2 - Sang Mantan

385 43 1
                                    

Tuhan pasti sudah menyiapkan jodoh terbaik untuknya. Kalau tidak di dunia, insya Allah di akhirat nanti.

---

Gio melenggang santai kembali ke konter setelah selesai mengantarkan pesanan, ketika Lila muncul dari arah berlawanan. Belum cukup sejam saat ia ke atas tadi. Sekarang sudah menanggalkan seragam putih abu-abunya, menggantinya dengan pakaian casual yang membuatnya tampak fresh. Rambut lurus sebahunya setengah basah. Sepasang bibir tipisnya merah alami dan agak mengilap. Ia tersenyum saat melihat Gio.

"Mau pergi?" tanya Gio sambil mendekap nampan.

Lila mengangguk.

"Baru juga pulang. Masih hujan, tuh."

"Aku ada latihan sama Devan."

"Besok, kan, bisa."

"Lebih cepat lebih baik, Gi. Aku udah dikasih kesempatan, dan aku nggak mau ngecewain siapa pun." Lila melempar pandangan ke arah jalan, lalu mengecek sesuatu di ponselnya dengan tampang sedikit kesal.

"Kenapa, sih?"

"Ini, loh, posisi taksinya dari tadi di situ-situ aja." Lila menghadapkan tampilan ponselnya ke Gio.

"Loh, kenapa nggak bawa mobil sendiri?"

Bahu Lila merosot perlahan. "Mobilnya masih disita sama Mama."

"Masih gara-gara kemarin?"

Lila mengangguk lemas.

Tiga hari yang lalu, Lila hampir menabrak anak kecil. Karena kaget, anak itu menangis. Padahal baru hampir, tapi orangtuanya datang marah-marah, seolah-olah anaknya mengalami cedera serius. Sialnya, Hania, mama Lila, termakan omongan orang itu. Ujung-ujungnya ia memberikan sejumlah uang sebagai ganti rugi dan menyita mobil Lila. Kalau tidak takut dosa, Lila sudah mendoakan orangtua anak itu cepat mati!

"Eh, taksinya udah datang, tuh."

Gio ikut menoleh ke arah jalan, tepatnya pada sedan hitam di bawah guyuran hujan.

"Aku pergi, ya," katanya lalu berlari-lari kecil ke arah pintu.

"Jangan pulang kemalaman!" Itu teriakan Hania dari balik konter.

"Siap, Ma!" jawab Lila tanpa menoleh, sesaat sebelum seluruh tubuhnya berada di balik pintu kaca yang selalu bening itu.

Menyadari sesuatu, Gio meletakkan nampannya di meja terdekat, kemudian bergegas menyusul Lila. Ia menyambar salah satu payung di sisi kanan pintu dan langsung mengembangkannya.

"Aku nggak akan ngebiarin pianis andal kehujanan," katanya setelah berhasil menyajari langkah Lila.

"Unccchhh ... Gio-ku." Lila bertingkah sok cute. "Kamu emang yang terbaik." Ia masih sempat mencubit pipi Gio sebelum masuk ke mobil.

Mobil langsung melaju, sementara Gio bertahan di bawah guyuran hujan. Ia senyum-senyum sendiri sambil memegang bekas cubitan Lila.

***

Tamalatea awalnya cuma warung kopi yang menumpang di teras rumah berlantai dua. Hania tidak pernah membayangkan akan sebesar sekarang. Bagi Hania, Tamalatea bukan sekadar ladang rezekinya, tapi di sana ia menempa diri, menghidu aroma perjuangan dari nol dan memahami arti hidup yang sesungguhnya.

Saat suaminya secara gamblang mengutarakan keinginannya untuk membangun rumah tangga baru bersama perempuan lain, Hania nyaris tidak mampu bertahan. Detik demi detik ia lalui dengan linangan air mata. Ia paham, ini tidak adil, tapi entah ke mana harus mengaduh. Ia sadar, ia punya hak yang patut diperjuangkan, tapi entah bagaimana harus melakukannya. Ia terduduk dalam ruang keputus-asaan yang kian hari semakin menyempit.

Mengejar Cinta Anak Bos [SUDAH TERBIT]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن