BG #16

2.7K 157 2
                                    

Dokter itu menghela nafas panjang lalu melepas masker yang menutup wajahnya. Rautnya tak mengisyaratkan bahwa kondisi di dalam baik-baik saja. Hingga akhirnya dengan berat hati sang dokter berucap, "Maaf Pak, anak anda tidak bisa kami selamatkan."

"Nggak. Nggak mungkin! Nggak mungkin, Dok!" Andra menarik kerah baju sang dokter menuntut penjelasan bahwa ucapan sang dokter itu salah.

Saat dokter tersebut menggeleng lemah Andra langsung luruh begitu saja di hadapan semua orang. Tubuhnya melemas dan isakannya makin keras terdengar. Untuk beberapa saat Andra terdiam, coba menepis segala kenyataan yang ada. Dengan brutal Andra pun berhambur masuk ke dalam ruangan tersebut dengan tiba-tiba.

"Berhenti!" Andra berteriak tatkala seorang suster hendak menutup wajah sang anak dengan kain putih.

"Jangan ditutup. Anak saya takut gelap Suster," ujarnya.

Perawat tersebut mengurungkan niatnya dan mundur ke belakang menjauh dari sana, memberikan akses lebih kepada keluarga pasien. Semua yang berada di ruangan itu nampak sendu memperhatikan Andra yang terus mengusap wajah putih pucat Ale. Dia bermonolog seolah Ale belum meninggal.

"Bangun, Nak. Kita pulang, Tidur di rumah Ayah, ya? Di kamar kamu. Kamu gak kangen sama kamar kamu? Kita tidur di sana, sama Ayah sama Kak Olive."

Senyap. Tidak ada yang menyahut kalimat yang Andra lontarkan. Bibir biru itu menutup begitu erat. Dengan kedua kelopak mata yang tampak memberikan nyaman sang empunya seolah lelap dari tidur.

"Ayah mohon ... Kasih kesempatan Ayah, Al. Jangan tinggalin Ayah ... Ayah mohon."

"Bangun, Nak?" Andra terus mengusap lembut wajah pucat Ale. Andra terus meneliti tiap sisi wajah putranya. Mencoba merekam jelas sosok tersebut.

Senyumnya, tawanya, tangisnya, amarahnya dan semuanya. Hingga andra lelah menunggu sang anak membuka matanya. Dia tertunduk pasrah di atas tubuh ale. Terisak sepuasnya diatas tubuh tak bernyawa itu.

Hingga tiba tiba sang dokter menariknya keras. Menjauh dari tubuh sang anak. Andra sedikit kebingungan. Namun, saat melihat sang dokter sibuk memeriksa kembali tubuh sang anak Andra terbelalak. Apakah dia kembali?

"Detak jantungnya kembali. Suster siapkan kembali semua alatnya," seru sang dokter memerintah seorang suster. Kemudian detik berikutnya seseorang menarik tubuh Andra paksa keluar dari ruangan tersebut. Andra pasrah tanpa memberontak sedikitpun. Pikirannya masih begitu kaget mendengar bahwa sang anak masih mau memberinya kesempatan. Andra seolah memberikan ruang untuk pihak medis menyelamatkan.

*

Lama sudah semenjak kejadian tadi. Andra terduduk di kursi depan ruang UGD. Dia tak sendiri, ada Samuel juga Olive disisi lain. Olive masih enggan menatap sang ayah, rasa bencinya masih memenuhi hatinya.

Hingga sosok yang mereka tunggu kemunculannya pun hadir di balik pintu ruangan tersebut.

"Bagaimana dengan adik saya, Dok?" Tanya Olive. Suaranya parau karna terlalu banyak menangis.

"Syukurlah anak anda masih mau berjuang. Tapi keadaannya sangat memprihatinkan. Paru-parunya mengalami cidera yang cukup serius. Akibat benturan di bagian dadanya cukup keras beberapa tulang rusuknya patah dan melukai paru-parunya. Segera kami akan melakukan tindakan operasi tapi sebelumnya anda harus menandatangi surat persetujuan terlebih dahulu," Terang sang dokter pada Andra.

Lega rasanya mendengar Ale masih mau berjuang dan memberinya satu kali kesempatan. Ini saatnya, ini saatnya Andra memperbaiki hubungannya dengan kedua anaknya.

"Ayah mohon kasih kesempatan satu kali lagi buat Ayah, Ayah mohon Olive. Maafin Ayah," mohon Andra.

Olive tersentak kaget melihat Andra yang tiba-tiba berlutut di hadapannya. Sedih rasanya melihat sang ayah tulus memohon kepadanya. Namun, lagi-lagi kebenciannya membakar semua perasaan iba dalam hatinya. Olive diam, menutup mulutnya dengan sebelah tangannya guna meredam isak tangisnya.

I Hope (Tamat)Where stories live. Discover now