Chapter One

20 1 0
                                    

"Keluarlah dengan pakaian gradasi hitam, melangkahlah sesuai irama lagu Lionttine ke tiga belas, gumamkan segala duka di hatimu, dan yang terakhir bisikanlah kalimat yang tertera di surat dengan nada la-sol"


Adora melengkungkan salah satu sudut bibirnya, raut mukanya masam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Adora melengkungkan salah satu sudut bibirnya, raut mukanya masam. Orang-orang disekitarnya tergesa-gesa dan berlarian di sepanjang koridor dengan wajah frustasi, memasuki ruangan dengan warna pintu yang berbeda-beda. Dalam waktu beberapa menit, koridor seketika sepi dan hening, yang terdengar hanyalah suara gesekan pensil dan ketukan pelan diatas kayu. Tidak ada suara bel yang menandakan bahwa kelas akan segera dimulai, penandanya adalah ketika bau ruangan sudah berubah menjadi aroma hujan dan vanilla, serta Little Marry yang gemuk mulai berlari menuju loteng kampus. Adora melangkahkan kakinya dengan anggun dan berjalan menusuri koridor yang berwarna coklat emas, dengan jendela-jendela bergaya Arabian berwarna zamrud yang menyelipkan sinar matahari menuju koridor dari sela-selanya dan bayangnya memberikan motif di sisi tembok. Jika kelas sudah di mulai, bau ruangan berganti menjadi aroma laut yang dingin, lantai-lantai berubah warna menjadi merah menyala, atau terkadang juga berubah menjadi hitam malam tergantung suasana hati bangunan ini. Ketika sudut jari Adora menyentuh ganggang pintu yang berwarna ungu malam yang hangat, lalu membukanya seraya pintu itu mengeluarkan suara berdecit yang memuakkan telinga. Semua mata terjatuh pada Adora, wajah masam menyelimuti seluruh siswa di ruangan.

"Buku Birdwhisttle edisi ke tujuh terjemahan musim semi ke dua belas, halaman dua ratus tiga puluh lima, paragraf ke tiga" Adora menatap murid-muridnya dengan tatapan dingin. Membutuhkan sekiranya waktu satu menit untuk mereka menyiapkan buku di atas meja dengan halaman yang diperintahkan Adora. Seisi ruangan menatap Adora menunggu perintah selanjutnya. Namun Adora tidak mengeluarkan suara apa pun dan mulai membagikan kertas kosong ke setiap muridnya yang seketika gaduh dengan berbagai bisikan dan erangan, bahkan ada yang diam-diam mengeluarkan sumpah serapah.

"Yang masih bersuara setelah kelas usai menerjemahkan buku karya Eric Windsfey sebanyak tiga kali" ujar Adora. "Dan bagi yang berbuat curang, hukumannya mendapatkan tiga buah punishment dan skors selama tiga hari" tambahnya. Seisi ruangan kembali hening, namun kali ini sedikit mencekam. Tidak ada satu murid pun yang menyangka Adora menjadi perempuan yang dingin. Tiga tahun yang lalu, ketika Adora memperkenalkan dirinya sebagai pengajar baru di perguruan tinggi tertua di Lionttine, Morningtonn. Suaranya bagaikan lullaby di sore hari, rambutnya panjang bergelombang berwarna coklat madu, kulitnya berwarna coklat paling muda, dan matanya yang berwarna biru langit dihiasi bulu mata panjang nan lentik. Ketika bibir mungilnya menyunggingkan senyum, aura yang keluar kala itu bisa di bilang adalah jingga di musim gugur yang dramatis. Tepatnya di hari ke tujuh pada musim panen satu tahun yang lalu, ketika akhirnya Adora kembali ke Morningtonn setelah menghilang beberapa hari, aura perempuan itu berubah menjadi hawa ketika puncak di musim dingin. Tidak ada yang mengatahui alasannya, dan tidak ada yang berani bertanya mengapa. Mungkin saja mereka tidak terlalu peduli, hal ini mungkin karena Adora mengajar rasi bintang, studi yang didapatkan hanya ketika seseorang sudah mencapai tingkat ke-dua di perguruan tinggi, dan hanya pada tingkatan itu mereka mendapatkannya, sehingga waktu yang di miliki para murid dengan Adora terbilang singkat. Satu jam berlalu dan Adora meninggalkan ruangan membawa tumpukan kertas yang sudah penuh dengan coretan tinta. Membawanya menuju ruangan pribadinya yang berada di lantai lima bagian selatan ruangan. Pintunya besar dan menjulang berwarna madu seperti rambutnya. Dinding ruangan itu dipenuhi buku, di atas meja penuh dengan lembaran kertas yang ditumpuk-tumpuk dengan rapi. Tidak ada sisi feminim di ruangan itu yang mewakili wajah Adora, tidak ada bunga, tidak ada warna merah muda, atau pita-pita cantik di laci-laci mejanya. Namun terdapat satu hal yang paling di banggakan Adora di dalam ruangannya, satu hal itu adalah hamparan langit yang menjenjang di atap ruangan. Hanya sebuah alat magis yang Adora ciptakan untuk mengapresiasi sekaigus meneliti rasi bintang setiap malamnya.

Night Fair StreetWhere stories live. Discover now