"Ayo..-" ajak Yuko lalu menarik tangan Jinara keluar. Ia menutup pintu secara perlahan agar orang rumah tidak mengetahui jika mereka pergi.

"Maaf merepotkan kak," Ucap Jinara tak enak hati.

"Tak apa, aku hanya khawatir padamu, takutnya terjadi apa-apa .-" ucap Yuko sembari tersenyum kembali membuat hati si bungsu itu semakin dag-dig-dug.

"Ohiya kak, soal ucapan aku yang tadi.. maaf, aku tidak bermaksud, hehe." dengan keberanian yang ada, Jinara meminta maaf.

"Yang mana?"

Jinara menggerutu dalam hati saat Yuko malah berkata jahil seperti itu ditambah raut wajah menantang yang ingin sekali Jinara cubit. "Itu, yang aku bilang kakak jodohku..-" cicit Jinara.

Mendengar itu Yuko tersenyum sangat tipis. "Tak apa..-"

Setelah itu, keadaan di antara mereka mendadak hening. Mereka berdua fokus pada jalan masing-masing dan pikiran masing-masing. Dinginnya malam membuat Jinara sedikit berjengit dan sesekali ia menggosokkan kedua telapak tangannya agar hangat. Ia lagi-lagi merutuki dirinya sendiri yang lupa membawa sarung tangan, padahal tadi Minara juga memberikannya sarung tangan.

"Dingin?" Tanya Yuko.

Jinara merasa deja vu pada kata-kata ini, itu adalah ucapan Jay tadi dan seketika jantungnya semakin berdebar saat bayangan yang tadi sempat Jay lakukan terlintas di benaknya. Jinara menoleh ke arah Yuko lalu tersenyum dan dalam hati ia berharap jika Yuko tidak melakukan sesuatu hal yang bisa membuat jantungnya meledak. "Iya kak hehe."

Seperti yang sudah Jinara duga, Yuko mengambil telapak tangan Jinara dan menggenggamnya, kemudian memasukkannya ke dalam saku jaket. Yuko lalu memandang kembali Jinara, "Masih dingin?"

Jinara mengangguk polos dan Yuko langsung terkekeh, "tak apa, nanti juga hangat."

"Aku masih belum bisa menyangka jika kakak bisa berbahasa Indonesia." Ucap Jinara yang menarik perhatian Yuko.

Pria Jepang itu melirik Jinara sebelum akhirnya kembali fokus pada jalanan di depan. "Saya baru belajar sebenarnya ditambah Ayah dan Bibi Minara sering mengobrol dengan bahasa Indonesia, membuat saya juga menjadi sedikit demi sedikit belajar."

"Huhhh, aku memalukan sekali tadi. Sekali lagi, maafkan aku kak."

Yuko tersenyum penuh arti namun sayangnya si bungsu Aksara itu tidak melihat karena sedang memandang lurus ke depan.

"Ohiya, kenapa kau dan Jay ada di rumah ku sedangkan yang lain ada di hotel?" Tanya Yuko.

"Kami terpisah tadi."

"Dan apa kau tau Jinara? Yang lain dan Paman Dani panik mencari kalian dan kami sempat berkeliling untuk mencari."

"Aku dengar dari Paman Dani, kakak itu seorang tour guide, yah?"

"Seperti itulah, saya mengambil kerja sambilan untuk mengisi waktu luang."

"Lalu, kenapa kakak tidak mengantar mereka pada kami? Kenapa juga tidak membawa kami pada bunda?"

"Loh, saya saja tidak tahu jika orang yang kalian cari adalah Bibi Minara yang ku kenal..-"

Jinara memandang wajah Yuko dari samping, kemudian saat Yuko menoleh, bungsu Aksara itu langsung memalingkan wajah, membuat Yuko heran sendiri melihat tingkahnya itu. "Kenapa? Ada yang aneh di wajah saya?"

"Tidak kok." Jinara menggeleng.

Yuko mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Jinara, sebab tangan Jinara masihlah dingin. "Di sini dingin ya?"

[✓] Kakak + Day6Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt