Khawatir

4K 572 108
                                    

Keluarga Aksara kini sudah tiba di Bandara Husein Sastranegara setelah melewati 7 jam perjalanan dari Jepang yang melelahkan. Malam sudah tiba dan walaupun begitu jalanan tetaplah padat dan orang-orang seakan-akan tidak mengenal waktu untuk bepergian. Begitupun dengan keluarga sedikit aneh ini, yang baru saja keluar dari pintu keluar bandara dan menunggu Dani membawa mobilnya.

Setelah menyimpan semua barang-barang ke dalam bagasi, Jay masuk ke dalam mobil. Dani mengambil alih kemudi dan mulai menjalankan mobil untuk kembali ke rumah. Kondisi dalam mobil sangatlah hening karena para perusuh seperti Jay, Key dan Jinara sudah tertidur. Shaka tengah mendengarkan lagu dan membiarkan Key tertidur di bahunya. Dava terlihat sedang memainkan handphone dengan serius dan Wilnan kini sedang mengobrol dengan Minara yang ada di depan.

"Bunda, bunda setuju sama Kak Yuko?" Tanya Wilnan dengan mencondongkan tubuhnya ke depan agar lebih leluasa berbisik ria dengan Minara agar Shaka dan Dava yang berada di belakang tidak mendengar.

"Iya, Yuko itu sudah seperti anak bunda sendiri. Kalau liat Yuko itu seperti melihat Jay." Jawab Minara dengan berbisik juga.

"Tapi Bang Jay versi kalem kan Bun?"

"Hahaha kamu tidak tahu sifat asli Yuko. Jadi cocok lah sama Jinara."

"Seriusan Bun?"

"Iya, apalagi kalau sudah disatukan dengan ayahnya tuh, si Yuta. Makin menjadi."

"Hahahahaa kalau sudah gen susah yah Bun, seperti kita." Ucap Wilnan tanpa beban yang sontak membuat Minara menoleh. "Maksudnya?"

"Kan kita aneh juga gen dari Bunda." ucap Wilnan dengan polosnya dan secara tidak langsung mengakui kalau dirinya sendiri juga aneh. Dani yang mencuri dengar pun diam-diam tertawa menyetujui perkataan Wilnan yang memang benar adanya.

"Enak saja kamu bicara." Tegur Minara tak terima.

Wilnan tertawa pelan, "iya maaf, bunda."

"Ohiya Wil, memang kamu tidak bisa menerawang masa depan Jinara?"

"Bun, aku bukan cenayang yah." Sangkal Wilnan yang selalu merasa jika ia bukanlah seorang cenayang seperti yang ibunya katakan itu.

"Ya siapa tahu kamu tahu gitu, ohiya Jinara kemarin bilang kalau kamu sudah memberi restu? Kenapa? Apa jangan-jangan Yuko itu jodoh Jinara?"

"Aku tidak tahu, bun, masa depan Jinara itu buram."

"Maksudnya? Masa depan Jinara itu suram gitu?"

"Bukan bun, jadi masih buram dan aku gak bisa lihat. Kita jalanin aja kali Bun, sesuai takdir." Ucap Wilnan lelah.

"Oh bunda kirain, katanya bukan cenayang tapi bisa baca masa depan. Mas Wilnan ini suka bohong deh."

"Bun, jangan mulai."

Minara tertawa dan kemudian menghela nafas, "gak kerasa bayi bunda sudah besar." gumamnya pelan namun Wilnan masih bisa mendengar itu.

Wilnan sendiri hanya tersenyum dan tak berniat melanjutkan percakapan mereka karena pasti Minara akan mengoceh tentang konsep pernikahan yang akan Jinara adakan. Padahal, masih ada 4 restu yang harus Yuko dapatkan dan perjalanan hidup Jinara masihlah panjang.

"Ayahhh..-" ucap Jinara tiba-tiba dengan mata terpejam. Membuat semua orang menghentikan kegiatan mereka dan menatap si bungsu.

"Jinara mengigau?" Tanya Shaka. Wilnan yang berada di samping Jinara mengangguk. Mereka kembali ke kegiatan masing-masing karena menganggap Jinara seperti itu karena rindu dengan Mahendra.

Namun, Jinara mulai menangis sembari terus memanggil nama Mahendra membuat semua orang langsung khawatir dan menatap Jinara.

"Jinara bangun woy, kenapa?" Dava menggoyangkan badan Jinara pelan, namun si bungsu tidak bangun juga, namun tangisnya semakin keras.

[✓] Kakak + Day6Onde as histórias ganham vida. Descobre agora