Nggak usah ngeburu-buru. Kalo jodoh tanpa dicari pun bakalan datang- Tsabita
Week-end, itu nggak cuma buat mereka yang punya pasangan. Tsabita yang pada dasarnya jomblo pun butuh me time di akhir pekan. Bukan cuma kerja, kerja, kerja tanpa mengenal hari libur. Meskipun lembur di hari libur pun tetap di bayar tetap saja ini melanggar list time Tsabita. Hari sabtu ini, Tsabita tetap masuk walaupun hanya setengah hari.
Rencananya, sabtu ini Tsabita ingin belanja bulanan. Cadangan makanannya di kulkas sudah mulai menipis.
Dia memasuki swalayan, mengambil troli dan menyusuri deretan rak-rak bahan makanan. Satu per satu bahan yang dia butuhkan sudah berpindah ke keranjangnya. Dia kembali mendorong troli hingga di depan rak tissue dan pembalut. Dia berdiam lama di depan situ. Lalu mengambil satu pantilener dan satu pembalut serta tissue.
Dia teringat satu hal. "Lo nggak pengen ambil kebutuhan bulanan?" Katanya saat melewati rak tissue.
Tsabita berbalik badan dan mengiryit. "Kan udah, ini." Katanya menunjuk troli yang didorong olehnya.
"Emmmm, maksudnya. Ini!" Ambilnya salah satu pembalut disitu.
"Whats," Tsabita menutup wajahnya. Ia merasa malu. Apalagi diingatkan oleh satu hal. Dia ingin mengutuk dirinya dalam-dalam. Astagah bego sekali dia.
Setelahnya dia melupakan ingatan itu lalu berlalu meninggalkan rak tersebut dan menuju kasir.
***
Sesampai dirumah dia mengeluarkan semua barang belanjaannya. Semua barang-barang itu ditata dalam kulkas. Baru separuh menata, terdengar pintu apartemennya terbuka. Dia berjalan menuju ruang tamu.
"Ta, lo punya makanan apa. Gue laper nih." Kata Dani. Dia langsung terduduk di sofa dan menyelonjorkan kakinya.
"Lo, ya kalo dateng ke rumah orang salam kek. Nggak asal masuk aja. Lo pikir ini rumah nggak berpenghuni apa?" Sewot Tsabita.
"Yelah, gitu aja sewot. Oke. Assalamu'alaikum." Katanya.
Tsabita mendengus, meninggalkan Dani adik semata wayangnya sendirian. Dia kembali menyusun barang belanjaannya ke dalam kulkas. Sebagian lainnya ia letakkan di atas bufet meja dapur.
"Kak, lo gamau masak apa gitu?" Tanya Dani yang sudah duduk di meja makan dan membuka tudung saji.
"Masak aja sendiri. Gue capek mau tidur. Gue udah belanja tuh." Tunjuk Tsabita ke arah kantong-kantong kosong di tempat sampah.
Seperti itulah Tsabita, selalu dicari sebagai kakak jika Dani kelaparan saja. Padahal Dani bisa saja delivery order jika dia kelaparan. Tetapi Dani selalu tau dimana tempat yang harus dikunjungi. Kadang Dani lebih memilih memberikan sedikit gajinya untuk kakaknya belanja bahan makanan. Karena bagaimanapun, dia sering numpang makan di sini.
Sudah satu jam Tsabita tertidur pulas di ranjang. Sekarang sudah menunjukan jam 14.30. Dia mulai merenggangkan badannya. Ada suara kekacauan di dapur, pasti Dani memasak sesuatu. Kebetulan perut Tsabita keroncongan minta diisi nasi.
"Masak apa lo?" Tanya Tsabita yang berjalan menuju dispenser dan mengisi penuh gelasnya.
"Gue kira lo nggak mau makan, kan lo dah puas tidurnya."
"Apa hubungannya makan sama tidur sih Dan" Katanya. "Gue kan udah belanja itu, capek tau." Tsabita mencomot naget yang telah matang.
Dani memindahkan cap cay ke mangkuk lalu meletakkannya di meja makan. Nasi yang dia masak telah matang. Dengan kurang ajarnya kakaknya yang tidak membantunya itu mengambil piring lalu menikmati makanan yang Dani buat.
"Besok rabu lo ada acara nggak Ta?" Tanya Dani disela mengunyahnya.
Tsabita yang merasa ditanya menatap Dani yang masih menunggu jawabannya. "Nggak tuh, gimana ya?"
"Mama mau kesini, lo bisa jemput di bandara kan? Gue soalnya ada dinas ke luar kota."
"Kok nggak ada kata ke gue sih, kenapa tiba-tiba banget. Nggak biasanya mama gini cuma karna kangen sama gue."
Peletak, satu jitakan mulus terkena di kening Tsabita. Dani terkadang sebal dengan pola pikir kakaknya yang kadang di luar nalar.
"Lo tu ya, ini efek kelamaan jomblo deh. Makannya lo nyari pacar sana biar pola pikirnya berubah." Kata Dani tersunggut-sunggut. Kadang kakaknya itu memang membutuhkan satu tampolan agar sadar diri.
"Gue nyaman gini kok."
"Tapi ya, umur lo udah nggak bisa dibilang muda beberapa tahun lagi bakal kepala tiga. Lo tu cewek, apa lo bakal kuat kalo ngelahirin bayi di usia segitu. Belum lagi ya, masa anak lo sekolah, lo nya udah kayak neneknya."
Tsabita terdiam. Adiknya itu, kadang kalau sedang menceramahinya persis seperti mamanya. Bicaranya aja sok dewasa tapi kelakuannya kadang seperti bocah.
"Yee, ya do'anya jangan gitu juga. Lo juga nggak usaha nyariin gue pacar. Itu mah sama aja." Sahut Tsabita.
Dani yang sedang mengunyah makanannya tiba-tiba berhenti lalu melotot ke kakaknya. Dia berkata tanpa dosa. Selama ini Dani sering mengenalkan kakaknya ke teman kantornya tetapi apa reaksinya? Dia selalu menolak dengan alasan nggak deh dia terlalu high class atau dia terlalu kayak anak kecil dan berbagai alasan lainnya.
"Atau jangan-jangan lo dah punya cowok? Tapi lo nya nggak mau ngenalin ke gue?" Tanya Dani penuh selidik dengan mencondongkan badannya ke dekat Tsabita.
Tsabita yang merasa di dekati adiknya itu merasa risih. Plakkkk, satu tampolan melayang ke lengan Dani.
"Nggak ada ya, udah lo tunggu aja deh. Nggak usah maksa gue cepet-cepet. Gue masih pengen bebas" Sejurus kemudian Tsabita meninggalkan Dani di meja makan. Dia berputar memperhatikan punggung kakaknya yang menghilang di balik kamar. Kadang pemikirannya emang sering aneh, batin Dani.
ESTÁS LEYENDO
When: Is There Something Wrong With Us?
Ficción GeneralOnce we met, it was clear that neither of us could control what was happening to us. We fell in love, despite our differences, and once we did, something rare and beautiful was created. Bertemu kamu bukan suatu hal baru bagiku. Tetapi bertemu kamu...
