07 회

11.2K 1.8K 182
                                        

Taeyong mendengus kesal sembari membuka halaman demi halaman berkas yang ada dihadapannya. Disana tertera nama Jung Jaehyun dan sebuah space kosong yang harusnya dibubuhi tanda tangan. Tapi demi dunia dan seluruh isinya, Taeyong sudah sangat malas bertemu dengan lelaki itu. Berniat baik untuk membantunya menghilangkan rasa pegal saja ia masih dibuat kesal, lalu bagaimana jika meminta tangan? Pikirnya.

Namun, pekerjaan tetaplah pekerjaan. Ini sudah menjadi resiko Taeyong sedari awal. Ia harus bersikap profesional.

Beranjak dari kursi kerjanya, Taeyong membawa berkas itu dan berjalan ogah-ogahan menuju ke ruangan tetangga. Saat sampai didepan pintu berornamen hitam besar itu, Taeyong menarik nafas dalam dan berdoa kepada Tuhan semoga Jung Jaehyun menderita sariawan saja. Ia tak ingin telinganya sakit mendengar celotehan kurang ajar lelaki itu.

Tok!
Tok!

Entah sudah ketukan keberapa namun Taeyong tak mendengar suara apa-apa dari dalam. Apa mungkin dia tertidur karena telah meminum obat? Pikirnya. Namun, beberapa detik kemudian mata Taeyong terbelalak ketika sebuah pikiran lain hinggap di otaknya,

Bagaimana jika dia benar-benar mati seperti yang ia katakan sebelumnya?!

"Jaehyun!"

Taeyong mematung ditempatnya setelah membuka pintu dan tak mendapati siapa-siapa di ruangan itu. Jika ia berada dialam liar mungkin yang terdengar hanya kicauan burung dan gerasak gerusuk dari tikus hutan.

Dia kemana? Batin Taeyong lalu merogoh ponselnya, menekan sebuah kontak di sana sebelum memilih opsi dialing.

"Halo?"

"Joy," panggil Taeyong saat perempuan diseberang sana mengangkat panggilan teleponnya, "Apa kau tahu kemana CEO brengㅡ" Ia berdehem sejenak karena hampir saja kelepasan.

"Maksudku kau tahu kemana Jaehyun pergi? Aku ingin meminta tanda tangan tapi ia tak ada di ruangannya."

"Aigoo, apa Jaehyun tak memberitahumu?"

Taeyong mengerutkan keningnya,

"Dia pulang ke apartementnya lebih awal," sambung Joy, "Katanya ia kurang fit hari ini."

Menghela nafas kecewa, Taeyong memandangi berkas yang berada ditangannya. "Lalu bagaimana aku bisa mendapatkan tandangannya, Joy?" Keluhnya, "Tuan Nakamoto ingin menerima surat ini sebelum jam lima sore."

Joy terdiam sejenak, Taeyong berharap wanita itu akan berkata, "Baiklah aku akan membawa berkas itu ke tempat Jaehyun."

Namun ekspektasinya sungguh tak seindah realita, Joy justru berucap, "Tae, lebih baik kau membawa berkas itu ke apartement Jaehyun."

Oh tidak, aku bisa gila!

"Aku tidak tahu sepahit dan seburuk apa masa lalumu bersama sepupuku itu, tapi..." Joy berucap penuh kehati-hatian, takut jika Taeyong tersinggung nantinya, "Tapi aku yakin kau bisa profesional disini, aku percaya padamu Lee Taeyong."

Taeyong hanya bisa menjatuhkan bahunya. Benar kata Joy, ia harus tetap menjunjung tinggi profesionalitasnya disini.

"Baiklah, dimana alamat apartemennya?" Tanya Taeyong.

"Masih di apartement yang dulu, Tae."

Taeyong membeku di tempatnya.

Haruskah ia kembali menginjakkan kaki ditempat itu?

Haruskah netranya menyaksikan kembali saksi-saksi bisu betapa ia sangat bodoh pernah terjebak dalam lingkaran setan Jung Jaehyun?

Tuhan lindungi aku.

When We Meet | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now