Part 2

3.8K 155 8
                                    

#CATATAN_PELACUR
#PART_2
#SAHABAT_DALAM_DUKA

Sebuah kisah yang khusus menceritakan tokoh Ashita Raya dalam cerita #MENGEJAR_RAJAM

===== 🍀

Kuusap airmata yang terus mengalir membasahi wajah. Tak ingin lelaki yang baru saja menancapkan besi panas ke dadaku melihatnya. Biar hanya aku yang tau kesedihanku. Lebih baik terhina dari pada dikasihani, ya itu prinsipku dan selamanya akan seperti itu. Cinta yang kupendam untuk lelaki bernama Syafrizal biar menjadi rahasia pribadi yang selamanya akan terpendam. Karena nyatanya dia tak butuh cinta, dan hanya butuh tubuhku. Itu saja.

Cukup lama aku di dalam kamar, kuganti gaun panjang yang sejak tadi kupakai. Tak ingin menjadi seorang munafik, aku lebih nyaman menjadi diri sendiri. Kuraih, kaos lengan pendek yang kugantungkan di balik pintu juga celana jeans selutut yang selalu kukenakan, hingga kembali terlihat lengkungan indah di bagian tubuhku. Ini yang ia inginkan. Aku usap wajahku, mencoba menghilangkan gelap di mata. Kemudian keluar.

"Gerah pakai baju tadi? Suamimu baru pulang, bukannya kamu temani malah asik di kamar!" ketus Warda, lagi-lagi menusuk dada. Ucapannya lebih tajam dari sebilah pisau yang baru saja di asah. Hanya senyum dan diam yang bisa kulakukan.

Menuju ruang makan, kulihat Bang Rizal tengah sibuk menyantap makan malam, wajahnya memancar karena kaos hitam yang ia kenakan, kulit bang Rizal berwana putih sedikit gelap, aroma tubuhnya bisa kurasakan dalam jarak yang cukup jauh. Ucapannya masih terngiang begitu saja di kepalaku, rasa sakit, dan air mata ingin meluap sesaat melihat wajahnya.

Aku mendekat, ia begitu lahap memakan masakan yang kubuat. Tongkol balado dan oseng nangka tersaji di meja makan. Ya aku memang mahir dalam memasak dan menyajikan minuman, puluhan tahun aku bekerja di balik layar kafe Mami, setidaknya aku paham bagaimana cara membuat kopi yang enak dan rasa teh yang pas. Makanan di rumah Mami pun aku yang memasak, karena wanita tambun itu tak tahu caranya memasak.

"Nambah bang?" tanyaku seraya menuangkan air putih di gelasnya yang sudah kosong. Kucoba tutupi, getir di hati. Senyumku pun palsu, mencoba terlihat kuat di hadapannya. Karenaku memiliki harga tinggi untuk diri.

"Kamu mau kemana?" tanyanya sesaat melihatku ingin masuk ke kamar anak-anak.

"Ke kamar anak-anak."

"Tidak usah."

"Kenapa Bang?"

"Mereka sudah tidur."

"Apa tidak boleh aku masuk sekedar membenarkan selimut mereka?"

Rizal diam, ia terus mengunyah tanpa memikirkan perasaanku. Sehina itukah aku, hingga anak-anaknya pun tak boleh kusentuh. Rasa sakitku semakin parah, tak sanggupku menahan air mata. Sementara Warda sedang asik di ruang TV, tak mungkin rasanya aku masuk kembali ke dalam kamar, wanita itu pasti akan menguji lagi dengan ucapannya.

Aku menelan saliva, menarik napas panjang. Berlari ke dapur, masuk ke dalam kamar mandi yang jarang Bang Rizal datangi, ku kunci rapat lalu menangis. Kali ini sakit, sungguh sakit, sangat sakit. Kucoba agar suara isak tak terdengar,pelan aku menahan debaran dadaku yang naik turun. Mengigit pakaianku, menahannya dan diam dalam keheningan. Berharap lelaki itu datang mengetuk pintu dan menanyakan kabarku, namun ternyata enggan ia lakukan.

Tak satupun manusia di rumah ini yang menganggapku manusia, atau setidaknya memikirkan hati yang juga sama dengan milik mereka. Hingga tak sadar satu jam sudah aku di dalam, dan juga menyadari bahwa aku terlahir untuk dihina dan dicaci. Senyumku mengembang, kucoba tepis rasa yang ada, mengembalikan jiwa Ashita Raya yang kuat dan tegar.

Meleburkan hasrat menjadi wanita baik-baik. Tak seperti tulisan di atas pasir yang mudah hilang, kemudian tiada satupun yang tahu bahwa mungkin saja banyak dosa yang tersimpan di dalamnya. Perumpamaan ku seperti ukiran di atas batu, selamanya akan seperti itu dan takkan berubah. Status pendayang dalam diriku takkan pernah hilang meski dihapus atau diangkat.

CATATAN PELACURWo Geschichten leben. Entdecke jetzt