3. I Wanna Sex You Up

Start from the beginning
                                    

Ruby tergelak kecil. Lalu hempas ringan pantat di salah satu kursi. Menghirup sekejap bau pancake yang baru matang, lalu tersenyum. "Hangat dan wangi vanilla. Ternyata kau pandai memasak."

Vince sodorkan garpu dan pisau ke Ruby. "Jangan buru-buru memuji dulu sebelum kau mencobanya."

Ruby tergelak lagi lalu memotong pancake kecil-kecil kemudian masukkan ke mulut, kunyah sebentar, lantas matanya membelalak.

"Kenapa?" Vince jadi kuatir. "Apa terlalu asin? Pahit? Kurang apa?"

Ruby terus membelalak sambil menggeleng berulang-ulang.

"Hei, katakan, bagaimana rasanya? Kurang apa?" Vince terus menampakkan wajah kuatir dan bertanya-tanya. Ia tak berharap masakan pertamanya untuk Ruby ternyata buruk bagi si biduan.

"Iya, kurang."

"Kurang apa?"

"Kurang banyak, hahaha!"

Vince melongo, lantas sadar dirinya dikerjai Ruby. Ia gemas, hampiri Ruby dan balikkan tubuh Ruby membelakanginya.

Si wanita gantian mulai kuatir sekarang. "Vin, apa kau marah. Vin--anghh!" Ia kehilangan kalimat saat tangan Vince sudah menemukan titik terpeka Ruby di selatan sana. Nafasnya pendek-pendek begitu tangan Vince terus saja menggesek area tersebut.

Membelakangi Vince karena diposisikan demikian oleh si pria, jari-jari Ruby mencengkeram erat pinggiran meja makan. Vince terus memeluk dari belakang seraya tangannya mengeksploitasi kelemahan Ruby tanpa jeda.

Ekor mata Vince melirik ke meja saat mulutnya menjelajah tengkuk dan belakang telinga Ruby. "Tetaplah makan pancakemu, Ru. Erllhhh... mrrllphh..." Tangan lainnya masuk ke kaos ketat Ruby, mulai memilin puting, bergantian kanan dan kiri, mengakibatkan sang wanita kian terengah.

"Ka-kau pikir mudah... mmghh... makan di situasi--oughh... begini?" protes Ruby.

Meski begitu, tetap saja sang biduan menyerah kalah akan berahinya dan berakhir dengan lantai basah.

Belum, belum berakhir ternyata. Karena Vince lagi-lagi sodokkan miliknya ke liang surga Ruby. Jadilah acara memakan dan dimakan.

-0-0-0-0-

Semenjak itu, mereka semakin rekat dan intim. Tak mau terpisah. Terlebih, Vince terus mengekor Ruby, enggan melepas sang biduan.

Keintiman pun dilakukan kapanpun ada kesempatan. Di tempat fitting baju di butik, di toilet kafe, hingga berkali-kali di mobil, seolah butuh seseorang yang meneriakkan GET A ROOM! pada mereka.

Seperti siang ini, mereka baru saja berbelanja di Mall, mobil milik Vince sudah ada di tepi jalanan sepi. Kuda besi pun bergoyang syahdu mengiringi berahi kedua penumpang di dalamnya.

"Hagh! Aghh! Vinhh!"

"Hrghh! Rrghh! Iya, sayank!"

Ruby sudah menyibukkan diri menggoyangkan pinggul menduduki penis Vince selama 18 menit ini, bertelanjang dada memudahkan Vince memanjakan payudara yang tersaji di hadapan.

Setelah melewati menit ke-20, keduanya sama-sama melolong, bertukar cairan kental. Kemudian saling mengecup dan tertawa geli akan kegilaan barusan.

Orang-orang di kafe pun segera tau mengenai kedekatan keduanya. Tak sedikit fans Ruby yang tau, dan berangsur-angsur mundur pulang setelah satu jam Ruby menyanyi, tidak seperti biasanya yang rela duduk hingga selesai.

Vince malah senang berhasil menyingkirkan saingan tanpa harus susah payah berintrik menggunakan otot atau pun akal.

Pria tampan itu terus saja mengantar jemput Ruby ke kafe, sekaligus diam menonton sang pujaan. 

Lady in Red (21+)Where stories live. Discover now