Pilihan mereka jatuh pada gaun kedua, sebuah gaun yang simple dan manis dengan model strapless berwarna beige yang nantinya akan dilengkapi dengan sepatu platform warna senada dan aksen manik-manik emas di sekitarnya.

"Wow, kau cantik, Al!" Penny mendesah senang. Dia memaksa Allison untuk kembali memakai gaun kedua tersebut untuk semakin memantapkan pilihannya. "Hei, nanti dia butuh sepatu dengan tinggi sekitar 10cm kurasa." Ujar Penny kepada asistennya.

"Hei, itu tinggi banget Penny! Bisa-bisa aku jatuh nanti!" Protes Allison.

"Oh, lalu berapa centi dong? Soalnya Damian kan tinggi banget."

Allison terdiam dan tidak bisa menjawab. Penny mengingatkannya kalau Damianlah pasangannya nanti dan Allison merasa canggung tapi dia sudah tidak bisa mundur.

"Hmm...7 cm, oke?" Penny bertanya kepadanya dan Allison hanya mengangguk.

"Great! Allie, aku mau lihat Josh dulu diatas. Aku akan jemput dia, dia harus lihat gaun pilihan kita ini."

"Hei, memangnya harus ya, Penny?" Allison kembali menyerukan protesnya tapi Penny sudah keluar dari ruang ganti dan berjalan meninggalkan mereka. Allison mendesah, artinya dia masih harus memakai gaun yang melekat di tubuhnya saat itu.

Dia berjalan lambat-lambat ke luar ruang ganti dimana terdapat beberapa lemari besar berisi gaun pengantin dan gaun pengiringnya dan juga sofa untuk para tamu. Langkahnya terhenti ketika melihat seorang pria yang paruh baya dengan usia kurang lebih sama seperti Uncle Zach. Pria itu duduk dengan santai, wajahnya terlihat sedikit letih. Rambut pria itu hitam lurus dengan dahi lebar, kedua mata yang sipit, hidung bangir dan bentuk mulut yang juga mungil dan melengkung ke bawah. Wajahnya lebar sehingga memberi kesan gemuk padahal tubuhnya sangat proporsional untuk pria seusianya. Mendadak pria itu menatapnya dan tersenyum kepadanya.

Allison terkejut tapi membalas senyumnya dan mengangguk dengan sopan, memutuskan untuk menghampirinya.

"Kau teman Josh dan Penny?" Sapa pria itu.

"Iya. Saya Allison." Allison mengulurkan tangannya dan pria itu menyambutnya. Genggamannya kuat namun memberi kesan ramah dan hangat.

"Panggil saya Martin saja, Allison. Ngomong-ngomong, kamu cocok pakai gaun itu. Sangat cantik."

Wajah Allison tersipu mendengar pujian pria itu. Entah kenapa, karisma Martin begitu kuat, memberi kesan bahwa dia adalah pemimpin sekaligus ayah yang baik. Tidak lama mereka sudah larut dalam pembicaraan mengenai persiapan pernikahan dan pekerjaan Allison.

"Oh, jangan-jangan, kamu guru favorit Shane dan Stephen ya? Mereka sering membicarakanmu lho!"

"Oh ya? Memangnya mereka cerita sampai ke Bapak juga?" Tanya Allison dengan sumringah sekaligus bingung, dia heran mendengar kedua anak itu yang bercerita tentang dirinya sampai ke... apa sebutannya? Adik kakeknya?

"Tentu, kami sangat dekat. Kemarin mereka sampai ke rumah saja sudah langsung berceloteh banyak tentang sekolahnya."

"Oh?"

"Bahkan mereka juga bercerita banyak kepada adikku dan Josh."

"Eh?" Allison tambah bingung, jika pria ini berkata seolah-olah Joshua bukan anaknya, jadi dia...

"Pa, kok ada disini?"

Suara Damian mengejutkannya. Allison mengangkat kepalanya dan pandangannya bertemu dengan Damian yang sama terkejutnya. Rupanya Martin adalah ayahnya Damian!

"Hei, Damian, kenapa kamu tidak bilang ternyata teman kencanmu secantik ini?"

Wajah Damian dan Allison menegang bersamaan.

"Yah kami memang sering jalan bersama tapi itu kan berempat."

"Oh, jadi Shane berlebihan ya ceritanya? Tetap saja Dam, aku setuju kalau kamu dengan dia."

"Pa!"

"Pak!"

Damian dan Allison berseru protes bersamaan sedangkan Martin hanya menyeringai.

"Tuh kan, kalian sangat kompak." Celetuknya santai, membiarkan wajah Damian dan Allison kembali memerah dan canggung.

"Hai, Uncle! Jas-nya sudah oke? Sudah tidak butuh perbaikan?" Mendadak Penny muncul dengan menggandeng tangan Josh.

"Sudah oke kok, tinggal menunggu hari H saja." Seringai Martin.

"Oh Allie, cantiknya! Kamu cocok pakai gaun itu!" Joshua sudah mengalihkan pandangannya kepada Allison yang menatap mereka semua dengan gugup.

"Tuh kan, Al? Ini dia belum pakai make up lho, coba kalau wajahnya sudah dirias. Pasti akan lebih eye-catching lagi!" Penny menambahkan dengan seringai lebar.

"Thanks." Hanya itu yang bisa dikatakan Allison. Damian hanya diam tapi matanya tidak lepas dari wanita itu.

"Oke, semua sudah setuju sekarang. Kita ganti bajumu, Al, lalu habis ini akan ada food testing. Kalian ikut juga ya? Jangan ragu kalau ada bumbu yang kurang atau berlebihan, pokoknya kalian harus ngomong apa adanya disana! Belum lagi nanti akan ada bagian dekorasinya juga yang akan ketemu setelah food testing! Pokoknya aku mau semuanya sempurna." Penny menatap Damian, Allison dan Martin bergantian yang hanya bisa saling berpandangan dan mengangguk setuju.

Penny menggandeng lengan Allison dan menuntunnya ke ruang ganti lagi. Samar-samar Allison dapat mendengar suara Martin yang berkomentar.

"Memangnya setiap wanita yang mau menikah jadi bossy begitu ya?"


SWEET FATEWhere stories live. Discover now