketika melihat sang rubah, Bobby.

"Puisi itu akan ku anggap sebagai bayaran untuk obat mu itu." Ucap Bobby, sang siluman.

.

.
.

.
.
.
[♡]

Given Of Red Strings [ Bobby x Junhoe ]Onde histórias criam vida. Descubra agora