"T-tapi, Kak... ."

"Kalau ada yang bisa disalahkan dari kasus kali ini, adalah para teroris dungu itu dan ... diriku," lanjut Lien Hwa tanpa memberikan kesempatan bagi Alex untuk menyela. "Karena kecerobohanku, informasi tentang kemampuanmu bocor pada mereka. Bahkan ketika kami berusaha menebus dengan mencegah kebocoran meluas, informasi tentang sekolah dan teman-teman seklubmu gagal kami tutupi."

Ditunjuknya Alex dan 3 orang teman dekatnya sebagai perwakilan klub atletik membuat wajah dan sekolah asal mereka tersebar oleh media. Mungkin para teroris juga tidak tahu siapa di antara dua orang remaja berambut gelap dalam kuartet mereka yang jadi incaran, karena itulah mereka menyekap Theo lebih dulu.

Bila ternyata Theolah incaran mereka, mereka tinggal membawanya pergi. Bila ternyata bukan, mereka tinggal menggunakan Theo sebagai sandera untuk memancing tiga yang lain.

Alex menyandarkan punggungnya ke bantal-bantalnya kembali. Dia teringat akan reaksi ibunya ketika dia menyampaikan kabar soal terpilihnya dirinya menjadi atlet mewakili sekolah. Sama sekali bukan ekspresi senang atau bangga.

"Kau pasti menyalahkan diri lagi ... Kali ini menyesali karena terpilih jadi wakil sekolah?"

Tebakan Lien Hwa yang tepat sasaran membuat wajahnya memerah.

"Dasar, kau ini ... Sudah kubilang, wajah kalian tersebar itu bukan masalah. Atlet-atlet dari sekolah lain juga tampangnya terpajang di koran, banyak yang lebih besar dari ukuran foto kalian, malah ... Tapi mereka tidak jadi sasaran, kan?"

"Kakak benar, tapi... ."

"HAISH, SUDAHLAH! Tidak usah memikirkan lagi hal-hal yang sudah basi itu. Kau punya masalah lain yang lebih penting sekarang. Soal sekolah barumu."

Alex merasa kembali diingatkan dengan apa yang dikatakan oleh ibunya tempo hari.

"Menurutku pribadi, sekolahmu nanti bukan pilihan jelek. Memang sangat ketat dan kesukaanmu pada atletik hampir pasti berakhir sebatas hobi, tapi kalau kau pasti bisa menyesuaikan diri, Lui. Kami sekalipun tidak bisa sembarangan ikut campur pada instansi yang diawasi langsung oleh para bangsawan tinggi."

"Ibu akan memasukkan aku ke sekolah khusus bangsawan?!" tukas Alex berang. "Apa Beliau lupa kalau gelar Margrave Ayah hanya nama saja? Kami bukan lagi bangsawan sungguhan. Kami sudah tidak ada wilayah kekuasaan. Apalagi leluhur kami sempat dituding sebagai pengkhianat-... ."

"Memangnya kau peduli dengan segala tetek-bengek yang dipermasalahkan oleh para bangsawan? Kalau kau, aku yakin bisa membungkam para tuan muda di sana dengan akal bulus dan senyum palsumu, Lui ... Ditambah wajah yang cukup tampan, kau ini contoh sempurna putra bangsawan ideal."

Diakui atau tidak, didikan keras ibunya dan berbagai pengetahuan dari ayahnya membuat Alex terbiasa untuk menjaga sikap. Lebih mudah untuk bergerak dan berkilah bila semua orang mempercayaimu. Alex memanfaatkan betul setiap aset yang dia miliki, untuk bisa hidup senormal mungkin di dalam aturan Plate.

"Tapi aku juga beranggapan bahwa memasukkanmu ke sana bukan ide bagus."

Lien Hwa membentangkan lagi artikel koran di tangan dengan jemarinya.

"Mungkin kau sendiri sudah mulai sadar, selama ini kita sudah salah menilai kemampuanmu, Lui," perempuan itu membiarkan matanya menelusuri foto kelabu kawah besar di apa yang sebelumnya adalah salah satu gedung sekolah Alex.

Remaja laki-laki itu membeku. Dia rela mengorbankan tangan atau kakinya daripada harus mendengar kelanjutan kalimat Lien Hwa.

"Kemampuanmu bukan sekadar untuk menetralisir energi. Efek Plate dan energi magis hanyalah bahan bakar yang tanpa sadar kau kumpulkan untuk melakukannya."

Right EyeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant