Seseorang yang baru saja hampir kehilangan nyawanya demi menyelamatkan sebuah gantungan kunci.


















"Hendery????"

Dia.

Hendery.

Walau kepalanya ditutupi oleh tudung hoodienya, namun aku bisa melihat kain perban itu masih setia membaluti kepalanya. Juga tangan serta kakinya yang memakai gips.

Hendery seperti terlihat setengah mumi.

Aku sedikit syok. Bagaimana bisa Hendery datang kesini? Bukankah seharusnya ia masih berbaring di rumah sakit?

Baru saja aku mau bertanya, Hendery sudah membungkam mulutku dengan tangannya kemudian memaksaku masuk ke dalam rumah.

"sshh diem eby! Nanti aku ketahuan.." kata Hendery setelah tangannya berhenti membungkam mulutku.

Aku menautkan alis dengan mulut yang menganga. "Hendery kenapa kamu bisa--"

"aku kabur dari rumah sakit.." Hendery langsung memotong pertanyaanku seraya menghela napasnya dengan gusar. "kamu tahu? Berminggu minggu berada di rumah sakit itu tidak enak."

"tapi kakimu? Tanganmu? Bukannya kata dokter kamu mengalami patah tulang? Kamu masih sakit Hendery. Kenapa senekat ini datang kerumahku??" tanyaku.

Hendery terkekeh pelan. "ah dokter melebih lebihkan. Aku cuma patah tulang ringan. tidak separah itu kok. semua ini hanya luka ringan.. " ujarnya.

"t-tapi kata dokter kamu mengalami pendarahan hebat. Kamu udah dapat donor darah??"

Hendery tersenyum ketika melihatku khawatir seperti itu. "apakah kamu lupa kalau golongan darah O itu sangat gampang untuk dicari? Sebenarnya dari dua hari yang lalu aku udah siuman..."

Aku menghela napas lega. "syukurlah..."

Hendery tersenyum. "maaf kalau aku mendadak kesini. Aku kangen," ujarnya. matanya tak lepas menatapku.

"maaf seminggu ini jarang mengunjungimu.." kataku mengalihkan pembicaraan. "maaf karena aku, kamu jadi begini.."

Hendery memegang pundakku. "Tidak usah merasa bersalah. Ini sudah takdirnya eby," ujarnya lembut.

"sebentar, aku mau bikin minum dulu. Kamu bisa duduk sebentar?"

Hendery mengangguk menurut. Sebelum  berjalan ke dapur, aku mengambil handphoneku di kamar lalu kembali untuk menyiapkan dua gelas air putih di dapur.

Sebelum menuju ruang tamu, aku memberi pesan kepada kak Hengwai.

6.57 pm.
Kak, aku gajadi ke rumah sakit.
Hendery ada di rumahku, dia kabur. Dasar nakal.

Suasana menjadi tidak sunyi karena aku  mendengar Hendery bersenandung di ruang tamu.

"Hendery, kak Hengwai tau kamu kabur kesini?"

Hendery berhenti bersenandung.

"tidak." jawabnya. "aku sengaja tidak memberitahunya. Pasti gak dikasih ijin,"

Bot 0.1 | mark lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang