❝When we get back to each other and everything about you isn't what it used to be❞
M/M | ANGST | ENEMYHET/SLASH | MATURE
Jung Jaehyun, seorang Presdir muda, tegas nan dingin yang di idam-idamkan kaum adam dan hawa tak pernah melakukan hal-hal konyol...
Jaehyun menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah. Setelah tadi mencoba berkutat di dapur untuk membuat kopi hangat, aktivitasnya itu harus terhenti ditengah jalan karena kepalanya tiba-tiba kembali berdenyut dan amat pusing.
Pikiran Jaehyun refleks terarah pada ucapan Taeyong di kantornya siang tadi.
"Bagaimana jika aku benar-benar akan mati?" Tanyanya pada diri sendiri dengan nada ketakutan,
Bukan Jung Jaehyun jika ia tak melebih-lebihkan.
Dengan sisa-sisa tenaganya, Jaehyun meraih bolpoin yang tergeletak di atas meja, menuliskan Aku mati karena mendonorkan darahku pada anak si jelek Lee Taeyong, penjarakan dia! pada kertas kosong di sana.
Merasa jejak bukti sebelum ajalnya menjemput masih kurang, Jaehyun mengetikkan catatan di note ponselnya dengan tulisan yang sama pada kertas tadi.
"Dimana lagi aku harus menulisnya?" Gumamnya sembari mencari-cari spot yang mungkin akan ditemukan oleh saksi kematiannya.
Menyipitkan mata, Jaehyun mendapat ide cemerlang sebelum kembali menuliskan kalimat tadi, kali ini pada sticky note. Lelaki itu kemudian berjalan dengan langkah terseok ke arah pintu apartement, ia menempelkan catatannya disamping pintu, tepatnya dibawah layar kecil yang terhubung dengan interkom.
"AAAAAK!"
Jaehyun nyaris kehilangan nyawanya ketika mendengar bel apartemen berbunyi dan wajah Taeyong tiba-tiba nampak pada layar kecil dihadapannya.
"Kenapa dia datang kesini?!" Pekiknya, "Apa malaikat maut bahkan mengubah tampangnya menjadi Taeyong agar aku mati?!" Gerutu Jaehyun namun tetap membuka pintu. Untuk memastikan sosok didepan apartementnya masih manusia atau justru sosok malaikat yang ingin mencabut nyawanya.
Cklek!
"Annyeonghaㅡ"
Tak!
Taeyong memejamkan mata ketika sebuah benda yang cukup keras mengenai pucuk kepalanya,
Tahan Taeyong,
Tahan,
Tahan...
"JUNG BRENGSEK JAEHYUN!" pekik Taeyong dengan tatapan murka dan nafas terengah, "Kenapa kau memukuli kepalaku dengan payung bodoh?!"
Dengan tampang tak berdosa, Jaehyun melempar payung di tangannya ke sembarang arah tanpa melepas tatapan dari Taeyong. Lelaki berlesung pipi itu melipat lengan angkuh lalu tersenyum remeh, "Heh, ternyata kau bukan malaikat maut."
"Mwo?!" Taeyong kembali dibuat emosi karena ucapan sosok dihadapannya, "Kau benar-benar!"
"AAAAGH!"
Jaehyun memekik tak kalah keras ketika merasakan dengkulnya ditendang oleh Taeyong.
"Apa kau ingin membunuhku bodoh?!" Jaehyun mendesis sembari mengusap bekas tendangan Taeyong.
Jaehyun kira dengkulnya telah berlubang. Sungguh apa Taeyong pikir organ tubuhnya ini adalah bola sepak? Pikir Jaehyun.
"Tak ada manusia yang mati hanya karena dengkulnya ditendang."
Taeyong mengembalikan kesadarannya. Ia tak boleh emosi, pikirnya. Meskipun sikap Jaehyun tetap saja memancingnya untuk terus mengumpat, tapi ia tak boleh berlama-lama tanpa membawa pulang tanda tangan, pikirnya.
Menyodorkan berkas yang ia pegang, Taeyong berucap dengan nada datar. "Tolong tanda tangani berkas ini, Daepyeo-nim."
Hal itu sontak membuat Jaehyun menganga, belum genap lima menit pria itu menendangnya namun dengan entengnya ia berkata ingin meminta tanda tangan.
"Kau benar-benar si jelek tak tahu diri."
Jaehyun merampas berkas itu, masih menatap tajam kearah sosok dihadapannya.
"Mana bolpoinmu?" Tanyanya malas.
Sial, batin Taeyong. Kenapa juga ia lupa membawa alat tulis itu?
Berdehem, Taeyong mengindari kontak mata dengan Jaehyun, "Maaf, aku lupa membawanya Daepyeo-nim."
"Dasar tak berguna," gumam Jaehyun sebelum berbalik dan melenggang masuk kedalam apartemennya. Merasa tak diikuti oleh siapa-siapa, CEO muda itu kembali berjalan ke arah pintu lalu berteriak, "Kenapa kau tidak masuk? Apa kau kira aku akan membawa berkas ini lagi kesini hanya untukmu?!"
Taeyong lagi-lagi hanya bisa memejamkan mata mendengar gerutuan Jaehyun. Ia sangat ingin memukuli wajah pria ituㅡlagi, namun Taeyong sadar semuanya akan berakhir saja sia-sia. Dipukuli berkali kali tak akan membuat otak Jaehyun yang sudah terlanjur rusak kembali seperti sedia kala.
"Baik, Daepyeo-nim." Taeyong berucap dengan tenang hingga membuat Jaehyun menyipitkan mata.
Karena rasa pusingnya kembali kambuh, Jaehyun sudah tak mampu untuk mencemooh pria itu. Sang CEO muda pun berjalan pelan menuju ruang tengah, dengan Taeyong mengekor di belakangnya.
Telapak tangan Taeyong tiba-tiba dibanjiri keringat dingin ketika langkah demi langkahnya semakin jauh terseret kedalam apartement sang CEO muda. Ia mencengkeram kuat ujung jasnya sembari menggigit bibir bawah.
"Duduklah," perintah Jaehyun yang langsung diturutinya.
Mata Jaehyun kembali menyipit ketika melihat Taeyong duduk sembari menunduk pada sofa panjang dihadapannya. Berdehem, pria berlesung pipi itu membuka berkas yang ia pegang lalu berucap, "Aku harus menandatangani yang mana?" Tanyanya.
Taeyong mencondongkan badannya kearah Jaehyun, membuka berkas dan mencari halaman yang harus dibubuhi tanda tangan sang CEO muda, "Disini." Ucapnya dengan suara yang sangat jelas bergetar.
"Ke dapurlah," ucap Jaehyun pelan sebelum menggoreskan tinta bolpoinya pada berkas milik perusahaan Nakamoto itu, "Ada minuman dingin di kulkas."
"Tidak, terima kasih."
Jaehyun memandangi wajah Taeyong yang masih terfokus pada meja, seolah pria itu enggan menatapnya juga seisi apartemennya.
"Lagipula kenapa kau yang datang kesini?" Ucap Jaehyun, "Kenapa kau tidak menyuruh Joy atau karyawan ku yang lain?"
Taeyong memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya yang telah berubah warna menjadi merah padam, "Itu berkas perusahaanku, sudah menjadi kewajiban ku untuk membawanya sendiri."
"Ya, terserah."
Jaehyun menyodorkan berkas yang telah ia tanda tangani pada Taeyong, "Ada lagi?"
Taeyong menggeleng, "Tidak hanya ini, terima kasih." Ucapnya lalu beranjak dari sofa, "Aku permisi." Membungkuk sopan pada Jaehyun, pria dengan rahang tegas itu buru-buru berjalan menjauhi ruang tengah.
Jaehyun yang sudah tahu alasan dibalik perubahan sikap Taeyong hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan.
Tapi tunggu,
"Ya Tuhan!"
Jaehyun memekik histeris, "Apa dia melihat catatanku ini?!" Tanyanya pada diri sendiri sembari memegangi kertas yang telah ia tulisi pesan sebelum ia mati.
ㅡto be continued
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.