10. Hinata

813 41 6
                                    

"Yah, what's wrong?"

"Wow... Kau sensitif sekali." sahut orang di seberang.

Hinata mendengus. Meski Kiba adalah salah satu sahabat dekatnya, namun lelaki pencinta anjing itu tetap saja menghibunginya di saat yang tidak tepat. Lagi pula Hinata yakin, Kiba pasti akan mengganggunya. Seperti kebiasaan laki-laki itu tiap hari kamis malam. Katanya, ini malam ladies, menghubungi seorang wanita kesepian di malam ladies akan membuatnya beruntung untuk dikelilingi para wanita. Dasar mesum.

"Tidak usah bertele-tele, katakan apa maumu?! Aku sekarang sibuk." sentaknya. Namun, ponselnya pun tak sedikit pun dia jauhkan dari telinganya.

Dengusan dari seberang telepon terdengar, sebelum Kiba kembali berujar, "Cih... kau ini-"

Sayangnya, Hinata langsung memotong dan dengan nada sedikit memaksa, ia berkata, "Kalau ini tidak penting aku akan menutup teleponnya... Aku sedang sibuk sekarang."

"Eh, tunggu dulu. Aku belum selesai bicara! Ck, kau ini kebiasaan."

Hinata mendengus, seperti biasanya pasti pria itu akan bercerita cerita absurd lagi. "Hm... Aku mendengarkan. Hanya tiga menit." katanya masih dengan nada tidak sabar.

Terdengar suara helaan nafas dari seberang, sebelum Kiba kembali berbicara. "Kudengar kau mau ke Jepang."

"Hm... Itu benar. Lalu?" sahut Hinata apatis. Kali ini wanita itu semakin yakin kalau lawan bicaranya akanmengganggu dirinya.

"Apa kau sudah siap bertemu dengan-nya?"

Deg.

Hinata tahu siapa yang dimaksud Kiba, dan entah kenapa, Hinata masih saja merasa tak nyaman tiap kali pembahasan seperti ini diungkit.

Hinata memejamkan matanya sebelum menghembuskan nafas panjang secara samar dan menjawab pertanyaan Kiba dengan nada bicara seperti biasa. "Aku harus siap. Memang kenapa?"

"Tidak usah pura-pura bodoh. Aku tahu itu. Itu artinya kau belum siap. Kau masih belum melupakannya, 'kan?" balas Kiba seolah tahu apa yang ada di dalam hati Hinata.

"Aku sudah siap Kiba." sahut Hinata kembali dengan nada biasa.

Namun sayang, Kiba menyadarinya. Laki-laki iu mendengus sebelum kembali berbicara, "Sudah berapa lama aku mengenalmu, Hinata?" Hinata hanya menghela nafas sebagai jawaban. Dia yakin, sebentar lagi Kiba akan menceramahinya. Dan meski begitu menyebalkan untuk di telinganya, ia juga tak bisa langsung memutus panggilan tersebut. Bukan karena norma dan kesopanan, melainkan karena ia juga ingin mendengar pendapat sahabatnga itu.

"Sepanjang pertemanan kita, aku sudah melihat dengan jelas bagaimana dirimu, sikapmu terhadap pria-pria yang datang mendekat, bahkan pada beberapa pria yang pernah bersamamu..." Untuk kalimat yang satu ini, terdengar sangat menyebalkan di telinga Hinata. Kiba seolah menyaman dirinya dengan perempuan penjajah kelamin pria di luar sana. Seandainya, Kiba berada di hadapannya sekarang, Hinata akan dengan senang hati melemparkan koper yang sudah dia isi itu di wajah laki-laki itu.

"Hari ini pun sama saja. Kau lebih banyak diam dan merenung, di sepanjang meeting pun kau tak pernah sekali pun mengeluarkan pendapat- padahal biasanya kau itu terlalu cerewet untuk masalah kantor. Lalu apa yang menjadi penyebab itu semua kalau bukan karena lusa kau akan kembali ke negara asal kita? Dan kemungkinan besar kau akan bertemu kembali dengannya?" lanjutnya.

Senja Di Penghujung TahunWhere stories live. Discover now