Bab 38 Kehidupan

34.7K 4.4K 61
                                    


Caca mengamati Kenan yang kini bersandar di pagar belakang rumah budenya. Menatap hamparan sawah yang terbentang luas di depannya.

Mereka sedang berduka. Karena berita meninggalnya papa Novia, Om Ridwan memang mengguncang keluarga Om Kafka yang termasuk teman dekatnya.

Tapi Caca juga ikut merasakan kesedihan itu. Dia bersedih untuk Novia. Wanita yang sangat rapuh saat ini. Kenan dan Caca memang sempat terbang ke Jakarta saat acara pemakaman. Dia bahkan memeluk Novia yang terkulai lemas kemarin.

"Mas.."

Caca mendekati Kenan yang kini mengalihkan tatapannya dari hijaunya padi ke arahnya. Wajah Kenan terlihat muram saat ini. Tapi senyum tetap tersungging di bibirnya.

"Hai.."

Kenan mengulurkan tangan untuk meraih tangannya dan menggenggamnya erat. Pagi yang damai. Suara kicau burung, gemericik air dari irigasi yang tak jauh dari tempat mereka membuat Caca merasa nyaman.

"Apa kabar dokter kucing hari ini?"

Kenan hanya tersenyum tipis mendengar panggilannya. Lalu membawa jemari Caca yang telah digenggamnya ke arah mulutnya dan mengecup lembut kulit tangan Caca.

"Maafkan aku Ca..."

Caca mengernyit mendengar ucapan Kenan.

"Mas masih bersedih tentang Om Ridwan?"

Kali ini Kenan tidak menjawab. Tapi mata mereka bertemu.

"Bukan hanya itu Ca. Kehidupan memang berjalan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Raihan akhirnya menikah dengan Novia meski di atas duka. Aku  mendapatkan curhatan yang memilukan dari Raihan sendiri. Dia tidak mau membuat Novia bersedih."

Kenan menarik Caca semakin dekat dan kini melingkarkan lengannya di bahu Caca. Membawanya merapat lebih dekat. Menikmati semilirnya angin pagi hari yang berhembus dengan sejuk.

Caca bersandar di bahu Kenan. Menikmati kedekatan ini.

"Caca juga merasa sedih."

Kenan menganggukkan kepala dan mengecup pucuk kepala Caca.

"Ca..."

"Hemmm"

"Kamu sudah siap hidup menderita denganku?"

Pertanyaannya itu membuat Caca kini menatap Kenan dan kini menjauh. Mengamati suaminya yang memang tampak gelisah.

"Menderita bagaimana?"

Kali ini Kenan melepaskan genggaman tangannya. Membuat Caca menegakkan diri.

"Aku mungkin terlalu naif kemarin saat melamarmu? Aku mungkin terlalu gegabah. Kamu yang selalu hidup nyaman di dalam lindungan keluarga. Kini mungkin harus merasakan kekecewaan."

Caca mengernyit lalu menatap Kenan yang tampak sangat serius. Bahkan rahang Kenan terlihat menegang.

"Mas ngomong apa sih? Ngelantur apa ngelindur?"

Caca mencoba mencairkan suasana. Tapi wajah Kenan tidak juga berubah ceria seperti biasanya.

"Ca...aku meneruskan pendidikan ini dari uang ayah. Beliau yang memaksa. Dan pastinya aku juga ingin menunda kuliahmu dulu. Maaf tapi ini diluar perhitungan. Aku pikir hidup seadanya akan membuatmu nyaman."

Kenan kini menggelengkan kepala lalu menyugar rambutnya.

"Tapi ini tidak bisa Ca. Sebentar lagi kalau kamu hamil, kita pasti butuh biaya lebih. Kita tidak bisa hidup terus menumpang di sini. Atau di klinik yang kecil itu. Kita butuh rumah Ca."

Caca mencoba memahami semua perkataan Kenan. Dia menggeser berdirinya. Tapi tangan Kenan sudah meraih tubuhnya dan kini membawanya ke depannya. Lalu kedua tangan Kenan melingkar di perutnya.

"Aku tidak mau membuatmu sedih Ca. Janjiku kepadamu kalau kamu mau ikut ke sini aku akan membiayai kuliahmu lagi. Hanya saja..."

Nafas hangat Kenan berhembus di tengkuknya. Caca menyandarkan tubuhnya di dada bidang Kenan. Dia tahu semua orang pasti punya masalah. Terutama dalam kehidupan rumah tangga.

"Tapi aku bingung menyampaikan semua ini Ca. Aku tidak bisa memberimu kebahagiaan. Aku harus menghemat untuk membeli rumah dan membangunnya. Aku juga ingin kamu tersenyum senang. Maafkan aku Ca."

Caca merasakan wajah Kenan menyuruk ke lehernya. Hijab kaosnya terasa hangat karena hembusan nafas Kenan.

Caca tersenyum dan mengusap rambut Kenan.

"Mas...Caca kecewa mendengar ini. Tapi bukankah kehidupan itu harus terus berjalan? Lagipula di sini kepala keluarganya kan Mas Ken. Caca percaya dengan semua keputusan Mas Ken."

Ada suara terkesiap di belakangnya. Lalu Kenan merengkuhnya makin erat.

"Maafkan aku ya Ca yang tidak sempurna ini."

Bisikan Kenan membuat Caca langsung berbalik dan membuat mata mereka bertemu. Lalu Caca tersenyum, membuat Kenan ikut terhipnotis.

Bibir itu mengulas senyumnya bahkan sampai mata. Lalu Kenan tertawa.

"Ya Allah. Terimakasih karena sudah memberikan bidadari ini untukku."

Teriakan Kenan itu membuat Caca merona. Tapi dia juga ikut tertawa.
Bukankah semuanya akan terasa mudah apabila dilakukan bersama?

Bersambung

Baru bisa up dikit ya..

MAS, RASA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang