Chapter 5: Trapped

133 14 4
                                    

P.S,
I'm sorry I update it so late! ><) I still have something else to do so, it will be delayed a bit. But I'll make it up to you guys. There's something I've been planning to make so, please enjoy this chapter!

Have a good night, detectives.

Regards,
Silveredwood

---

CHAPTER 5: Trapped

---

Sinar matahari hangat menyinari kedua insan yang kini menikmati waktunya bersama pada sebuah taman. Lelaki itu sedang memegang sebatang pensil dengan tangan kanannya, pada pangkuan terdapat sebuah buku gambar dengan kertas berwarna kekuningan. Sampul buku tersebut terbuat dari kulit tebal berwarna coklat.

Sembari menyandung sebuah nada ceria, tangannya tidak sekalipun berhenti bergerak. Menorehkan setiap grafit gelap itu pada media gambarnya.

Suara tawa kencang membuatnya berhenti sesaat, menggerakan kepala serta pandangannya pada asal suara. Netra biru langit yang tercahayakan oleh harapan dan begitu terang menangkap sebuah sosok.

Lelaki lagi, memiliki warna rambut yang mirip dengannya. Kini melompat-lompat berusaha meraih sesuatu yang terbang mengitarinya.

Kupu-kupu.

Kupu-kupu yang memiliki warna yang sama dengan kedua matanya.





Kedua matanya kembali terbuka. Ia menghela napasnya pelan melalui mulut. Joseph melirik lantai, matanya menemukan sedikit bercak darah yang menunjukkan arah kemana Fiona Gilman melarikan dirinya, seorang pendeta wanita yang ia bebaskan begitu saja. Melihat jejak yang tertinggal itu, Joseph hanya mengulas senyum, seolah menemukan hal tersebut lucu.

Ah, dia merasakannya lagi, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan. Perasaan yang selalu menghampiri dirinya, setiap kali ia mengingat sesuatu dari masa lalunya. Senyuman yang semula agak nampak seperti seringaian perlahan berubah menjadi seulas senyuman sedih.




Suara putaran setiap lempengan besi disertai dengan pemancar sinyal yang mulai berfungsi menyelimuti kedua insan yang kini sedang sibuk mencari jawaban. Setiap huruf dengan teliti mereka masukkan, beberapa kali ketika mesin tersebut kehilangan daya salah satunya mencoba mencari kesalahan pada mesin tersebut.

Beberapa kertas dengan coretan-coretan nampak terbengkalai di sana, menunjukkan huruf demi huruf yang dicoret maupun tutupi sepenuhnya dengan tinta hitam. Selagi Carl mencoba sesekali memasukkan huruf pada mesin itu, tidak ada reaksi yang berarti. Di lain sisi, Vera yang melihat kertas itu mengerutkan kedua alisnya. Mencoba mencerna yang tertera pada kertas tersebut.

"O.. T.. O.. E.. " ia coba mengeja per hurufnya, kemudian menepuk pundak Carl, membuat lelaki dengan rambut kelabu terkejut dan menimbulkan suara kencang pada mesin tersebut.

Keduanya saling berpandangan dengan tatapan panik.

"Alright, calm down." ujar Carl yang kini menatap Vera menggigit bibirnya gemetaran karena takut sekaligus panik.

"What did you want to tell me?"

Vera menunjukkan secarik kertas yang ia temukan barusan, "I-- I think, this is the answer for it. The Machine help us to decrypt this, right?"

Berusaha tenang Carl melihat kertas yang sudah lusuh tersebut, melihat huruf demi huruf yang tertera, "Well, we should try it--"

"But what if it doesn't work?"

"And we died without trying?"

Sunyi.

"Well--"

Tiba-tiba Carl menutup mulut Vera dengan tangannya, mencoba menajamkan pendengarannya lagi selain mesin yang bekerja dengan baik. Merasa yakin ia berbisik terburu-buru kepada wanita di hadapannya, "Go hide, the hunter is close."

Mata Vera membulat, pupilnya mengecil akan keterkejutan dan ketakutannya. Ia mengangguk bersamaan dengan tangan Carl ia tarik menoleh ke kanan dan kiri lebih waspada.

Baru saja hendak melangkah diam-diam pergi dari tempat perkara tersebut, untuk bersembunyi, sebuah pedang tertancap ke dinding menghentikan langkah mereka. Bahkan membuat mereka refleks mengambil langkah mundur. Wanita berambut karamel itu menjerit kencang, terkejut dengan hal tersebut. Membuatnya terjerembab bertemu dengan tanah yang keras.

"Well, well. Indeed. My aim will never succeed. I'm terrible at it."

Suara serak dan dalam seperti mengonsumsi begitu banyak pita suara hingga menimbulkan gema, kini pria pemilik suara tersebut berjalan mendekat ke arah pedang yang tertancap tersebut. Salah satu tangan memegang gagang mencoba dengan sekuat tenaga melepaskannya.

Pada proses tersebut, Carl mengangkat badan mungil Vera, kedua tangannya mencoba mengangkatnya dari bawah lengan atasnya, "Get out from here!"

Walau agak gemetaran, Wanita pengguna terusan kini mencoba melangkahkan kakinya dengan cepat. Membawa dirinya jauh dari ancaman nyawanya. Genggamannya pada botol parfum semakin mengencang, takut barang itu terlepas dari genggamannya. Jika ia tidak salah ingat, hanya tiga kesempatan ia dapat memakai parfum itu kembali.

Suara detak jantungnya merajalela, semakin cepat seiring sepasang kaki dengan sepatu hak hitam membawa dirinya menjauh. Pandangannya sesekali ia arahkan ke belakang, tidak ada siapapun yang mengikutinya, membuat langkah kakinya diperlambat. Nampaknya ia terpisah lagi dengan pria berambut kelabu tersebut.

Oh tidak, apakah pemburu itu mengejar lelaki malang itu?

Kini benak Vera berargumen satu suara dengan lainnya, apakah ia kembali melanjutkan pelariannya ke tempat yang lebih aman. Ataukah, ia kembali ke tempat barusan? Atau, ia lebih baik mencari keberadaan dan keadaan lelaki tersebut?

Baru saja hendak membalikkan badan untuk kembali ke tempat semula, langkahnya kembali terhenti. Betapa jantungnya nampak ingin terlepas dari kerangkeng berupa tulang-tulang rusuknya itu. Kaki-kakinya lemas, badannya kembali gemetar hebat. Pria berparas eropa yang sungguh pucat dan terlihat hitam-putih itu seperti muncul tiba-tiba. Padahal sesaat yang lalu, ia masih berada di tempat mesin cipher.

"Not expecting me to be here, hm?"

Bibirnya begetar, matanya kini perlahan buram dikarenakan air yang langsung menghalangi pandangannya. Hatinya berteriak kencang untuk lari dan menyelamatkan dirinya. Namun sayang, badannya tidak bekerja sama dengan otak secara baik.

Joseph tertawa kecil mengangkat tinggi-tinggi pedangnya perlahan hendak melukai Vera Nair.

Sepersekian detik, Vera menghindar kakinya kembali berfungsi dengan rasa takut ketika sebilah pedang tipis nan tajam hampir melukainya. Ia kembali berlari menjauh dari Joseph.

"Oh?" Joseph tersenyum, ia kembali berdiri tegap dan menyampingkan pedangnya. Tetap memegangnya secara diagonal ke bawah pada tangan kanannya, kemudian kembali melanglah cepat dengan anggun mengejar mangsanya.

Napas Vera semakin memburu, lebih baik ia membawa pemburu tidak punya hati ini jauh dari orang lain, pikirnya. Ia memasuki sebuah celah rumah yang sudah tidak berbentuk, namun cukup membuat jalan berkelok-kelok. Membuat setiap serangan Joseph semakin sulit dan mengenai dinding di sekitarnya.

Sampai akhirnya Vera tidak menemukan jalan keluar lagi. Ia terperangkap pada sebuah ruangan, jalan keluar untuk melarikan diri dihalangi oleh Joseph. Sang fotografer berjalan perlahan selangkah demi selangkah.

Vera melirik ke arah balik punggungnya.

Oh tidak.

Ia pikir, itulah terakhir kali ia akan bernapas.

LIVE - IDENTITY V FANFICTION [INA] (On-Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang