Ini One

32 6 2
                                    

Tiin... tiin...
Tiiin... tiiin...

Adel memutar matanya kesal, pasalnya sedari tadi orang yang di tunggunya itu tak kunjung terlihat. Masak Adel harus gedor-gedor pintu rumahnya dulu?

Malu sama calon mertua.

"Woojin! Buruan!!" Teriaknya berapi-rapi dengan suara tertahan.

"Bentar, yang! Aku nyari sepatu!"

"Jingan,"

Untuk menghilangkan perasaan bosan yang melanda ini, Adel pun mematikan motornya dan duduk di teras Woojin sambil bermain dengan kucing persia milik pacarnya itu.

Namanya Woowon, lucu banget. Nggak kayak pemiliknya.

"Hehe. Lama, ya, yang?"

"Loe pikir saja sendiri. Ini kucing aja udah siap daritadi," kata Adel menahan emosi, kalau nggak sudah dia patahin gingsul Woojin.

"Emang Woowon mau ikut abang ke sekolah juga?" Tanya Woojin, menunduk dan mengelus pelan kepala 'adek' kesayangannya itu.

Ngeliat Woojin kayak gini, Adel jadi mengurungkan niatnya untuk menendang selangkangan Woojin.

Mengingat cowok tersebut dan juga keluarganya sangat mendambakan kehadiran seorang lagi bayi laki-laki. Sayang, 5 bulan yang lalu, saat usia kandungan tante Park sudah berjalan 6 bulan, beliau harus koma selama 2 minggu lamanya karena sebuah kecelakaan tragis di jalan tol.

Dan pada akhirnya, calon adik seorang Park Woojin pun harus kembali dengan cepat ke Sang Kuasa. Yang lebih parahnya lagi, rahim tante Park yang harus diangkat untuk menghindari keburukan-keburukan yang kemungkinan bakal terjadi selanjutnya.

Maka dari itu, papa dan mama Woojin membelikan seekor kucing British yang fifty fifty sama Woojin kelakuannya sebagai teman mainnya anak itu.

Sama-sama suka ngeduselin Adel, kalau ada maunya baik banget.

"Dia udah siap daritadi. Loe jadi majikannya masa kalah," Adel memelankan suaranya, lalu menaiki motornya dan menyalakan benda itu.

Sambil tersenyum malu khas gingsul, Woojin menghampirinya dan memakai helm milik Adel yang hanya muat setengah dari kepalanya itu. Mau nggak mau Woojin pakai, bisa di tinggal Adel nanti kalau ada pak polisi menilang mereka.

Pasalnya helm itu adalah helm couple yang di beli Adel waktu Woojin lupa pakai helm saat mau ngelewatin lampu merah.

"Yang,"

"Oi," kata Adel, sudah bersiap tancap gas. Dan Woojin pun sudah dalam posisi wenanya saat ini. Memeluk pinggang Adel dengan mesra.

"Lain kali, aku kek yang jemput kamu." Kata Woojin dengan muka yang di bentuk selucu mungkin, walaupun jatuhnya malah menjijikkan.

"Jin, loe punya otak dipakai kenapa sekali sekali," cewek itu tersenyum manis sekali, tentunya mengumpulkan energi negatif yang bakal ia semburkan ke muka Woojin sebentar lagi.

"Iihhh... tapi, kan, ada kamu. Kenapa aku harus mikir dua kali, kan aku percaya sama kamu," bukannya merasa baper atau semacamnya, Adel nyaris memuntahkan isi perutnya saat itu juga.

"Gini, Jin. Seandainya kita nggak terlambat hari itu, kita nggak bakal bisa pacaran kayak gini. Dan seandainya kita terlambat gara-gara loe doang, bukan nggak mungkin kita putus."

Entahlah, Adel bercanda atau apapun itu. Tapi Woojin merasa kalimat itu sedikit menusuk.

🐯🐯🐯

"Mau?" Woojin menyodorkan beng-bengnya yang tersisa sepertiga, tapi lagi-lagi tak membuat emosi ceweknya itu mereda.

Woojin harus apa?

"Salto dulu depan kak Hana. Kalau dia ilfeel, baru, deh."

Woojin membelalakkan matanya, bukan karena tantangan salto itu. Tapi, bagaimana bisa dia bertingkah gila di depan orang yang pernah di kejarnya 2 tahun yang lalu itu?

"Jangan aneh-aneh, deh, yang,"

Adel menggeleng, muka isengnya itu, lho. Kalau bukan pacar juga sudah Woojin gampar pakai rudal.

"Lakuin. Atau. Putus."

"EBUSET YANG?! KOK GITU SIH? NGGAK ELIT BANGET NGANCEMNYAAAA!" Kata Woojin dengan mata berkaca-kaca. Sayangnya, bukannya gemes, Adel makin gatel buat nampar mukanya.

"Buru, Jiiin..." kata Adel bersemangat, apalagi, kebetulan yang sangat indah, kak Hana melewati mereka bersama teman-temannya.

"Aduh, aduh!"

Woojin benar-benar tersiksa saat ini, Adel kalau kesel suka berlebihan. Entah nyuruh Woojin beli k*nd*m di Indomaret, atau yang semacam ngeselin kayak gini.

Apalagi, kalau Woojin ketahuan sama...

Bruukk!

"OUH?!"
"E AYAM?!"
"PARK WOOJIN?!"

🐯🐯🐯

"Del, dengerin aku duluuu..."

"Aku bilang lepasin. Nggak usah deket-deket!"

Ini sudah kesekian kalinya Woojin menarik tangan Adel dan berkali-kali pula dia menghempas tangan Woojin ke udara, walaupun pacarnya itu sama sekali nggak menyerah dengan usahanya.

Pasalnya, niatnya untuk salto didepan kak Hana itu tidaklah berjalan lancar—atau bahkan mungkin benar-benar tak dilakukannya. Karena yang cowok itu lakukan adalah bagi-bagi nomor hengpon dengan kakak tingkatnya.

"Bisa nggak, sih, kamu dengerin aku dulu?!" Bentak Woojin, akhirnya. Park Woojin itu juga manusia, ada kalanya dia merasa pusing dan frustasi.

Sukses membuat Adel menghentikan langkahnya, lalu menatap pacarnya itu, angkuh.

"Kapan, sih, kamu mau ngertiin aku? Kapan kamu sadar kalau kamu nggak ada bedanya sama anak kecil? Aku capek, Del."

Cewek itu kehilangan kata-kata di buatnya, di buat oleh seorang Park Woojin yang hanya di kenalnya sebagai seorang pacar yang kerjaannya ngelawak dan membuat kekonyolan di sekitarnya.

Nggak. Woojin nggak selucu itu. Woojin juga pernah merasakan yang namanya sedih, marah dan kesal. Sama seperti Adel.

Bahkan, semua itu di dapat dari masa lalunya sendiri. Woojin nggak akan pernah memiliki perasaan-perasaan itu, kalau dia nggak mencicipi dulu bagaimana pahitnya kehidupan.

"Kalau kamu pikir aku cuman sebatas orang yang bikin kamu ketawa, aku cuman orang yang suka ngelawak dimata kamu, berarti selama ini kamu bohong, kalau kamu adalah orang yang paling paham sama perasaanku dan hubungan kita." Katanya, lalu meninggalkan perempuan itu menatapnya dalam jauh.

Tbc
Gingsoeelll😢😢

Mine <REVISI>Where stories live. Discover now