halaman 8

206 42 17
                                    

Aku benar-benar mengiyakan ajakan seorang Antasena Bara untuk pergi kekantin bersama.

Gila, Rinai memang gila.

Sepanjang selasar koridor rasanya tiap-tapi obsidian milik para siswa menatapku dengan tajam. Seolah, dari mata merek mengeluarkan laser yang bisa saja membuat dahiku, pipiku, kepalaku, jantungku bahkan seluruh bagian ditubuhku bolong!

Ya bagaimana tidak, seorang Antasena Bara---si pemain unggulan team basket sekolah tengah berjalan berdampingan sambil berbincang dengan who-that-girl.

Yang mana mereka tidak tahu saja kalau aku ini si Rinai, yang selalu dipanggil ketika upacara berlangsung untung menerima penghargaan yang diraih dari sebuah olimpiade.

Aku benar-benar kesal!

"Hei?"

Aku dan dunia amarahku langsung menguap begitu suara Bara masuk keindera pendengaranku.

"Bengong terus? Gamau duduk?"

Aku langsung mengambil tempat dihadapan Bara.

"Bara," kataku sedikit berbisik.

"Hm?"

"Aku gak cocok sama semua keramaian disini, lebih baih aku kembali ke kelas---"

"Kok gitu? Gak cocok itu karena lo gak mau mengakrabkan diri lo dengan sekitar. Coba mulai sekarang, lo mengakrabkan diri sama keramaian." Tuturnya.

Aku menatap kesekitar, sudah tidak ada lagi manik-manik berlaser yang menatapku. Tapi tetap, rasanya aku tidak nyaman dengan keramaian kantin.

"Jangan balik ke kelas, please? 20 hari lagi mana bisa begini? Gue 'kan harus ngelaksanain pertukaran pelajar."

Benar, aku dan kebahagiaanku berada didekat Bara sampai lupa jika kesedihan dan kesepian, 20 hari mendatang akan menemaniku begitu sosok pria dihadapnku terbang ke negri orang.















Bara membuka lokernya untuk membawa beberapa buku catatannya. Ketika menarik satu buku dari tumpukkan, sebuah lipatan kertas meluncur bebas kelantai.

Bara sadar maka dia mengambilnya. Hendak menaruh kembali pada tampatnya, Bara menemukan tinta berwarna biru laut menempel pada sisi lipatan kertas tersebut.

Teruntuk; Antasena Bara

Rupanya sepucuk surat.

Setiap rupamu yang terduduk manja dipikiranku
Aku selalu berdoa kepada maulaku
Bahwasannya,
Aku tidak peduli seberapapun engkau berikan
Indahnya dunia kepadaku
Aku tetap akan memilih satu pemberian darimu
Yaitu kau, senyumannya letakkan sepanjang hari dipikiranku

Tapi apalah cintaku ini . . .
Yang masih membutuhkan balasan senyum darimu
Maka dari itu,
Agar cintaku tak disebut cinta yang durhaka
Aku titipkan salam rasaku kepada cahaya matahari dan air hujan yang selalu menyentuh sekaligus menempel di tubuhmu

Tapi yang terpenting untuk hari ini, kemarin, besok dan masa depan adalah
Setidaknya kamu mengetahui namaku
Itulah kebahagiaanku

Salam,
Si Penulis.

Bara tersenyum membaca kalimat penutup suratnya.

"Siapa, nih?"





dijadiin 2 chapter karena terlalu panjang.

anw, puisi diatas bukan aku yang buat melainkan temenku. terimakasih kamu udah mau direpotin demi sepucuk surat berisi puisi.

teruntuk; antasena bara | h. yoonbinWhere stories live. Discover now