Bab 04 Bimbang

44K 5K 136
                                    


"Assalamualaikum."

Kenan mengucapkan salam saat masuk ke dalam rumah. Sore ini dia terlalu lelah untuk membahas apapun. Pertemuannya dengan Caca adik Alvin itu sudah membuatnya lelah. Bukan lelah fisik tapi lebih ke hati. Caca yang selalu bersikap defensive kepadanya. Padahal apa yang diucapkannya itu untuk kebaikan Caca sendiri. Hanya saja sejak pertama kali bertemu kembali setelah sekian tahun, Caca sepertinya tidak suka dan menganggapnya musuh.

"Waalaikumsalam. Baru pulang Ken? Udah ditungguin ayah.."

Rahma, bundanya Kenan kini melangkah mendekatinya lalu mengusap kepalanya dengan sayang.

"Dari rumahnya Om Zain, biasa dapat tugas negara jagain Caca."

Kenan kini menghempaskan tubuhnya ke atas sofa yang ada di ruang tengah. Dia melepas jaketnya dan meletakkan begitu saja di sandaran sofa.

"Caca kayaknya jadi tomboy ya sekarang?"
Ucapan bundanya yang duduk di sebelahnya kini membuat Kenan menganggukkan kepala.

"Iya, pakainya kemeja sama celana jins terus. Lagipula kerjanya kan juga sama cowok bun, yang katanya bosnya. Heran loh, Caca dulu kalau ditanyain pas kecil pingin jadi apa, jawabnya mau jadi dokter hewan. Karena dia dulu kan punya kelinci yang dikasih nama Bunny gitu. Eh tahu-tahu itu kelinci mati. Dan sejak itu Caca bilang pingin jadi dokter Hewan. Eh ini udah gede malah jadi fotografer."

Kenan menggelengkan kepala mengingat kejadian yang telah lampau. Sejak kecil Kenan memang suka menggoda Caca.

"Yah namanya juga cita-cita masa kecil Ken. Lah kamu dulu pingin jadi reporter katanya mau nerusin cita-cita bunda. Eh malah jadi dokter kan?"

Kenan menyeringai ke arah bundanya. Tapi kemudian suara langkah kaki membuat mereka teralih. Ayahnya yang baru saja keluar dari dalam kamar menatapnya.

"Ken, malam ini kan ketemu sama Novi, kamu gak lupa kan?"

Kenan langsung membelalakan matanya. Novia, tepatnya. Wanita yang memang sedang taaruf dengannya. Mereka kenal karena wanita itu adalah putri dari teman dokter ayahnya. Sebenarnya Kenan masih belum ingin taarufan. Hanya saja usianya memang tidak muda lagi. Dia sudah masuk dalam golongan segera menikah. Lagipula dia percaya pilihan ayahnya baik. Novia itu seorang dokter muda. Usianya sepantar dengannya. Dalam beberapa kali pertemuan yang memang selalu didampingi kedua belah pihak, Kenan memang tidak merasa keberatan. Novia cerdas, dan juga muslimah yang baik.

"Lupa ayah. Duh gara-gara dua hari ini nemenin Alvin lamaran nih.'

Kenan menggaruk-garukkan tangannya di rambutnya. Lalu ayahnya duduk di sebelah bundanya.

"Kalian kan juga harus sudah membicarakan pernikahan. Gak baik Ken lama-lama. Kamu udah cocok kan sama Novia?"

Pertanyaan itu membuat Kenan menatap ayah dan bundanya bergantian.

"Menurut bunda gimana?"
Bundanya tersenyum dan menyentil hidungnyaa.

"Baik. Bunda juga senang kok sama Novi."

"Kalau ayah?"

Tapi ayahnya kini menatapnya cukup lama.

"Yang mau nikah itu kamu, bukan ayah."

****

Meski jawaban sang ayah begitu, tapi malam ini mereka memang menerima tamu dari keluarga Novi. Wanita yang kini duduk didepannya tampak cantik dan anggun. Senyum terus menggembang di wajahnya.

"jadi langsung saja menikah, kan udah sama-sama cocok kan?"

Itu ucapan Om Ridwan, ayah dari Novia. "Kamu gimana Kenan?"
Pertanyaan itu langsung membuat Kenan menatap calon mertuanya itu.

"Kalau memang sudah tidak ada keraguan, lebih baik disegerakan. Tapi sama Novinya gimana?"

Kenan langsung menoleh ke arah Novia. Wanita itu tersenyum lagi.

"Saya juga sudah siap menjadi istri Mas Kenan."
Kenan menganggukkan kepala, toh ini sudah jalannya.

****

Malam sudah larut, tapi Kenan sejak tadi hanya berbaring nyalang di atas kasur. Tubuhnya lelah, hanya saja otaknya masih terus berkelana. Dia langsung mengambil ponselnya dan kini menghubungi seseorang.

"Assalamualaikum bakpia.."

"Waalaikumsalam. Eh pak dokter ada apa ya malam-malam gini nelepon?"
Suara kakaknya yang ada di Yogya membuat Kenan kini tersenyum. Dia beranjak duduk dan bersandar di bantal yang di tumpuk di belakangnya.

"Bakpiaaaaa.. gimana ini.."

"Apanya?"

Kenan memang selama ini selalu curhat dengan kakaknya itu. Orang tua kedua untuknya. Karena dia juga sejak umur 15 tahun ikut dengan kakaknya. Bahkan sampai kakaknya mempunyai anak dan dikaruniai 3 anak juga Kenan masih betah di rumahnya.

"Tadi sore keluarga Novi datang, dan aku akan segera menikah."

Kenan kini menatap jahitan di bantalnya. Sepertinya mengatakan itu sangat sulit.

"Lha alhamdulilah. Tapi kenapa terdengar sedih?"

Kenan kini menghela nafasnya dan menyugar rambutnya.

"Jantung Ken gak berdegup dengan kencang. Gak ada desir-desir yang gimana gitu. Apa ini wajar? Bakpia dulu pasti sama mas bos kan juga jantungan kan? Ini tapi sama Novi kok enggak. Kayak ada yang kurang. Padahal dia itu cantic, cerdas dan muslimah."

Ada jeda yang lama setelah Kenan mengatakan itu. Tapi kemudian..

"Heh dokter kucing, shalat istikharah sana. Jangan Cuma curhat mellow-melow. Dan ini udah malam, jangan gangguin mamapia ya. Mau tidur sama papapianya.."
Kenan terkekeh saat mendengar hardikan dari kakak iparnya yang tak lain suami dari Sofia kakaknya. Tapi memang benar sarannya, dia harus shalat istikharah.

BERSAMBUNG

Perlahan dulu yaaa.. mulai memahami hayuk yang menebak-nebak betul gak? 

MAS, RASA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang