I

3.4K 304 2
                                    

"Selamat pagi," Sabaku Temari, senior Hinata menyapa gadis itu dengan senyum yang kemudian hilang saat ia menyeruput kopi hangatnya. Hinata dapat mengendus wangi strawberry dari rambut pirang itu. Hal yang biasa kalian jumpai—dan menjadi radar—kalau dekat-dekat dengan si sulung Sabaku. Temari sepertinya baru selesai berbincang-bincang dengan teman sebelum ia ikut beriringan dengan Hinata.

"Selamat pagi juga, Temari-nee," jawab Hinata dengan senyum manisnya. Dia baru bekerja di sana sekitar sembilan bulan, namun Hinata sudah termasuk karyawati yang populer—apalagi di kalangan pria. Kebanyakan orang akan mencap Hinata sebagai orang yang supel, bersyukurlah Hinata dapat merubah sifat introvertnya itu sebelum usianya genap 20.

Hinata lulus tiga tahun lalu dari Universitas Perempuan Nara jurusan Ilmu Komputer. Dan dengan bangganya, ia memiliki nilai nyaris sempurna. Setelah itu ia bekerja di beberapa perusahaan berbeda. Mulai dari percetakan, reparasi komputer, agensi model hingga kini ia bekerja di TV Tokyo sebagai ahli IT. Hinata tentu saja memakai logika. Dia ingin mendapat gaji yang sesuai dengan skill yang ia punya.

Di benak Hinata, Tokyo sudah begitu banyak berubah. Dari Tokyo yang tenang menjadi Tokyo yang tergesa-gesa. Dari Tokyo yang terasa dekat hingga Tokyo yang tak ia kenal. Tapi kenangannya masih tetap sama. Begitu lekat sampai tertinggal di benak.

"Bagaimana hubunganmu dengan Uzumaki-san, Hinata?" Temari kembali membuka pembicaraan sesaat setelah mereka masuk ke dalam lift yang akan membawa mereka menuju lantai 5, ruang kerja Divisi Humas. Di dalam kotak berjalan itu, hanya terdapat mereka berdua sampai-sampai Temari asyik saja menanyai masalah pribadi Hinata.

"Ehm, dia sepertinya sedang sibuk," jawab Hinata sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia tahu Naruto memang dituntut harus selalu siap sebagai news anchor, apalagi bukan hanya pada satu acara berita saja. Jadi Hinata hanya perlu menahan diri agar tak mendapat predikat kekanak-kanakan.

Hubungan Hinata dengan Naruto bermula karena mereka bekerja di acara yang sama. Saat itu Hinata harus menggantikan seniornya yang tengah cuti melahirkan sebagai salah satu ahli IT sekaligus anggota tim kreatif. Begini-begini Hinata itu sering menang lomba produksi film pendek saat di kampus, loh.

Setelah tiga bulan menjalin pertemanan, Naruto memutuskan untuk menjadikan Hinata kekasihnya. Tahu betapa senangnya Hinata saat itu? Dia bahkan mengurung dirinya seharian di apato-nya. Hinata makan banyak sekali camilan. Gadis itu juga menangis. Bukan karena sedih, melainkan bahagia karena bisa punya kekasih. Iya, dia baru kali ini berpacaran.

Bayangkan saja, 12 tahun kehidupnya dihabiskan dengan bersekolah di sekolah khusus perempuan. Dia bahkan masuk universitas khusus perempuan juga di kota kelahirannya, Nara. Selama itu dia harus melihat kaumnya setiap hari. Hanya ada ayah—yang setiap hari akan menelepon—dan si Neji saja yang berbeda jenis dengannya.

"Jika ada apa-apa, beri tahu aku, ya?" Temari menepuk bahu kiri Hinata dan memberikan kekuatannya. Temari tahu benar sifat juniornya yang juga berstatus temannya itu. Bagaimanapun Hinata itu sosok yang tertutup. Dia jarang bercerita dan mengungkapkan perasaannya. Hinata lebih memilih tersenyum dan membuka suara seperlunya saja.

"Terimakasih, Temari-nee."

•••••

Hinata kembali ke mejanya sebelum makan siang berakhir. Hari ini dia membeli makanan kesukaannya, nasi  kepal—itulah alasan mengapa makan siang Hinata cepat sekali selesainya. Dia lalu duduk dan merebahkan kepalanya ke meja. Menatap foto dirinya yang terbingkai rapi di sisi kanan dekat kepalanya.

Foto itu menampilkan anak perempuan berusia 5 tahun. Lengkap dengan pipi gempil serta rambut pendeknya. Dia berada di depan rumah sakit internasional Distrik Chuo, Tokyo. Memegang boneka beruang besar pemberian sang ayah dan tersenyum menatap kamera.

THE FALLEN ANGELTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon