Ruby Vines

26 2 0
                                    

"Pembohooong! Yeeey ... Kan-Kan tukang bohooong!" seru beberapa anak bergantian, sembari menari-nari mengelilingi seorang di antara mereka.

"Aku nggak bohong! Aku benar-benar sudah diajari cara pakai Ruby Vines!" bantah anak yang dipanggil Kan-Kan. Pipinya menggembung memerah, alisnya bertaut, tangannya terkepal.

"Lihat! Aku juga sudah diberi gelang segel," tambahnya seraya memamerkan sepasang rantai perak dengan batu biru mungil di pergelangan kakinya.

Anak-anak yang lain berebut melihat dari dekat. Beberapa mengagumi kilau batunya, sementara yang lain memperdebatkan mana yang lebih kelihatan hebat, seutas rantai besar atau dua utas rantai halus.

"Wuaaah! Beneran rantai segel? Harusnya kamu minta dibuatkan yang rantai ganda seperti milik Kakek Ketua!"

"Batunya ini sama dengan yang dipakai Paman Shang Fei, ya? Kereeen!"

Seorang anak yang bertubuh paling besar di antara mereka mengintip dari sela-sela kepala anak-anak yang lain. Awalnya dia terlihat tidak yakin dengan apa yang dikatakan teman-temannya, tetapi ketika melihat sendiri gelang rantai perak di kaki Kankan, matanya membelalak kagum. Lalu seperti tersadar akan sesuatu dia mendengkus seraya berjalan menjauh.

Kan-kan melihat tingkahnya itu.

" Hei, kau mau ke mana, Ming-ming?" panggil Kan-kan.

"Tidak ke mana-mana...," jawab Ming-ming, anak yang bertubuh paling besar itu, ketus. Tangannya memainkan bola karet warna-warni yang dia bawa.

"Gimana, gelang segelku keren, kan? Jadi aku bukan pembohong!"

Ming-Ming berdecak kesal. Dia sudah lebih dulu berlatih dibandingkan Kan-kan, tetapi orang yang melatihnya tetap belum memberikan izin untuk menggunakan Ruby Vines di luar area latihan. Mengetahui Kan-kan yang termuda di antara mereka mampu menyusulnya, membuat anak itu tidak mau mengakui kekalahan.

"Cuma pakai gelang ... Itu sih belum apa-apa," Ming-Ming mulai berkata dengan nada meremehkan. "Itu cuma berarti Ruby Vines-mu harus disegel, itu saja. Belum tentu kau bisa menggunakannya di luar area latihan, kan?" tambahnya lagi seraya mencibir.

"Kau ... Kau cuma iri karena kau belum diberi gelang segel!" balas Kan-Kan, berang.

"Heh!" Ming-Ming kembali mendengkus. "Untuk apa aku iri pada anak yang tendangannya tidak pernah sampai ke sasaran seperti kamu?"

"A-aku... ."

Kan-Kan tertunduk. Selama ini, jangankan mengenai sasaran, tendangannya bahkan tidak pernah berhasil menyeberangi taman tempat mereka bermain. Anak itu melirik pada gelang segelnya sendiri.

"A-a-aku pasti bisa kalau melakukannya sambil menggunakan Ruby Vines-ku!" ujar Kan-Kan akhirnya.

"Tukang membual ... Kalau gitu, coba kau buktikan! Tendang bola ini ke tembok sasaran di sana!" tantang Ming-Ming seraya menyerahkan bola karetnya pada Kan-Kan.

Anak-anak lain saling berbisik ribut. Sudah menjadi peraturan umum di Kediaman Klan, untuk melarang penggunaan Ruby Vines saat bermain. Mereka khawatir orang dewasa akan datang untuk memarahi, mungkin juga memberi hukuman bila ketahuan. Namun mereka juga penasaran ingin melihat bagaimana jadinya bila tendangan biasa dilakukan sembari menggunakan Ruby Vines.

Kan-Kan meletakkan bola karet di tanah lalu berdiri menghadap ke arah dinding dengan sapuan cat dibentuk melingkar yang menjadi sasaran. Sejujurnya, dia juga takut. Namun dibandingkan terus-menerus dianggap remeh dan dikatai pembohong, sedikit melanggar peraturan mungkin tak mengapa.

"Ayooo, tendang! Lama sekali?" Ming-Ming kembali mengompori sepupunya.

Mendengar itu, Kan-Kan membulatkan tekad. Dia akan melakukannya. Kalau terlalu kencang, pasti akan langsung ketahuan, karena itu Kan-Kan bermaksud untuk menggunakan sedikit saja Ruby Vines yang mampu dia kendalikan.

Right EyeWhere stories live. Discover now