Salam perpisahan kita

Magsimula sa umpisa
                                    

Diam-diam, kelima kakak Jinara itu tersenyum. Karena kini, Jinara telah kembali seperti semula, Jinara yang seakan tidak pernah mengenal kata galau dan selalu menjadi bahan bully-an mereka.

"Pokoknya turutin saja atau mau abang kirim ke pesantren?" ancam Shaka galak.

"Jangan dong Bang Shaka ku yang ganteng, soleh dan idaman para wanita. nanti rindu kalau aku dikirim ke pesantren." bujuk Jinara dengan nada merajuk dan mata yang dibuat-buat seperti anak kucing.

Dan Shaka lemah terhadap tatapan itu dan dengan segera berdehem dan memalingkan muka. "Pokonya, di tunggu setornya."

Jinara memajukan bibirnya sebal, "kenapa aku harus menghafal surat ar-rahman? Harusnya Kak Yuko lah, biar bisa jadi mahar pernikahan."

Mendengar itu, mereka langsung menoleh tajam ke arah Jinara sedangkan si bungsu itu malah memasang wajah tanpa dosa sembari meminum coklat panasnya.

"APA-APAAN MAHAR NIKAH? NTAR ABANG AJUKAN YUKO 30 JUZ SEBAGAI MAHAR." seru Shaka dan mengusap wajah Jinara dengan air agar sang adik sadar dari halusinasi.

"KALAU GITU AKU GAK AKAN NIKAH BANG, NTAR JADI JOMBLO TERUS ABANG MAU HAH?" seru Jinara tidak terima.

"HEH ANAK KECIL MALAH SUDAH MEMIKIRKAN PERNIKAHAN, SEKOLAH DULU YANG BENAR. LULUS BARU PIKIRKAN TUH NIKAH."

"JINARA KAN MAU NIKAH MUDA BANG JAY."

"GAK! ABANG SAJA BELUM NIKAH, KAMU UDAH MAU NIKAH SAJA."

"MAKANYA NIKAH DONG BANG, BIAR AKU BISA NIKAH."

Wilnan yang kebetulan duduk di antara Jinara dan Jay dengan segera menutup telinganya sembari mengusap dada, sebab, Jinara dan Jay jika mengobrol memang selalu menggunakan nada tinggi dan membuat telinga sakit.

Shaka yang mulanya kesal kepada Jinara lebih memilih mengalah dan mulai memainkan gitarnya, membuat perdebatan antara sulung dan bungsu Aksara itu terhenti.

"Malam ini malam terakhir kita di Jepang, jadi kita harus lewati dengan bahagia, oke?" Ucap Wilnan ketika memisahkan Jay dan Jinara dari perkelahian.

"Benar, jangan bertengkar, jangan kesal, jangan apa-apa dulu. Kita harus damai dulu, masalah tadi di cancel dulu. Lupakan keluh kesah dan beban kehidupan, oke?" Ucap Key mendadak bijak.

"Aku sedih..- tidak bisa bertemu Kak Yuko lagi." Ucap Jinara sendu sembari menatap api unggun di depannya.

"Lagipula, kan bisa video call atau telpon." saran Wilnan yang iba dengan kisah cinta Jinara. Baru ketemu udah dipisahkan lagi.

"Gak kuat LDR aku tuh." keluh Jinara.

"Lah, memangnya udah pacaran? Belum, kan? Kamu saja belum jawab pernyataan cinta Yuko." celetuk Shaka yang sembari berdoa dalam hati agar Jinara tidak bucin lagi.

"Doain dong bang..-"

"Kita doakan semoga Jinara gak bucin lagi dan fokus sekolah."

"AAMIIN." Ucap serempak Jay, Dava, Wilnan dan Key dengan bersungguh-sungguh.

"KOK DOA NYA GITU?" Jinara berseru tak terima dan menatap kesal kelima kakaknya itu.

"kan minta doa, udah di doain malah gitu."

"Ohiya, bunda mana?" Tanya Jinara mengalihkan pembicaraan karena malas berdebat dengan para kakaknya yang tidak mau mengalah dan disalahkan itu.

"Lagi masak sama Paman Dani di dapur, dan kita semua disuruh tunggu di sini sembari nyiapin semuanya." Jawab Jay.

Wilnan menyimpan jagungnya dan memilih untuk mendekati Jinara dan duduk di sebelah adiknya itu. Jinara menoleh sekilas lalu memalingkan wajahnya ke api unggun. Setetes air mata turun dari kedua mata Jinara, namun karena ia tidak ingin menangis, ia menyeka air matanya itu dan berdehem. Sayangnya Wilnan melihat semua itu, anak keempat Aksara itu merangkul Jinara dan mengusap lengannya, memberi semangat pada sang adik agar lebih kuat.

[✓] Kakak + Day6Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon