We will go home together, with you

Start from the beginning
                                    

"Davara..-" cicit Dava lirih, mengingat ia sangatlah sulit berhadapan dengan orang asing.

"he's so cute, like you."

Jinara merotasi kan matanya bosan mendengar gombalan receh manusia di depannya itu. "Up to you, Edward."

"Hi, my name is Edward. Jinara's friend at work. Nice to meet you^^" ucap pria yang tadi mengusap kepala Jineul, ia mengulurkan tangannya pada Jay yang terdiam sedari tadi.

"My name is Jay, Jayandra Yudhistira. Jinara's oldest brother." jawab Jay sambil menyambut uluran tangan Edward.

"And my name, Crist. You can call me like that."

"Yeah, nice to meet you too."

"Can you come out of my room? I want to sleep." usir Jinara secara terang-terangan.

"Uhmm, but..-"

"The exit is there, do I need to show it?" Tunjuk Jinara pada pintu kamarnya yang terbuka, yang secara langsung berniat mengusir mereka berdua dari sana.

Edward dan Crist saling berpandangan sembari meringis, Jinara sedang tidak kondisi mood baik dan itu artinya mereka jangan dulu mengganggu bungsu Aksara itu. Mereka bertiga adalah rekan kerja yang sudah sangat dekat layaknya saudara, membuat dua pria bule itu sedikitnya mengerti tentang Jinara dan sifat random si bungsu itu.

"Ah yes, Good night dear, I will miss you hehe."

Merasakan aura Jinara yang semakin gelap, dua lelaki bule itu memilih untuk undur diri sambil membawa setumpuk kertas yang tadi Jineul kerjakan. "We will go to the office now, please enjoy your holiday for the next year dear." seru Edward lalu berlalu diikuti oleh Crist.

"Itu tadi siapa?" Tanya Jay dengan mata yang memicing curiga.

"Temen." Jawab si bungsu singkat.

"Kok manggil kamu sayang? Pacar mu?"

"Bukan."

"Abang gak setuju yah."

"Emang kapan Abang pernah setuju?" Tanya Jinara sinis. Ia menatap Jay dengan pandangan meremehkan. "Kebahagiaan aku kan selalu ditentang dan hidupku gak selamanya butuh persetujuan dari abang."

Jay terdiam, hatinya mendadak sakit mendapatkan pemberontakan yang sangat jarang Jineul lakukan. Memang sih dulu mereka terbiasa berbicara dengan kata-kata pedas, tapi itu dulu, karena sekarang situasinya berbeda.

"Dek, pulang nya?"

"Gak."

Jay menunduk sedih, dan ia mulai menghela nafas dan pura-pura memasang senyuman, bohong jika ia tidak sakit hati dengan perlakuan sang adik, ia sangat terluka kini. Untungnya Jinara tidak melihat karena posisi adiknya itu sedang membelakanginya. Kini, Jinara memang terasa asing dan sulit dijangkau.

"Jinara.."

Jinara membatu saat mulai merasakan punggungnya basah, ia langsung berbalik badan dan melepaskan pelukan Dava pada tubuhnya. Dilihatnya Dava yang sudah berlinang air mata dengan hidung yang memerah dan ekspresi seperti anak kecil yang menangis. Si bungsu itu menatap Dava dalam diam dan tanpa ekspresi — dan itu malah membuat Dava semakin menangis.

Alis Jinara menekuk tajam tapi mulutnya terkunci rapat. Dan baru kali ini Jay melihat adik bungsunya yang selalu bobrok itu bisa sedatar dan sedingin itu pada Dava,. Padahal dulu, jikalau Dava menangis, Jinara akan menenangkan Dava atau malah akan ikutan menangis. Terkadang Jay menganggap jika Jinara dan Dava adalah anak kembar yang sesungguhnya.

[✓] Kakak + Day6Where stories live. Discover now