•5•

30 3 0
                                    


Alize menenggak kaleng sodanya hingga tandas, baginya beberapa hal bisa diselesaikan dengan duduk diam dan minum soda sebanyak-banyaknya. Kenapa? Karena rasa sakit di tenggorokan dapat mengalihkan fokusnya dari masalah yang sedang ia hadapi. Sore ini cuaca cukup teduh, dan ia duduk seorang diri di depan supermarket dengan jaket yang sengaja ia ikatkan di sekitar pinggangnya.

Ia baru saja membuka kaleng kedua ketika seorang lelaki dengan tergesa duduk di depan bangkunya dan merampas kaleng soda itu darinya.

"Eh, eh, eh! Lo apa-apaan sih!?" seru Alize menyadari lelaki di sampingnya kini telah menenggak minumannya cepat-cepat sambil memejamkan mata.

"Huft! Beneran ya, makanan sama minuman paling enak kalau minta punya temen." Lelaki itu mengerling ke arah Alize, senyum miringnya terbit. Detik berikutnya ia menyeka rambunya yang basah dengan kasar.

"Lo ngerampok ini namanya! Dan lagi ya..., kita bukan temen tuh," ujar Alize sebal. Ia kembali membuka kaleng soda terakhirnya dan menengguknya pelan.

"Bukan temen? Berarti lo mau dong jadi pacar gue?" detik berikutnya Alize merasakan panas menyengat di tenggorokan. Ia hampir tersedak namun respon yang gadis itu berikan hanya sebuah tawa hambar.

"Gombal aja teros! Lagian lo ngapain sih, Gi belom pulang? Perasaan tadi juga udah diusir sama Wira deh." Alize menengguk minumannya setengah melamun hingga akhirnya tersedak dan detik berikutnya Regi tertawa.

Lelaki itu tertawa sangat keras meski pada akhirnya juga merampas soda terakhir dari tangan Alize dan menenggaknya. "Eh! Itu ada bekas bibir gue!"

"Bitch please, kenapa sih? Kebanyakan nonton drama lo, pamali Al kalau udah ngasih ke orang terus diminta lagi." Regi kembali menikmati minumannya, tatapan jahil

"Heh! Yang ngasih ke lo juga siapa!? Udahlah gue balik, dari tadi kerjaan lo cuma buat gue kesel mulu!" Alize meraih tasnya dengan kasar sebelum akhirnya berderap menyusuri arah menuju sekolahnya uang hanya terletak kurang dari 100 meter dari supermarket tersebut.

"Yee..., marah terus sih Al!" ledek Regi di sela gelak tawanya. Lelaki itu hanya melambai ringan ketika Alize menoleh dan memberikan tatapan tajam yang tidak pernah berpengaruh sekalipun.

Sesampainya di gerbang sekolah seseorang menepuk bahunya singkat, membuat kekesalan Alize semakin menjadi. "Apaan lagi sih Gi!?" ucapnya dengan nada ketus dan enggan memalingkan muka.

"Gi? Maksud lo Regi?" sebuah suara yang terdengar familiar membuat Alize menoleh dengan enggan. "Hai, lo mau kemana Al?"

"Lah, Sean!? Lo ngapain? Darimana? Kok bisa disini?"

Alih-alih menjawab lelaki itu hanya tergelak ringan, "Banyak amat sih Al? Jadi gue harus jawab yang mana nih?"

"Jangan-jangan lo sekongkol sama Regi kan? Mana tu bocah biar gue kasih bogem mentah sekalian!" Alize mengepalkan tangannya, sepasang matanya menatap tajam.

Namun alih-alih merasa gentar Sean mendaratkan pukulan ringan di atas kepala gadis itu. "Jangan galak-galak jadi orang. Lagian gue sama sekali belum ketemu sama Regi sore ini, gue malah diminta buat cari dia."

"Hah? Em..., diminta siapa?"

"Pak Damar minta dia buat daftar seleksi O2SN tingkat sekolah. Regi kan punya potensi banget tuh buat ambil bagian di tim basket." tutur Sean singkat sebelum akhirnya melambai ke arah belakang tubuh Alize. "Cel, gimana?"

Seorang lelaki dengan rambut panjang yang disisir asal, seragam dengan kerah tidak dikancingkan, dan lengan digulung hingga siku berjalan mendekat. Dari name tag di dadanya tertulis bahwa lelaki di hadapan Alize bernama Aksel.

VacillateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang